Minggu, 09 Juli 2017

Skrening resep dan rekonsiliasi farmasi


Skrening resep dan rekonsiliasi farmasi

Pelayanan Farmasi klinik (2)


Pelayanan farmasi klinik adalah suatu pelayanan kefarmasian yang dilakukan langsung oleh petugas farmasi, dalam hal ini Apoteker dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian kepada pasien dalam rangkan meningkatkan hasil dan keberhasilan terapi, serta meminimalkan resiko terjadinya hal-hal klinis seperti efek samping obat, interaksi obat hingga kepatuhan pemberian dan konsumsi obat sehingga tujuan terapi untuk keselamatan pasien dapat (patient safety) dapat tercapai dan kualitas hidup pasien (quality of life) meningkat dan terjamin,
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di rumah sakit seperti postingan saya sebelumnya ada 10 point, dan mari kita ulas diantaranya adalah sebagai berikut :

1.      Pengkajian dan pelayanan resep
Sesuai bunyi dalam PERMENKES no 72 tahun 2016, begitu urutannya, walaupun kemungkinan proses kerjanya kita semestinya melayani resep terlebih dahulu yang kemudian salah satu dari pelayanan resep adalah kita mengkaji resep tersebut.
Dalam pelayanan resep ada tiga bagian yang harus kita kaji atau kita teliti ketepatan dan kebenarannya, bagian atau komponen dalam resep yang kita teliti terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu :
a.       Administrative
-          Administrative pasien, Dalam resep harus terdapat nama pasien, alamat pasien, usia dan jenis kelamin pasien, tanggalperiksa, ( yang sekarang ditekankan adanya berat badan dan tinggi badan pasien, khususnya pasien anak, bayi dan geriatric)
-          Administratif dokter, nama dokter, alamat dokter, nomor ijin praktek dokter, paraf dokter
-          Administratif resep, kop atau kepala resep, tanggal resep ditulis, (nomor register bila ada) allergy obat tuliskan bila ada, bila tidak tulis “tidak ada allergy”
b.      Terapi ( farmasi sediaan )
Dalam bagian terapi dituliskan nama obat (generic ataupun patent), jenis obat (syrup, tablet, capsul dsb), jumlah obat ditulis dalam angka romawi kecuali narkotik dan psikotropik ditambah angka huruf seperti halnya penulisan angka jika di bank, kekuatan, takaran atau dosis obat (500 miligram, 250 miligram, 1 sendok makan, 0,5 mililiter),  aturan konsumsi ( 3x sehari 1 tablet, 2 x sehari capsul, dsb) cara pakai (diteteskan, diminum, dioleskan, disemprotkan, serahkan ke petugas medis, dsb)  
c.       Klinis ( farmasi klinik )
Dalam bagian farmasi klinik disebutkan guna obat atau terapi, dikaji adanya interaksi antar obat, dikaji adanya kontra indikasi, dikaji adanya polifarmasi, dikaji adanya duplikasi obat, dikaji kemungkinan efek samping yang buruk untuk pasien tertentu (biasanya kasus rawat inap dan intensif), dan menerangkan efek samping ringan yang kemungkinan terjadi dan antisipasinya (rifampicin-urin dari merah hingga kecoklatan, saran untuk tidak perlu panic karena efek dari warna obat, dsb), stabilitas penyimpanan (syrup atau syringe insulin di simpan di almari pendingin bagian bawah atau tidak di freezer bila ada)

Dalam pelayanan resep ada pengelolaan pasca pelayanan, dimana pengelolaan resep pasca pelayanan dari rekap, dokumentasi hingga kajian dan analisa untuk pengembangan, seperti kajian dan analisa di poli rawat jalan, misal jumlah kunjungan pasien yang mendapat resep dibanding total pasien datang, type peresepan tiap dokter, daerah asal pasien, jumlah pasien baru dibandingkan pasien yang menjadi pelanggan rumah sakit dsn sebagainya.


2.      Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat ini dilakukan untuk mendapatkan informasi terapi yang sudah dan sedang dikonsumsi oleh pasien dengan cara wawancara atau tanya jawab baik dengan pasien, keluarga pasien atau orang disekitar pasien yang paham dengan sejarah proses terapi pasien tersebut.
Lain halnya bila penelusuran obat dilakukan saat pasien ada di rumah sakit, penelusuran dilakukan selain dengan wawancara atau tanya jawab, penggalian informasi dilakukan dengan cara membaca rekam medic, dimana dalam rekam medic terdapat asupan dari dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang berhubungan dengan terapi pasien dan segala informasi terapi selama rawat inap tertulis didalamnya.
Beberapa pelaksanaan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi riwayat penggunaan obat yang tercantum dalam PERMENKES 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit adalah :
a.       “Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam medic atau pencatatan untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan obat”, disini ada dua penelusuran, dimana penelusuran penggunaan obat sebelum masuk rumah sakit dan penelusuran penggunaan obat selama dirumah sakit, dimana dari data tersebut dibandingkan informasi yang didapatkan, bila ditemukan ataupun tidak ditemukan adanya perbedaan apoteker dapat menambahkannya dalam rekam medis pasien sehingga dapat dijadikan dasar untuk terapi berikutnya.
b.      “Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan”, informasi yang didapatkan oleh pasien dikaji kembali apakah informasi tersebut benar adanya atau tidak, selanjutnya apoteker memberikan penjelasan yang benar ataupun tambahan informasi tentang terapi yang didapatkan oleh pasien
c.       “Mendokumentasikan adanya allergy dan reaksi obat yang tidak dikehendaki”, dalam hal ini diperlukan tim seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam pemberian terapi kepada pasien terutama perawat yang selalu mendampingi pasien, setiap perubahan pasien ditulis dalam rekam medis yang mungkin salah satunya adalah allergy, setelah dipastikan itu allergy maka diinformasikan ke tenaga kesehatan lain lewat mekanisme komunikasi dan ditindak lanjuti tim untuk menangani adanya allergy atau rekasi efek obat yang tidak dikehendaki, sehingga untuk selanjutnya terapi yang menyebabkan allergy pada pasien dapat dicegah dan tidak memberikan kerugian kepada pasien tersebut untuk selanjutnya
d.      “Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat” dengan jalan membaca dan mengkaji terapi dari DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pasien) dan jika ditemukan potensi interaksi obat, kontra indikasi dengan diagosa dan sebagainya, maka apoteker dapat menginformasikan dengan mekanisme konfirmasi atau komunikasi lain yang ada
e.       “Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan obat”, pasien akan punya penilaian sendiri tentang cara dan bagaimana mengkonsumsi obat, anak-anak biasanya sulit sekali untuk mengkonsumsi obat sekalipun syrup sudah dibuat sedemikian rupa dengan warna dan rasa serta tampilan menarik, tetapi pasien anak tetap sulit, pasien-pasien dengan sejarah mengkonsumsi obat yang kurang menyenangkan dapat menghambat kepatuhan ini, bahkan untuk pasien-pasien dewasa atau geriatric masalah yang tidak ada hubungannya dengan terapi bisa jadi mengjadi penghalang kepatuhan mengkonsumsi obat ini, dan kemudian ini dibutuhkan tenaga medis terutama apoteker dan perawat untuk dapat memberikan semangat untuk kepatuhan mengkonsumsi obatnya, tidak hanya sebatas menilai saja.
f.       “Melakukan penilaian rasinalitas obat yang diresepkan” disinilah operan apoteker atau farmasi klinik dituntut untuk dapat mengetahui segala macam ilmu tentang obat, dimana kita harus memberikan masukan kepada dokter yang terutama dokter spesialis yang sudah senior atau bahkan hingga professor, dimana mereka mungkin sudah terbiasa dengan pola resep mereka, bahkan akan berbenturan bila ternyata banyak dokter menggunakannya karena diambil manfaat “off label”-nya obat tersebut, dan sebagainya, untuk itulah kreatifitas dan kecerdasan apoteker atau farmasi klinik ditantang untuk dapat berinteraksi dengan dokter disini dan meluruskan semua peresepan yang tidak rasional, karena kita yakin dokter menulis resep tidak sembarangan dan beban terapi ada pada mereka
g.      “Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang digunakan”, dalam hal ini kita menilai pasien dari berbagai kalangan, dari kalangan pasien yang awam tentang terapi hingga pasien itu paham tentang medis atau bahkan pasien itu adalah tenaga kesehatan, akan tetapi pemahaman diberikan kepada siapapun khususnya kepada pasien yang awam, sehingga kita dituntut untuk dapat memahamkan mereka, sekali lagi kita tidak berhenti hanya sebagai penilai saja tetapi kita dituntut peran kita dalam hal ini memahamkan pasien tentang terapi kepada mereka
h.      “Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat”, penyalahgunaan obat bukan seperti hanlnya dalam infotainment atau berita yang isinya pengedar dan Bandar juga pengguna, akan tetapi disini penyalahgunaan obat yang penggunaannya tidak semestinya, dimana obat diberikan tidak ada hubungannya dengan sakitnya atau justru hanya dituntut agar laku atau digunakan kepada pasien karena adanya pihak lain, atau pasien tidak mendapatkan obat yang semestinya.
i.        “Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat”, dimana teknik penggunaan obat kadang berbeda, misalnya obat harus dikunyah dulu akan tetapi pasien tersebut langsung menelan, sehingga obat tidak bekerja secara efektif, dan sebagainya
j.        “Memeriksan adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu kepatuhan minum obat (concordance aids)”, disini kembali adanya peran apoteker untuk mengkaji, bila menemukan keluhan pasien dan ternyata tidak ditemukan terapi untuk pasien maka dapat di komunikasikan kepada DPJP, ataupun ternyata pasien mendapat kesulitan dalam menkonsumsi obat sehingga bila ditemukan adanya hal ini, apoteker atau tenaga farmasi klinik dapat mengusulkan perubahan jenis sediaan, gambaran musah misalnya pasien sulit menelan tablet maka ganti syrup, dan sebagainya
k.      “Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter”, sehingga apoteker punya bukti bahwa pasien menggunakan diluar sepengetahuan dokter, sehingga apoteker harus mengkomunikasikan dengan dokter, atau bila memungkinkan di rumah sakit membuat saja kebijakan bahwa obat diluar obat yang dari rumah sakit termasuk herbal yang belum teruji ataupun tidak masuk dalam formularium rumah sakit maka dilarang dikonsumsi karena dapat menimbulkan efek yang tidak diketahui atau bahkan justru merugikan pasien itu sendiri,
l.        “Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternative yang mungkin digunakan oleh pasien” kalaupun ditemukan maka informasikan hal ini kepada DPJP dengan mekanisme komunikasi yang ada, demi keamanan, keselamtan dan keberhasilan terapi


To be continued………

Tidak ada komentar:

selayang pandang alat - alat di kamar bedah

Selayang pandang tentang alat-alat dasar kamar operasi yang sering digunakan oleh teman-teman sejawat apoteker pada saat melakukan operasi ....