Selasa, 04 Juli 2017

RECALL : Penarikan dan Pemusnahan sediaan farmasi

RECALL

Pengelolaan Perbekalan Farmasi (3)

       7.      Penarikan dan Pemusnahan Sediaan Farmasi

A.    Penarikan
Penarikan bisa dikarenakan adanya berita atau informasi dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) tentang suatu produk perbekalan farmasi yang tidak memenuhi standar, ijin edar ataupun setelah mendapat berbagai laporan adanya kasus atau keanehan atau efek yang merugikan setelah perbekalan farmasi tersebut beredar dipasaran, ataupun adanya laporan dari Tim MESO BPOM yang menginformasikan adanya produk tertentu dengan catatan atau perlakuan kehati-hatian tertentu untuk kemudian ditarik dari peredaran.

Bila ditemukan produk farmasi dipasaran dan diindikasikan merugikan atau berefek merugikan bila digunkan maka dihimbau untuk dilakukan “Voluntary Recall” atau penarikan dengan sukarela oleh pemilik atau pabrik yang memproduksi perbekalan farmasi tersebut kemudian memberikan laporan ke BPOM.

Ada juga pabrik farmasi yang produk farmasi kemudian dicabut ijin edarnya setelah dipertimbangkan ternyata memiliki efek merugikan, atau lebih jauh dicabut ijin produksi bila ternyata produk farmasinya tidak sesuai dengan CPOB, yang berakibat semua produk farmasi yang beredar dipasaran harus ditarik dan dikembalikan ke pabrik kemudian dilaporkan ke BPOM.

Ada juga penarikan yang dilakukan sebelum proses pemusnahan yang dilakukan di rumah sakit, maka proses penarikan yang dilakukan di rumah sakit terlebih dahulu dilakukan identifikasi perbekalan farmasi, yang ditarik dari penyimpana perbekalan farmasi adalah yang rusak dan atau sudah lewat waktu tanggal kadaluwarsa, penarikan dilakukan dari semua lingkungan rumah sakit, baik yang berada di bangsal, unit penunjang hingga bagian-bagian lain yang didalamnya mengelola perbekalan farmasi termasuk didalamnya di bagian farmasi itu sendiri, dibuat daftar perbekalan farmasi apa saja dengan jumlah dan keterangan lain seperlunya.

B.     Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan setelah proses penarikan dengan melibatkan pihak ketiga, kecuali bila rumah sakit mampu melakukan pemusnahan yang ditunjang dengan adanya sarana, prasarana dan sumber daya manusia yang memenuhi syarat.

Sedangkan rumah sakit yang tidak memiliki hal tersebut maka rumah sakit wajib menjalin kerjasama dengan pihak ketiga untuk melakukan proses pemusnahan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana tahapan pemusnahan sesuai dengan PERMENKES nomor 72 tahun 2016 tentang Stadar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit yaitu :
-          Membuat daftar perbekalan farmasi yang akan dilakukan pemusnahan
-          Membuat berita acara pemusnahan perbekalan farmasi
-          Mengkoordinasikan dengan pihak-pihak terkait diluar farmasi (kesehatan lingkungan, rumah tangga, pihak ketiga sebagai pemusnah perbekalan farmasi, dinas kesehatan dan BPOM) tentang jadwal, metode, tempat dan proses pemusnahan.
-          Menyiapkan tempat pemusnahan ( bila memiliki sarana pemusnahan )
-          Melakukan proses pemusnahan ( bila memiliki sarana pemusnahan )

Ada banyak metode pemusnahan yang dilakukan, akan tetapi yang banyak digunakan adalah menggunakan alat pembakar atau “incinerator” dengan membakarnya hingga menjadi abu, dan ini butuh biaya besar, akan tetapi ada juga yang dilakukan dengan cara merendam dalam air dalam kolam, atau ada juga dengan cara mengubur didalam tanah, akan tetapi semua bergantung pada bahan pembuat awal dari perbekalan farmasi itu sendiri, karena ada yang tidak dapat hancur dengan air atau ada bahan perbekalan farmasi yang tidak dapat hancur dengan proses penguburan dalam tanah.

       8.      Pengendalian
Pengendalian dilakukan di rumah sakit mempunyai keuntungan yaitu sedikitnya produk farmasi yang sama beredar di rumah sakit sehingga pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit tersebut dapat efisien, dan selanjutnya dapat mengefisiensikan di bidang lain yaitu keuangan, karena dengan sedikit perbekalan farmasi yang beredar di rumah sakit maka stok atau inventory di gudang farmasi tidak akan banyak item disimpan, dengan sedikit item perbekalan farmasi maka petugas farmasi tidak akan terlalu lama dalam menyiapkan ataupun mencari perbekalan yang dimaksud.

Pengendalian di rumah sakit ini dilakukan bukan hanya oleh bagian farmasi saja, melainkan butuh suatu tim yang didalamnya ada pengguna terbanyak perbekalan farmasi yaitu dokter, tim atau komite yang dibuat tersebut adalah komite atau tim farmasi dan terapi rumah sakit, yang diketuai oleh dokter, dengan selertaris apoteker dan beranggotakan tenaga kesehatan lain ataupun unit penunjang lain seperti dokter, apoteker, tenaga teknis farmasi, perawat, bidan, analis, radiographer, dan sebagainya disesuaikan dengan keperluan.

Untuk selanjutnya tim atau komite farmasi dan terapi membuat pegangan terapi yaitu formularium rumah sakit, dimana dalam formularium berisi daftar perbekalan farmasi, golongan atau guna terapi, dan asal perbekalan farmasi terasebut, formularium rumah sakit umumnya dibuat sejalan dan selaras dengan clinical pathway yang disusun oleh tim clinical pathway.

Sesuai dengan PERMENKES nomor 72 tahun 2016 tentang Stadar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit proses pengendalian yaitu :
-          Penggunaan obat hanya sesuai dengan formualrium rumah sakit
-          Penggunaan obat sesuai dengan terapi dan diagnosis
-          Memastikan bahwa persediaan yang ada di rumah sakit bisa efektif, tidak berlebih, tidak kosong atau kurang, sehingga terhidar dari rusak karena sediaan yang banyak dan kadaluwarsa karena lama di penyimpanan.
Pada suatu waktu tertentu di rumah sakit ditetapkan adanya stok opname, dimana dalam stok opname dapat diidentifikasi perbekalan mana saja fast moving, slow moving, kadaluwarsa dan sekaligus dilakukan penarikan perbekalan mendekati kadaluwarsa, dalam proses stok opname didapatkan informasi yang kemudian digunakan sebagai dasar pengendalalian peredaran perbekalan farmasi.

        9.      Administrasi
Pengertian administrasi disini adalah tertib dalam pencatatan sekaligus pendokumentasian segala proses pengelolaan perbekalan farmasi yang dilakukan berkesinambungan, terus menerus, sehingga akan memudahkan dalam pemeriksanaan, penelusuran, dan penyusunan laporan – laporan pengelolaan farmasi.

Adminsitrasi tidak terpaku pada pencatatan dan pendokumentasian saja, dalam PERMENKES nomor 72 tahun 2016 tentang Stadar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit administrasi meliputi :
-          Pencatatan pelaporan, pelaporan dilakukan untuk dan ke…
Kementrian kesehatan via dinas kesehatan
BPOM
Dasar akreditasi RS (KARS)
Audit baik internal atau eksternal
Dokumentasi

-          Administrasi keuangan
Bila farmasi masih diberi kepercayaan, wewenang dan tanggung jawab mengelola sumber daya keuangan, dan tidak dikelola oleh bagian keuangan tersendiri, atau bila bagian keuangan sudah tersendiri maka farmasi sifatnya membantu dalam hal pencatatan dan dokumentasi

-          Administrasi penghapusan
Proses administrasi penghapusan adalah proses yang dilakukan setelah data-data secara fisik maupun data perbekalan farmasi telah dinyatakan dimusnahkan sehingga data yang tertinggal dihapuskan dari kepemilikan, karena bila belum terhapus maka akan muncul biaya pengelolaan atau kepemilikan yang apa bila dilakukan stok opname maka secara fisik baik barang maupun rupiah tidak ada, akan tetapi secara data fisiknya dianggap masih ada dan kalau secara data fisik ada maka akan muncul rupiah yang dapat membebani keuangan rumah sakit.


       10.      Manajemen resiko pengelolaan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi tidak akan luput dari perbedaan antara perencanaan dan hasil pelaksanaan, antara persiapan dan realita yang terjadi di lapangan, sehingga dibutuhkan adanya analisa dan pengelolaan resiko yang mungkin terjadi dalam proses pelaksaaan pengelolaan
Manajemen resiko yang ada dalam PERMENKES nomor 72 tahun 2016 tentang Stadar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan
a.       Menentukan manajemen resiko apa saja yang akan diterapkan dalam proses pengelolaan perbekalan farmasi
b.      Mengidentifikasi resiko yang akan dihadapi diantaranya :
o   Perencanaan ( perencanaan yang meleset, dsb )
o   Pengadaan ( pengadaan terjadi force major, salah pesan, dsb )
o   Penerimaan ( salah item pengiriman, kurang jumlah, dsb )
o   Distribusi ( keterlambatan pengiriman, ada demo, dsb )
o   Keuangan ( kurang alokasi dana, harga obat berubah, dsb )
o   Penyimpanan ( rusak, kadaluwarsa, dsb )
o   Kehilangan ( tidak terdeteksi di pemakaian, lupa penagihan, dsb )
o   Dispensing ( salah ambil, salah pasien, salah bangsal, dsb )
o   Label ( label terlalu kecil, tidak terbaca, tidak lengkap, dsb )
Untuk itu selanjutnya dilakukanlah analisa resiko yang kemudian dilakukan identifikasi apa saja kesalahan yang sering terjadi untuk kemudian dilakukan penguatan di bagian yang sering terjadi kesalahan.
Setelah dilakukan analisan dan telah dilakukan perbaikan, penguatan serta pengawasan maka selanjutnya dilakukan evaluasi dan perbandingan antara sebelum dilakukan penguatan dan setelah dilakukan pembenahan, apakah ada perbaikan, bila belum maka dianalisa dan dilakukan kembali penguatan dan perbaikan
Mengatasi resiko dapat dilakukan dengan :
-          Melakukan sosialisasi, mengingatkan berulang-ulang hingga membuat kebijakan untuk meluruskan kesalahan yang terjadi
-          Membuat identifikasi kesalahan apa saja yang terjadi dan pilihan tindakan apa saja yang akan dilakukan, sehingga dipilih salah satu bagian yang utama untuk diperbaiki
-          Menganalisa resiko tinggalan atau resiko yang masih ada sekecil mungkin
-          Menerapkan perbaikan dan rencana tindakan perbaikan yang telah ditetapkan pada resiko yang tidak mungkin dihindari dengan cara memindahkan wewenang dan tanggungjawab ( bila memungkinkan ), menahan resiko, memperkecil resiko, atapun dengan mengendalikan resiko


to be continued....

Tidak ada komentar:

selayang pandang alat - alat di kamar bedah

Selayang pandang tentang alat-alat dasar kamar operasi yang sering digunakan oleh teman-teman sejawat apoteker pada saat melakukan operasi ....