Selasa, 08 Oktober 2019

rekonsilasi obat di RS

rekonsilasi obat di RS



Pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada pasien dapat menimbulkan kesalahan dalam pengobatan atau dalam istilahnya kita sebut sebagai medication error dan kesalahan pemberian pengobatan atau Medication error ini dapat terjadi di berbagai tahapan proses pelayanan kesehatan khususnya proses farmasi, salah satunya adalah sesaat pasien akan masuk rumah sakit sebagai pasien baru pada suatu rumah sakit, misalnya lagi pada saat pasien akan dirujuk dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan lain ke rumah sakit, perpindahan kamar (kelas kamar) atau perpindahan bangsal. Sehingga semua hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kesalahan baik dalam komunikasi atau informasi penting terkait obat atau hal lainnya tentang pasien. Dalam penelitian kesalahan komunkasi dan atau informasi ini ternyata menyebabkan kesalahan dalam pelayanan pengbatan pasien selama pasien dirawat dan salah satu upaya untuk meminimalkan medication error tersebut yaitu dengan dilakukannya rekonsiliasi obat oleh tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit.
         Pada penelitian di inggris tentang proses pengobatan pasien yang akan masuk sebagai pasien baru dirumah sakit pada tahun 2009, dimana pasien baru yang masuk sebagai pasien rawat inap di rumah sakit mendapatkan terapi pengobatan yang berbeda, dimana terapi pengobatan yang diterima sebelum masuk rumah sakit (rawat jalan) dibandingkan dengan pasien akan masuk ke rumah sakit ditemukan adanya perbedaan sebanyak 76%, ini menandakan bahwa proses rekonsiliasi terapi obat merupakan salah satu proses yang tidak dapat ditinggalkan.
Pada rangkaian kegiatan pelayanan farmasi di Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Rekonsiliasi obat adalah suatu kegiatan membandingkan instruksi penggunaan obat dengan obat yang diperoleh pasien. Proses ini dapat menjadi salah satu tahap untuk mencegah adanya medication error seperti adanya obat yang tidak diberikan, dosis obat yang tidak sesuai, duplikasi obat, interaksi antar obat ataupun kontraindikasi obat.
Rekonsiliasi dapat dilakukan setiap adanya perpindahan pelayanan kesehatan, seperti :
  1. Saat pasien masuk rumah sakit sebagai pasien baru
  2. Pasien mengalami perpindahan bangsal ( contoh : dari bangsal penyakit dalam ke bangsal bedah )
  3. Pasien mengalami perpindahan ke unit layanan lain (contoh: dari bangsal rawat inap menuju ke ICU; dari UGD menuju bangsal rawat inap)
  4. Perpindahan dari rumah sakit menuju rumah sakit lain ( kita sebut sebagai rujukan )
  5. Perpindahan pasien dari rumah sakit pulang ke rumah ( sudah sembuh atau atas permintaan pasien )
Sedangkan tujuan dilakukannya penelusuran obat atau rekonsiliasi adalah :
  1. Memastikan informasi yang akurat atau valid tentang obat yang digunakan pasien
  2. Mencegah dan mengidentifikasi bila ditemukan ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi pengobatan
  3. Mencegah dan mengidentifikasi bila ditemukan ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya atau tidak tersampaikannya instruksi pengobatan
Rekonsiliasi di rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (utamanya oleh bagian farmasi) dalam beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu :
  1. Pengumpulan data
      Pada tahap ini, tenaga kesehatan yang melakukan pencarian data yang kemudian di catat sebagai data pengbatan dan memverifikasi obat yang sedang dan yang akan digunakan oleh pasien.
Data dokumen yang perlu dicatat pada awal rekonsiliasi ini diantaranya yaitu
-          nama obat,
-          dosis obat,
-          frekuensi pemberian,
-          rute,
-          obat mulai digunakan,
-          obat mulai dihentikan,
-          adakah penggantian obat,
-          adakah riwayat alergi obat,
-          adakah efek samping obat yang pernah dialami oleh pasien.
        Dokumen yang akan dicatat dan dikumpulkan dapat diperoleh dari pasien langsung, keluarga pasien, rekam medis, obat yang dibawa pasien ketika masuk rumah sakit, dan catat daftar obat pasien dalam formulir rekonsiliasi. Pencatatan data obat yang digunakan kira-kira tidak lebih dari kurun waktu 3 (tiga) bulan, sedangkan efek samping dan riwayat alergi tidak dibatasi oleh waktu
  1. Komparasi (perbandingan data dokumen)
      Setelah dilakukan pengumpulan data dan mendokumentasikannya, maka langkah selanjutnya adalah komparasi atau membandingkan data obat yang pernah, sedang dan akan digunakan. Bila ada ketidakcocokan (discrepancy) atau jika ditemukan perbedaan di antara data-data yang diperoleh maka dilakukan konfirmasi untuk validasi terapi. Ketidakcocokan ini dapat terjadi dikarenakan beberapa sebab diantaranya :
-          adanya obat yang hilang,
-          adanya penambahan atau penggantian obat yang tak terdokumentasikan,
-          terapi yang tidak tercantum dalam rekam medis.
Ketidakcocokan yang ditemukan dapat saja bersifat disengaja (intentional) oleh pemberi terapi, baik pada saat penulisan resep ataupun saat memberikan terapi, serta bersifat tidak disengaja (unintentional) di mana pemberi terapi tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan resep dikarenaan sesuatu dan lain hal.
  1. Melakukan konfirmasi kepada tenaga medis pemberi terapi
     Konfirmasi ini dilakukan apabila dalam proses komparasi ditemukan adanya ketidakcocokan maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan yaitu konfirmasi kepada tenaga medis pemberi terapi yang bersangkutan. Konfirmasi yang dilakukan meliputi :
  1. menentukan perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja
  2. mendokumentasikan dasar alasan dari perbedaan tersebut
  3. memberikan tanda tangan, tanggal dan waktu dilakukan rekonsiliasi obat
  4. komunikasi lanjut
       Jika sudah dilakukan konfirmasi kepada dokter dan memperoleh jawaban dari ketidakcocokan tersebut maka langkah selanjutnya yaitu melakukan komunikasi kepada tenaga kesehatan lain seperti perawat atau bidan, pasien, dan keluarga pasien.
Berikut terdapat beberapa contoh rekonsiliasi obat :
  1. Ketidakcocokan/perbedaan yang tidak didokumentasikan
      Seorang pasien menerima terapi atenolol untuk hipertensi dirawat di tempat operasi. Dokter mengaku tidak memesan/meresepkan atenolol ketika pasien masuk karena dikhawatirkan akan terjadi perioperative hypotension. Alasan tersebut tidak didokumentasikan di rekam medis. Pasien dipulangkan hari ketiga pasca operasi dan diberikan resep yang tidak termasuk obat atenolol. Pasien merasa ragu apakah terapi atenolol tidak dilanjutkan di rumah, dan pasien menghubungi dokter keluarga untuk meminta saran. Dokter keluarga menghubungi dokter bedah yang bersangkutan dan menanyakan mengenai terapi atenolol. Namun dokter bedah tidak mengetahui alasan atenolol tidak diberikan dan kemudian menghubungi apotek untuk menanyakan hal tersebut. Apoteker tidak memiliki catatan mengenai perubahan terapi. Apoteker di unit bedah menghubungi dokter namun yang bersangkutan sedang tidak bertugas.
  1. Ketidakcocokan/perbedaan yang tidak disengaja
  • Seorang pasien geriatri dirawat dirumah sakit dengan diagnose Community-acquired pneumonia. Terapi antibiotik dan terapi symptomatic diresepkan dan dimulai. Dua hari kemudian pasien mengalami infkark miokard dan ditemukan bahwa terapi beta-blocker diabaikan secara tidak sengaja ketika masuk rumah sakit.
  • Seorang pasien dirawat di rumah sakit untuk operasi penggantian tempurung lutut. Setelah 4-5 hari dirawat pasien tidak termotivasi dan menolak untuk bangun dari tempat tidur. Keluarga mengatakan bahwa pasien sudah rutin minum obat anti depresan dan ketika dirawat tidak mendapatkan perintah untuk dilanjutkan. Selanjutnya anti depresan diresepkan dan menyebabkan meningkatnya angka Long of Stay (LOS).
       Melihat pentingnya dari kegiatan rekonsiliasi obat, oleh karena itu rekonsiliasi obat harus dilakukan di rumah sakit ketika terdapat perpindahan pelayanan kesehatan. Hal tersebut dapat menjadi salah satu langkah untuk meminimalkan medication error sehingga indikator patient safety juga dapat ditingkatkan.



Contoh regulasi untuk dasar pelaksanaan rekonsilasi pada rumah sakit
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT 
NOMOR :  ……/ …../………/……..
TENTANG
REKONSILIASI OBAT RUMAH SAKIT 
DIREKTUR RUMAH SAKIT 


MENIMBANG :
1. Bahwa pelayanan instalasi farmasi rumah sakit adalah meliputi pelayanan farmasi klinis.
2.  Bahwa pelayanan farmasi klinis bertujuan untuk mengelola terapi obat dan pengobatan yang diperoleh pasien selama dirawat di rumah sakit.
3. Bahwa dalam pengelolaan terapi obat dan pengobatan pasien saat awal masuk rumah sakit diperlukan kolaburasi antara Dokter Penanggung Jawab (DPJP), Apoteker Penanggung Jawab (APJP) dan perawat,
4. Bahwa terapi obat yang akan diberikan berlandaskan terapi obat yang telah digunakan pasien sebelumnya yang disebut dengan rekonsiliasi obat sehingga terapi obat yang diberikan dapat mencapai efek terapi yang diinginkan dan menghindari permasalahan terkait obat atau Drug Related Problems (DRP’s).
5. Bahwa dalam proses rekonsiliasi obat diperlukan kebijakan rumah sakit yang mengatur tentang rekonsiliasi di rumah sakit 
                                   
                                   
MENGINGAT          :
1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1963 tentang Farmasi.
3.  Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004  tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.


MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
KESATU :
Perlu adanya proses rekonsiliasi obat untuk pasien baru di ruang keperawatan yang dilakukan oleh APJP dibantu oleh perawat.

KEDUA :
Terapi obat pada pasien terkait jenis obat ataupun dosis sebelum masuk ruang  dan harus diketahui oleh DPJP agar terapi berikutnya yang diberikan di ruang  berdasarkan pada terapi sebelumnya yang didapatkan sehingga tidak terjadi medication error terkait salah dosis, duplikasi, salah pemberian obat, dsb.

KETIGA :
APJP mengkomunikasikan dengan DPJP obat-obat yang sebelumnya dikonsumsi pasien dan DPJP menentukan status obat tersebut apakah lanjut, tunda atau henti            .

KEEMPAT :
Kebijakan ini berlaku selama 3 tahun dan akan dilakukan evaluasi minimal 1 tahun sekali.

KELIMA :
Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan dilakukakan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.








Ditetapkan di     :     ………………….
Tanggal                 :   ………………………
RUMAH SAKIT ………………………




Direktur









TEMBUSAN Yth :
1. Wadir Pelayanan Medis
2. Komite Medis
3. Seluruh Dokter di Rumah Sakit 
4. Kepala Bagian Keperawatan
5. Seluruh Kepala Ruang Keperawatan
6. Instalasi Farmasi
7. Arsip


SURAT PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR            : ………./…………/………./…….
TANGGAL        : …………………………….

REKONSILIASI OBAT

Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat yang telah   didapat   pasien.   Rekonsiliasi   dilakukan   untuk   mencegah   terjadinya   kesalahan   Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit kelayanan kesehatan primer dan sebaliknya. 

Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan pasien.
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter.
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.

Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data  Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis, frekuensi,  rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan   dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang  pernah terjadi. Khusus untuk   data   alergi dan efek samping Obat, dicatat tanggal  kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan Obat didapatkan  dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun Obat bebas termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.

b. Komparasi, Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang,berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep.

c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidak sesuaian , maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam.  Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
1. menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja.
2. mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau  pengganti.
3. memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi Obat.

d. Komunikasi, melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi Obat yang diberikan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia  Nomor 58 Tahun 2014  Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.



contoh
FORMULIR REKONSILIASI OBAT
DAN DAFTAR OBAT YANG DIBAWA DARI RUMAH


Nama Pasien       :
No. RM               :      
Tanggal Lahir     :

Tanggal
Daftar obat yang menimbulkan alergi
Seberapa berat alerginya
R: Ringan
S: Sedang
B: berat
Reaksi Alerginya




2.



dst





Jenis obat, obat resep, herbal, atau tcm yang dibawa

Tanggal
Nama obat
Dosis/Frekuensi
Berapa lama
Alasan makan obat
Berlanjut saat rawat inap
Ya
Tidak
1.






2.





3.      dst





Nama pasien / kluerga pasien


………..
Ttd pasien / keluarga pasien


………..
Tanggal :
…………
nama petugas
…………
Ttd petugas
…………



Dari berbagai sumber

selayang pandang alat - alat di kamar bedah

Selayang pandang tentang alat-alat dasar kamar operasi yang sering digunakan oleh teman-teman sejawat apoteker pada saat melakukan operasi ....