Selasa, 09 Oktober 2018

Per-BPOM NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGAWASAN PENGELOLAAN OBAT, BAHAN OBAT, NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DI FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN


BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
NOMOR 4 TAHUN 2018
TENTANG
PENGAWASAN PENGELOLAAN OBAT, BAHAN OBAT, NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DI FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,
Menimbang  : 
a.  bahwa  masyarakat  perlu  dilindungi  dari  risiko  Obat, Bahan  Obat,  Narkotika,  Psikotropika,  dan  Prekursor Farmasi  yang  tidak  terjamin  keamanan,  khasiat  dan mutu  serta  penyimpangan  pengelolaan  Obat,  Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi;
b.  bahwa  untuk  mencegah  penyimpangan  pengelolaan Obat,  Bahan  Obat,  Narkotika,  Psikotropika,  dan Prekursor  Farmasi  di  fasilitas  pelayanan  kefarmasian perlu dilakukan pengawasan;
c.   bahwa  berdasarkan  pertimbangan  sebagaimana dimaksud  dalam  huruf  a  dan  huruf  b,  serta  untuk melaksanakan  ketentuan  Pasal  62  ayat  (1)  Peraturan Pemerintah  Nomor  40  Tahun  2013  tentang  Pelaksanaan Undang–Undang  Nomor  35  Tahun  2009  tentang Narkotika, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Obat  dan  Makanan  tentang  Pengawasan  Pengelolaan Obat,  Bahan  Obat,  Narkotika,  Psikotropika,  dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian;

Mengingat   : 
1.  Ordonansi  Obat  Keras  (Sterkwekende  Geneesmiddlent Ordonnantie, Staatsblad 1949:419);
2.  Undang-Undang  Nomor  5  Tahun  1997  tentang Psikotropika  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia Tahun  1997  Nomor  10,  Tambahan  Lembaran  Negara Republik Indonesia Nomor 3671);
3.  Undang-Undang  Nomor  35  Tahun  2009  tentang Narkotika  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun 2009  Nomor  143,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik Indonesia Nomor 5062);
4.  Undang-Undang  Nomor  36  Tahun  2009  tentang Kesehatan  (Lembaran  Negara  Republik Indonesia  Tahun 2009  Nomor  144,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik Indonesia Nomor 5063);
5.  Undang-Undang  Nomor  44  Tahun  2009  tentang  Rumah Sakit  (Lembaran  Negara  Republik Indonesia  Tahun  2009 Nomor  153,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia Nomor 5072);
6.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  72  Tahun  1998  tentang Pengamanan  Sediaan  Farmasi  dan  Alat  Kesehatan (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1998 Nomor  138,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik Indonesia Nomor 3781);
7.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  51  Tahun  2009  tentang Pekerjaan  Kefarmasian  (Lembaran  Negara  Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
8.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  40  Tahun  2013  tentang Pelaksanaan  Undang-Undang  Nomor  35  Tahun  2009 tentang  Narkotika  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia Tahun  2013  Nomor  96,  Tambahan  Lembaran  Negara Republik Indonesia Nomor 5419);
9.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  27  Tahun  2014  tentang Pengelolaan  Barang  Milik  Negara/Daerah  (Lembaran Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2014  Nomor  92, Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor 5533);
10.  Peraturan  Presiden  Nomor  80  Tahun  2017  tentang Badan  Pengawas  Obat  dan  Makanan  (Lembaran  Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 180);
11.  Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  167/Kab/B.VII/72 tentang  Pedagang  Eceran  Obat  sebagaimana  telah diubah  dengan  Keputusan  Menteri  Kesehatan  Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002  tentang  Perubahan  atas Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  167/Kab/B.VII/72 tentang Pedagang Eceran Obat;
12.  Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor 889/MENKES/PER/V/2011  tentang  Registrasi,  Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara Republik  Indonesia  Tahun  2011  Nomor  322) sebagaimana  telah  diubah  dengan  Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  31  Tahun  2016  tentang  Perubahan atas  Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor 889/MENKES/PER/V/2011  tentang  Registrasi,  Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1137);
13.  Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  9  Tahun  2014 tentang  Klinik  (Berita  Negara  Republik  Indonesia  Tahun 2014 Nomor 232);
14.  Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  75  Tahun  2014 tentang  Pusat  Kesehatan  Masyarakat  (Berita  Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1676);
15.  Peraturan  Kepala  Badan  Pengawas  Obat  dan  Makanan Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit  Pelaksana  Teknis  di  Lingkungan  Badan  Pengawas Obat  dan  Makanan  (Berita  Negara  Republik  Indonesia Tahun 2014 Nomor 1714);
16.  Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  3  Tahun  2015 tentang  Peredaran,  Penyimpanan,  Pemusnahan  dan Pelaporan  Narkotika,  Psikotropika  dan  Prekursor Farmasi  (Berita  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2015 Nomor 74);
17.  Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 7 Tahun  2016  tentang  Pedoman  Pengelolaan  Obat-Obat Tertentu  yang  Sering  Disalahgunakan  (Berita  Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 764);
18.  Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  72  Tahun  2016 tentang  Standar  Pelayanan  Kefarmasian  di  Rumah  Sakit (Berita  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2017  Nomor 49);
19.  Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  73  Tahun  2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 50);
20.  Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  74  Tahun  2016 tentang  Standar  Pelayanan  Kefarmasian  di  Puskesmas (Berita  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2017  Nomor 206);
21.  Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  9  Tahun  2017 tentang Apotek (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 276);
22.  Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  28  Tahun  2017 tentang  Izin  dan  Penyelenggaraan  Praktik  Bidan  (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 954);
23.  Peraturan  Badan  Pengawas  Obat  dan  Makanan  Nomor 26 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas  Obat  dan  Makanan  (Berita  Negara  Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1745);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan  : 
PERATURAN  BADAN  PENGAWAS  OBAT  DAN  MAKANAN TENTANG  PENGAWASAN  PENGELOLAAN  OBAT,  BAHAN OBAT,  NARKOTIKA,  PSIKOTROPIKA  DAN  PREKURSOR FARMASI DI FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:
1.  Obat  adalah  bahan  atau  paduan  bahan,  termasuk produk  biologi  yang  digunakan  untuk  mempengaruhi  atau  menyelidiki  sistem  fisiologi  atau  keadaan  patologi dalam  rangka  penetapan  diagnosis,  pencegahan, penyembuhan,  pemulihan,  peningkatan  kesehatan  dan kontrasepsi untuk manusia.
2.  Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan  standar  dan  mutu  sebagai  bahan  baku  farmasi termasuk baku pembanding.
3.  Narkotika  adalah  obat  yang  berasal  dari  tanaman  atau bukan  tanaman,  baik  sintetis  maupun  semi  sintetis, yang  dapat  menyebabkan  penurunan  atau  perubahan kesadaran,  hilangnya  rasa,  mengurangi  sampai menghilangkan  rasa  nyeri  dan  dapat  menimbulkan ketergantungan,  yang  dibedakan  ke  dalam  golongangolongan  sebagaimana  terlampir  dalam  Undang-Undang tentang Narkotika.
4.  Psikotropika  adalah  obat,  baik  alamiah  maupun  sintetis bukan  Narkotika,  yang  berkhasiat  psikoaktif  melalui pengaruh  selektif  pada  susunan  saraf  pusat  yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
5.  Prekursor  Farmasi  adalah  zat  atau  bahan  pemula  atau bahan  kimia  yang  dapat  digunakan  sebagai  bahan baku/penolong  untuk  keperluan  proses  produksi industri  farmasi  atau  produk  antara,  produk  ruahan, dan  produk  jadi  yang  mengandung  ephedrine, pseudoephedrine,  norephedrine/phenylpropanolamine, ergotamin, ergometrine, atau Potasium Permanganat.
6.  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  adalah  sarana  yang digunakan  untuk  menyelenggarakan  pelayanan kefarmasian,  yaitu  Apotek,  Instalasi  Farmasi  Rumah Sakit,  Instalasi  Farmasi  Klinik,  Puskesmas,  dan  Toko Obat.
7.  Apotek  adalah  sarana  pelayanan  kefarmasian  tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.
8.  Instalasi  Farmasi  Rumah  Sakit  adalah  bagian  dari rumah  sakit  yang  merupakan  unit  pelaksana  fungsional yang  diberikan  kewenangan  untuk  menyelenggarakan, mengkoordinasikan,  mengatur  dan  mengawasi  seluruh kegiatan  pelayanan  farmasi  serta  melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit.
9.  Instalasi  Farmasi  Klinik  adalah  bagian  dari  klinik  atau balai  pengobatan  yang  bertugas  menyelenggarakan, mengoordinasikan,  mengatur  dan  mengawasi  seluruh kegiatan  pelayanan  kefarmasian  serta  melaksanakan pembinaan  teknis  kefarmasian  di  klinik  atau  balai pengobatan.
10.  Pusat  Kesehatan  Masyarakat  yang  selanjutnya  disebut Puskesmas  adalah  fasilitas  pelayanan  kesehatan  yang menyelenggarakan  upaya  kesehatan  masyarakat  dan upaya  kesehatan  perseorangan  tingkat  pertama,  dengan lebih  mengutamakan  upaya  promotif  dan  preventif, untuk  mencapai  derajat  kesehatan  masyarakat  yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
11.  Toko  Obat/Pedagang  Eceran  Obat  yang  selanjutnya disebut  Toko  Obat  adalah  sarana  yang  memiliki  izin untuk  menyimpan  obat  bebas  dan  obat  bebas  terbatas untuk dijual secara eceran.
12.  Praktik  Mandiri  Bidan  yang  selanjutnya  disebut  Bidan Praktik  Mandiri  adalah  tempat  pelaksanaan  rangkaian kegiatan  pelayanan  kebidanan  yang  dilakukan  oleh Bidan secara perorangan.
13.  Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker  dan  telah  mengucapkan  sumpah  jabatan apoteker.
14.  Tenaga  Teknis  Kefarmasian  adalah  tenaga  yang membantu  Apoteker  dalam  menjalani  Pekerjaan Kefarmasian  yang  terdiri  atas  Sarjana  Farmasi,  Ahli Madya  Farmasi,  Analis  Farmasi,  dan  Tenaga  Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
15.  Surat  Izin  Praktik  Apoteker  yang  selanjutnya  disingkat SIPA  adalah  surat  izin  yang  diberikan  kepada  Apoteker untuk  dapat  melaksanakan  praktik  kefarmasian  pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
16.  Surat  Izin  Praktik  Tenaga  Teknis  Kefarmasian  yang selanjutnya  disingkat  SIPTTK  adalah  surat  izin  praktik yang  diberikan  kepada  tenaga  teknis  kefarmasian  untuk dapat  melaksanakan  pekerjaan  kefarmasian  pada fasilitas kefarmasian.
17.  Petugas  adalah  Pegawai  di  lingkungan  Badan  Pengawas Obat  dan  Makanan  yang  diberi  tugas  melakukan pengawasan  pengelolaan  Obat,  Bahan  Obat,  Narkotika, Psikotropika,  dan  Prekusor  Farmasi  berdasarkan  surat perintah tugas.
18.  Kepala  Badan  adalah  Kepala  Badan  Pengawas  Obat  dan Makanan.
Pasal 2
Prekursor  Farmasi  sebagaimana  diatur  dalam  Peraturan
Badan ini dalam bentuk produk jadi/Obat.
BAB II
PENGELOLAAN OBAT, BAHAN OBAT, NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR FARMASI
Bagian Kesatu
Persyaratan
Pasal 3
(1)  Obat,  Narkotika,  Psikotropika  dan  Prekursor  Farmasi yang diedarkan harus memiliki izin edar.
(2)  Obat,  Narkotika,  Psikotropika  dan  Prekursor  Farmasi yang diedarkan harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.
(3)  Persyaratan  keamanan,  khasiat,  dan  mutu  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (2)  sesuai  dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Pengelolaan
Pasal 4
Pengelolaan  Obat,  Bahan  Obat,  Narkotika,  Psikotropika  dan Prekursor  Farmasi  di  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian meliputi kegiatan sebagai berikut:
a.  pengadaan;
b.  penerimaan;
c.  penyimpanan;
d.  penyerahan;
e.  pengembalian;
f.  pemusnahan; dan
g.  pelaporan.
Pasal 5
(1)  Pengelolaan  Bahan  Obat  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal  4  hanya  dapat  dilakukan  di  Fasilitas  Pelayanan Kefarmasian  berupa  Apotek,  Instalasi  Farmasi  Rumah Sakit dan Puskesmas.
(2)  Pengelolaan  Bahan  Obat  oleh  Apotek  dan  Puskesmas sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  hanya  dapat digunakan untuk keperluan peracikan (produksi sediaan secara terbatas).
(3)  Pengelolaan  Bahan  Obat  oleh  Instalasi  Farmasi  Rumah Sakit  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  hanya  dapat digunakan untuk keperluan peracikan (produksi sediaan secara  terbatas)  dan  untuk  keperluan  memproduksi obat.
Pasal 6
(1)  Seluruh  kegiatan  pengelolaan  Obat,  Bahan  Obat, Narkotika,  Psikotropika,  dan  Prekursor  Farmasi  di
Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  wajib  berada  di  bawah tanggung jawab seorang Apoteker penanggung jawab.
(2)  Dalam  melaksanakan  kegiatan  pengelolaan  Obat,  Bahan Obat,  Narkotika,  Psikotropika,  dan  Prekursor  Farmasi, Apoteker  penanggung  jawab  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Apoteker lain dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
(3)  Kegiatan  pengelolaan  Obat  dan  Prekursor  Farmasi sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  oleh  Toko  Obat wajib  berada  di  bawah  tanggung  jawab  seorang  Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab.
(4)  Apoteker  penanggung  jawab  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (1)  dan  Apoteker  lain  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (2)  wajib  memiliki  SIPA  di  Fasilitas  Pelayanan Kefarmasian tersebut.
(5)  Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat  (2)  dan  ayat  (3)  wajib  memiliki  SIPTTK  di  Fasilitas Pelayanan Kefarmasian tersebut.
Pasal 7
Tenaga  Kefarmasian  dalam  melakukan  pengelolaan  obat, bahan obat, narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi di fasilitas  pelayanan kefarmasian  harus sesuai  dengan  standar pelayanan kefarmasian.
Pasal 8
Kegiatan  pengelolaan  Obat,  Bahan  Obat,  Narkotika, Psikotropika  dan  Prekursor  Farmasi  sebagaimana  dimaksud dalam  Pasal  4  wajib  dilaksanakan  sesuai  dengan  Pedoman Teknis  Pengelolaan  Obat,  Bahan  Obat,  Narkotika, Psikotropika  dan  Prekursor  Farmasi  di  Fasilitas  Pelayanan Kefarmasian  tercantum  dalam  Lampiran  yang  merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Bagian Ketiga
Pembinaan
Pasal 9
Dalam  rangka  pengelolaan  Obat,  Bahan  Obat,  Narkotika, Psikotropika  dan  Prekursor  Farmasi,  Badan  Pengawas  Obat dan Makanan melakukan pemantauan, pemberian bimbingan teknis,  dan  pembinaan  terhadap  fasilitas  pelayanan kefarmasian.
BAB III
PENGAWASAN
Pasal 10
(1)  Pengawasan  terhadap  Pengelolaan  Obat,  Bahan  Obat, Narkotika,  Psikotropika  dan  Prekursor  Farmasi  di
Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  dilaksanakan  melalui pemeriksaan oleh Petugas.
(2)  Petugas dalam melaksanakan  pemeriksaan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang untuk:
a.  memasuki  setiap  tempat  yang  diduga  digunakan dalam  kegiatan  pengelolaan  Obat,  Bahan  Obat, Narkotika,  Psikotropika  dan  Prekursor  Farmasiuntuk  memeriksa,  meneliti,  dan  mengambil  contoh segala  sesuatu  yang  digunakan  dalam  kegiatan pengelolaan  Obat,  Bahan  Obat,  Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi;
b.  membuka dan meneliti kemasan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi;
c.  memeriksa  dokumen  atau  catatan  lain  yang  diduga memuat  keterangan  mengenai  kegiatan  pengelolaan
Obat,  Bahan  Obat,  Narkotika,  Psikotropika  dan Prekursor  Farmasi,  termasuk  menggandakan  atau mengutip keterangan tersebut; dan/atau
d.  mengambil  gambar  dan/atau  foto  seluruh  atau sebagian  fasilitas  dan  peralatan  yang  digunakan dalam  pengelolaan  Obat,  Bahan  Obat,  Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi.
(3)  Dalam  melaksanakan  pengawasan  terhadap  Pengelolaan Obat,  Bahan  Obat,  Narkotika,  Psikotropika  dan
Prekursor  Farmasi  di  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian dapat  mengikutsertakan  petugas  instansi  lain  yang
terkait sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(4)    Jika  Petugas  tidak  dilengkapi  dengan  surat  perintah  dan tanda  pengenal  maka  penanggung  jawab  fasilitas pelayanan  kefarmasian  dapat  melakukan  penolakan terhadap pemeriksaan.
Pasal 11
Dalam  hal  hasil  pemeriksaan  menunjukkan  adanya  dugaan atau patut diduga adanya pelanggaran pidana di bidang  Obat dan  Bahan  Obat  termasuk  pidana  di  bidang  Narkotika, Psikotropika,  dan/atau  Prekursor  Farmasi,  dilakukan penyidikan  oleh  penyidik  pegawai  negeri  sipil  sesuai  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
SANKSI
Pasal 12
(1)  Pelanggaran  terhadap  ketentuan  sebagaimana  diatur dalam  Pasal  7  dan  Pasal  8  dikenai  sanksi  administratif berupa:
a.  peringatan tertulis;
b.  penghentian sementara kegiatan; atau
c.  pencabutan izin.
(2)  Sanksi  administratif  berupa  sanksi  peringatan  tertulis sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  a  dapat berupa peringatan atau peringatan keras.
(3)  Sanksi  administratif  berupa  sanksi  pencabutan  izinsebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  c  berupa
rekomendasi  kepada  Dinas  Kesehatan  Provinsi,  Dinas Kesehatan  Kabupaten/Kota  atau  Organisasi  Perangkat
Daerah penerbit izin.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 13
(1)  Pada  saat  Peraturan  Badan  mulai  berlaku,  bagi Puskesmas  yang  belum  memiliki  Apoteker  sebagaipenanggung  jawab  maka  penyelenggaraan  pengelolaan Obat,  Narkotika,  Psikotropika  dan  Prekursor  Farmasi dilakukan  oleh  Tenaga  Teknis  Kefarmasian  atau  tenaga kesehatan  lain  yang  ditugaskan  oleh  Kepala  Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(2)  Penyelenggaraan  pengelolaan  Obat,  Narkotika, Psikotropika  dan  Prekursor  Farmasi  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada  di bawah pembinaan dan pengawasan  Apoteker  yang  ditunjuk  oleh  Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku maka Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 40 Tahun 2013  tentang  Pedoman  Pengelolaan  Prekursor  Farmasi  dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia  Tahun  2013  Nomor  1104)  sepanjang  mengatur mengenai  pengelolaan  Prekursor  Farmasi  di  Apotek,  Instalasi Farmasi  Rumah  Sakit,  dan  Toko  Obat,  dicabut  dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 15
Peraturan  Badan  ini  mulai  berlaku  pada  tanggal diundangkan.

LAMPIRAN
PERATURAN  BADAN  PENGAWAS  OBAT  DAN MAKANAN
NOMOR 4 TAHUN 2018
TENTANG
PENGAWASAN  PENGELOLAAN  OBAT, BAHAN  OBAT,  NARKOTIKA,  PSIKOTROPIKA
DAN  PREKURSOR  FARMASI  DI  FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN.
A.  PEDOMAN  TEKNIS  PENGELOLAAN  OBAT  DAN  BAHAN  OBAT  DI FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN
1.  Pengadaan
1.1.  Pengadaan  Obat  dan  Bahan  Obat  harus  bersumber  dari  Industri Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi.
1.2.  Pengadaan  Obat  oleh  Instalasi  Farmasi  Klinik  pemerintah  dan  Instalasi Farmasi  Rumah  Sakit  pemerintah,  selain  sesuai  dengan  ketentuan angka  1.1,  dapat  bersumber  dari  Instalasi  Farmasi  Pemerintah  sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
1.3.  Dikecualikan  dari  ketentuan  angka  1.1.  pengadaan  Bahan  Obat  oleh Apotek hanya dapat bersumber dari Pedagang Besar Farmasi.
1.4.  Dikecualikan  dari  ketentuan  angka  1.1.  pengadaan  Obat  dan  Bahan Obat  oleh  Puskesmas  dapat  bersumber  dari  Instalasi  Farmasi Pemerintah Daerah atau Pedagang Besar Farmasi.
1.5.  Pengadaan Obat  oleh Puskesmas, selain sesuai dengan ketentuan angka 1.4,  dapat  juga  bersumber  dari  Puskesmas  lain  dalam  satu kabupaten/kota  dengan  persetujuan  tertulis  dari  Instalasi  Farmasi Pemerintah Daerah.
1.6.  Pengadaan Obat bersumber dari Puskesmas lain sebagaimana dimaksud angka 1.5. dilakukan:
a.  apabila  di  Instalasi  Farmasi  Pemerintah  Daerah  terdapat kekosongan stok Obat yang dibutuhkan;
b.  hanya untuk kebutuhan maksimal 1 (satu) bulan;
c.  dengan dilengkapi dokumen LPLPO terkait pengembalian  Obat  dari Puskesmas Pengirim ke Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah;
d.  dengan  dilengkapi   dokumen  LPLPO   terkait   penyaluran  Obat  dari Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah ke Puskesmas Penerima; dan
e.  Obat  dapat  langsung  dikirimkan  dari  Puskesmas  Pengirim  ke Puskesmas Penerima.
1.7.  Pengadaan  Obat  di  Puskesmas  yang  bersumber  dari  Instalasi  Farmasi Pemerintah Daerah  harus berdasarkan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan  Obat  (LPLPO)  yang  ditandatangani  atau  diparaf  Apoteker Penanggung Jawab dan ditandatangani Kepala Puskesmas.
1.8.  Pengadaan  Obat  dan  Bahan  Obat  dari  Industri  Farmasi  atau  Pedagang Besar  Farmasi  harus  dilengkapi  dengan  Surat  Pesanan  sebagaimana contoh yang tercantum dalam Formulir 3.
1.9.  Surat  Pesanan  dapat  dilakukan  menggunakan  sistem  elektronik. Ketentuan surat pesanan secara elektronik sebagai berikut:
a.  sistem  elektronik  harus  bisa  menjamin otoritas  penggunaan  sistem hanya  oleh  Apoteker/Tenaga  Teknis  Kefarmasian  Penanggung Jawab.
b.  mencantumkan  nama  sarana  sesuai  izin  (disertai  nomor  izin)  dan alamat  lengkap  (termasuk  nomor  telepon/faksimili  bila  ada)  dan stempel sarana;
c.  mencantumkan nama fasilitas pemasok beserta alamat lengkap;
d.  mencantumkan  nama,  bentuk  dan  kekuatan  sediaan,  jumlah (dalam  bentuk  angka  dan  huruf)  dan  isi  kemasan  (kemasan penyaluran  terkecil  atau  tidak  dalam  bentuk  eceran)  dari Obat/Bahan Obat yang dipesan;
e.  mencantumkan  nomor urut  surat pesanan, nama kota  dan tanggal dengan penulisan yang jelas;
f.  sistem  elektronik  yang  digunakan  harus  bisa  menjamin ketertelusuran  produk,  sekurang  kurangnya  dalam  batas  waktu  5 (lima) tahun terakhir.
g.  Surat  Pesanan  elektronik  harus  dapat  ditunjukan  dan dipertanggungjawabkan kebenarannya pada saat pemeriksaan, baik oleh  pihak  yang  menerbitkan  surat  pesanan  maupun  pihak  yang menerima menerima surat pesanan.
h.  harus tersedia sistem backup data secara elektronik.
i.  sistem  pesanan  elekronik  harus  memudahkan  dalam  evaluasi  dan penarikan data pada saat dibutuhkan oleh pihak yang menerbitkan surat pesanan dan/atau oleh pihak yang menerima surat pesanan.
j.  pesanan  secara  elektronik  yg  dikirimkan  ke  pemasok  harus dipastikan  diterima  oleh  pemasok,  yang  dapat  dibuktikan  melalui adanya pemberitahuan secara elektronik dari pihak pemasok bahwa pesanan tersebut telah diterima.
1.10.  Apabila  Surat  Pesanan  dibuat  secara  manual,  maka  Surat  Pesanan harus:
a.  asli  dan  dibuat  sekurang-kurangnya  rangkap  2  (dua)  serta  tidak dibenarkan  dalam  bentuk  faksimili  dan  fotokopi.  Satu  rangkap surat  pesanan  diserahkan  kepada  pemasok  dan  1  (satu)  rangkap sebagai arsip;
b.  ditandatangani  oleh  Apoteker/Tenaga  Teknis  Kefarmasian Penanggung  Jawab,  dilengkapi  dengan  nama  jelas,  dan  nomor Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)/Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK) sesuai ketentuan perundang-undangan;
c.  mencantumkan  nama  sarana  sesuai  izin  (disertai  nomor  izin)  dan alamat  lengkap  (termasuk  nomor  telepon/faksimili  bila  ada)  dan stempel sarana;
d.  mencantumkan nama fasilitas pemasok beserta alamat lengkap;
e.  mencantumkan  nama,  bentuk  dan  kekuatan  sediaan,  jumlah (dalam  bentuk  angka  dan  huruf)  dan  isi  kemasan  (kemasan penyaluran  terkecil  atau  tidak  dalam  bentuk  eceran)  dari Obat/Bahan Obat yang dipesan;
f.  diberikan  nomor  urut,  nama  kota  dan  tanggal  dengan  penulisan yang jelas;
g.  sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
1.11.  Apabila  Surat  Pesanan  tidak  dapat  digunakan  karena  suatu  hal,  maka Surat  Pesanan  tersebut  harus  diberi  tanda  pembatalan  yang  jelas  dan diarsipkan bersama dengan Surat Pesanan lainnya.
1.12.  Apabila  Surat  Pesanan  tidak  bisa  dilayani  baik  sebagian  atau seluruhnya, harus meminta surat penolakan pesanan dari pemasok.
1.13.  Apabila  pengadaan  Obat/Bahan  Obat  dilakukan  melalui  sistem pengadaan barang/jasa pemerintah, termasuk e-purchasing maka:
a.  Apoteker  Penanggung  Jawab  menyampaikan  daftar  kebutuhan Obat/Bahan Obat kepada pelaksana sistem pengadaan barang/jasa pemerintah;
b.  Apoteker Penanggung Jawab menyampaikan Surat Pesanan kepada pemasok;
c.  jumlah  pengadaan  Obat  tidak  dalam  jumlah  eceran  (kemasan penyaluran terkecil); 
d.  pengadaan  Obat/Bahan  Obat  dilakukan  oleh  pelaksana  sistem pengadaan barang/jasa pemerintah;
e.  Apoteker  Penanggung  Jawab  harus  memonitor  pelaksanaan pengadaan Obat/Bahan Obat pemerintah;
f.  Apoteker Penanggung Jawab harus menyimpan  salinan  dokumen e-purchasing  atau  dokumen  pengadaan  termasuk  Surat  Perintah Mulai  Kerja  (SPMK)/Surat  Perintah  Kerja  (SPK)  lengkap  beserta daftar dan jumlah Obat/Bahan Obat yang akan diadakan;
1.14.  Arsip  Surat  Pesanan  harus  disimpan  sekurang-kurangnya  selama  5 (lima) tahun berdasarkan tanggal dan nomor urut Surat Pesanan.
1.15.  Arsip  Laporan  Pemakaian  dan  Lembar  Permintaan  Obat  (LPLPO) disimpan  sekurang-kurangnya  selama  5  (lima)  tahun  berdasarkan tanggal dan nomor urut LPLPO.
1.16.  Faktur  pembelian  dan/atau  Surat  Pengiriman  Barang  (SPB)  harus  disimpan bersatu dengan Arsip Surat Pesanan.
1.17.  Surat  penolakan  pesanan  dari  pemasok  harus  diarsipkan  menjadi  satu dengan arsip Surat Pesanan.
1.18.  Seluruh  arsip  harus  mampu  telusur  dan  dapat  ditunjukkan  pada  saat diperlukan.
2.  Penerimaan
2.1.  Penerimaan Obat  dan Bahan Obat  harus berdasarkan Faktur pembelian dan/atau Surat Pengiriman Barang yang sah.
2.2.  Penerimaan  Obat  oleh  Puskesmas  dari  Instalasi  Farmasi  Pemerintah Daerah  harus berdasarkan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
2.3.  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  hanya  dapat  melakukan  penerimaan Obat  dan  Bahan  Obat   yang  ditujukan   untuk   Fasilitas  Pelayanan Kefarmasian tersebut sebagaimana tertera dalam Surat Pesanan.
2.4.  Penerimaan  Obat  dan  Bahan  Obat  harus  dilakukan  oleh Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab.
2.5.  Bila  Apoteker/Tenaga  Teknis  Kefarmasian  Penanggung  Jawab berhalangan  hadir,  penerimaan  Obat  dan  Bahan  Obat  dapat didelegasikan  kepada  Tenaga  Kefarmasian  yang  ditunjuk  oleh Apoteker/Tenaga  Teknis  Kefarmasian  Penanggungjawab.  Pendelegasian dilengkapi  dengan  Surat  Pendelegasian  Penerimaan  Obat/Bahan  Obat menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 9.
2.6.  Selain  sebagaimana  dimaksud  pada  ketentuan  angka  2.5.  Penerimaan Obat/Bahan  Obat  di  Puskesmas  juga  dapat  dilakukan  oleh  tenaga kefarmasian,  tenaga  medis  atau  tenaga  kesehatan  lain  yang  ditunjuk
oleh Kepala Puskesmas.
2.7.  Pada  saat  penerimaan,  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  harus melakukan pemeriksaan:
a.  kondisi  kemasan  termasuk  segel,  label/penandaan  dalam  keadaan baik;
b.  kesesuaian  nama,  bentuk,  kekuatan  sediaan  Obat,  isi  kemasan antara  arsip  Surat Pesanan  (SP)  /  Laporan  Pemakaian  dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dengan Obat/Bahan Obat yang diterima;
c.  kesesuaian antara fisik Obat/Bahan Obat dengan Faktur pembelian/Laporan  Pemakaian  dan  Lembar  Permintaan  Obat  (LPLPO) dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) yang meliputi:
1)  Kebenaran nama produsen, nama pemasok, nama Obat/Bahan Obat,  jumlah,  bentuk,  kekuatan  sediaan  Obat,  dan  isi kemasan;
2)  Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
2.8.  Apabila  hasil  pemeriksaan  ditemukan Obat dan Bahan Obat  yang diterima  tidak  sesuai  dengan  pesanan  seperti  nama,  kekuatan  sediaan Obat,  jumlah  atau  kondisi  kemasan  tidak  baik,  maka  Obat  dan  Bahan Obat  harus  segera  dikembalikan  pada  saat penerimaan. Apabila pengembalian tidak dapat dilaksanakan pada saat penerimaan misalnya pengiriman  melalui  ekspedisi maka dibuatkan Berita Acara  yang menyatakan  penerimaan  tidak  sesuai  dan  disampaikan  ke  pemasok untuk dikembalikan.
2.9.  Jika  pada  hasil  pemeriksaan  ditemukan  ketidaksesuaian  nomor  bets atau  tanggal  kedaluwarsa  antara  fisik  dengan  faktur  pembelian  /Laporan  Pemakaian  dan  Lembar  Permintaan  Obat  (LPLPO)  dan/atau Surat  Pengiriman  Barang  (SPB)  harus  dibuat  koreksi  dan  dikonfirmasi ketidaksesuaian dimaksud kepada pihak pemasok.
2.10.  Jika  pada  hasil  pemeriksaan  dinyatakan  sesuai  dan  kondisi  kemasan baik  maka  Apoteker/Tenaga  Teknis  Kefarmasian  Penanggung  Jawab atau  Tenaga  Kefarmasian  yang  mendapat  delegasi  wajib menandatangani  Faktur  Pembelian  /  Laporan  Pemakaian  dan  Lembar Permintaan  Obat  (LPLPO)  dan/atau  Surat  Pengiriman  Barang  (SPB) dengan mencantumkan nama lengkap, nomor SIPA/SIPTTK dan stempel sarana.
2.11.  Apabila  pengadaan  Obat/Bahan  Obat  dilakukan  melalui  sistem pengadaan barang/jasa pemerintah maka:
a.  penerimaan  Obat/Bahan  Obat  harus  melibatkan  Apoteker/Tenaga Teknis  Kefarmasian  sebagai  Panitia  Penerimaan  Barang  dan  Jasa Pemerintah.  Apabila  Apoteker/Tenaga  Teknis  Kefarmasian  tidak termasuk  dalam  Panitia  Penerima  Barang,  maka  penerimaan dilakukan  oleh  Apoteker  Penanggungjawab  atau  Tenaga
Kefarmasian yang ditunjuk oleh Apoteker Penanggungjawab.
b.  penerimaan  Obat/Bahan  Obat  dari  Pedagang  Besar  Farmasi dilakukan oleh Panitia Penerimaan Barang dan Jasa Pemerintah;
c.  Panitia  Penerimaan  Barang  dan  Jasa  Pemerintah  segera menyerahkan  Obat/Bahan  Obat  kepada  Apoteker  Penanggung Jawab  atau  Tenaga  Kefarmasian  yang  ditunjuk  oleh  Apoteker Penanggungjawab;
d.  Apoteker  Penanggung  Jawab  wajib  mendokumentasikan  salinan Berita  Acara  Serah  Terima  Barang  dan  Berita  Acara  Penyelesaian Pekerjaan.
3.  Penyimpanan
3.1.  Penyimpanan Obat dan Bahan Obat harus :
a.  Dalam wadah asli dari produsen.
b.  Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud huruf a, dalam hal  diperlukan  pemindahan  dari  wadah  asli  nya  untuk  pelayanan resep,  Obat  dapat  disimpan  di  dalam  wadah  baru  yang  dapat menjamin  keamanan,  mutu,  dan  ketertelusuran  obat  dengan dilengkapi  dengan  identitas  obat  meliputi  nama  obat  dan  zat aktifnya,  bentuk  dan  kekuatan  sediaan,  nama  produsen,  jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
c.  Pada kondisi yang sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi yang  memproduksi  Obat/Bahan  Obat  sebagaimana  tertera  pada kemasan  dan/atau  label  sehingga  terjamin  keamanan  dan stabilitasnya.
d.  terpisah  dari  produk/bahan  lain  dan  terlindung  dari  dampak  yang tidak  diinginkan  akibat  paparan  cahaya  matahari,  suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain;
e.  sedemikian  rupa  untuk  mencegah  tumpahan,  kerusakan, kontaminasi dan campur-baur; dan
f.  tidak bersinggungan langsung antara kemasan dengan lantai.
g.  dilakukan  dengan  memperhatikan  bentuk  sediaan  dan  kelas  terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
h.  memperhatikan  kemiripan  penampilan  dan  penamaan  Obat  (Look Alike Sound Alike, LASA) dengan tidak ditempatkan berdekatan dan harus  diberi  penandaan  khusus  untuk  mencegah  terjadinya kesalahan pengambilan Obat
i.  memperhatikan  sistem  First  Expired  First  Out  (FEFO)  dan/atau sistem First In First Out (FIFO)
3.2.  Selain  ketentuan sebagaimana dimaksud angka 3.1, Obat-Obat Tertentu harus disimpan di tempat yang aman berdasarkan analisis risiko  antara lain pembatasan akses personil, diletakkan dalam satu area dan tempat
penyimpanan mudah diawasi secara langsung oleh penanggungjawab.
3.3.  Penyimpanan  Obat  yang  merupakan  Produk  Rantai  Dingin  (Cold  Chain Product) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.  Tempat  penyimpanan  minimal  chiller  untuk  produk  dengan peryaratan penyimpanan suhu 2 s/d 8
o
C dan freezer untuk produk
dengan peryaratan penyimpanan suhu -25 s/d -15oC;
b.  Tempat  penyimpanan  harus  dilengkapi  dengan  alat  monitoring suhu yang terkalibrasi;
c.  Harus dilakukan pemantauan suhu tempat penyimpanan selama 3 (tiga) kali sehari dengan rentang waktu yang memadai;
d.  Tempat  penyimpanan  harus  dilengkapi  dengan  generator  otomatis atau generator manual yang dijaga oleh personil khusus selama 24 jam; dan
e.  Penyimpanan  obat  tidak  terlalu  padat  sehingga  sirkulasi  udara dapat dijaga, jarak antara produk sekitar 1-2 cm.
3.4.  Obat  berupa  elektrolit  konsentrasi  tinggi  (misalnya  kalium  klorida 2meq/ml  atau  yang  lebih  pekat,  kalium  fosfat,  natrium  klorida  lebih pekat dari 0,9% dan magnesium sulfat 50% atau yang lebih pekat)  tidak disimpan  di  unit  perawatan  kecuali  untuk  kebutuhan  klinis  yang penting. 
Penyimpanan  pada  unit  perawatan  pasien  harus  dilengkapi dengan  pengaman,  diberi  label  yang  jelas  dan  disimpan  pada  area  yang dibatasi ketat untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
3.5.  Penyimpanan Obat dan Bahan Obat harus dilengkapi dengan kartu stok, dapat berbentuk kartu stok manual maupun elektronik.
3.6.  Informasi dalam kartu stok sekurang-kurangnya memuat:
a.  Nama Obat/Bahan Obat, bentuk sediaan, dan kekuatan Obat;
b.  Jumlah persediaan;
c.  Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
d.  Jumlah yang diterima;
e.  Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyerahan/penggunaan;
f.  Jumlah yang diserahkan/digunakan;
g.  Nomor  bets  dan  kedaluwarsa  setiap  penerimaan  atau penyerahan/penggunaan; dan
h.  Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
3.7.  Jika pencatatan dilakukan secara elektronik, maka:
a.  Harus tervalidasi, mampu telusur dan dapat ditunjukkan pada saat diperlukan;
b.  Harus  mampu  tertelusur  informasi  mutasi  sekurang-kurangnya  5 (lima) tahun terakhir;
c.  Harus  tersedia  sistem  pencatatan  lain  yang  dapat  dilihat  setiap dibutuhkan.  Hal  ini  dilakukan  bila  pencatatan  secara  elektronik tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.
d.  Harus dapat di salin/copy dan/atau diberikan cetak/printout
3.8.  Pencatatan yang dilakukan harus tertib dan akurat.
3.9.  Penyimpanan  Obat/Bahan  Obat  yang  rusak  dan/atau  kedaluwarsa harus terpisah dari Obat/Bahan Obat yang masih layak guna dan diberi penandaaan yang jelas serta dilengkapi dengan pencatatan berupa kartu stok yang dapat berbentuk kartu stok manual dan/atau elektronik.
3.10.  Melakukan  stok  opname  secara  berkala  sekurang-kurangnya  sekali dalam 6 (enam) bulan.
3.11.  Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stok opname dan  mendokumentasikan  hasil  investigasi  dalam  bentuk  Berita  Acara hasil  investigasi  selisih  stok  menggunakan  contoh  sebagaimana
tercantum  dalam  Formulir  10.  Dokumentasi  harus  mampu  telusur  dan dapat diperlihatkan saat diperlukan.
3.12.  Mutasi  Obat  dari  Instalasi  Farmasi  Rumah  Sakit  ke  depo/unit  antara lain  rawat  inap,  rawat  jalan,  kamar  operasi,  instalasi  gawat  darurat, harus  tercatat  pada  kartu  stok  dengan  disertai  bukti  serah  terima  obat dari  instalasi  farmasi  kepada  depo/unit  menggunakan  contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 8.
4.  Penyerahan
4.1.  Apoteker/Tenaga  Teknis  Kefarmasian  Penanggung  Jawab  wajib bertanggung jawab terhadap penyerahan Obat.
4.2.  Penyerahan  Obat  Golongan  Obat  Keras  kepada  pasien  hanya  dapat dilakukan berdasarkan resep dokter.
4.3.  Instalasi  Farmasi  Rumah  Sakit  hanya  dapat  melayani  resep  Obat berdasarkan resep dari rumah sakit tersebut.
4.4.  Instalasi  Farmasi  Klinik  selain  melayani  resep  dari  klinik  yang bersangkutan, dapat melayani resep dari dokter praktik perorangan atau resep dari klinik lain.
4.5.  Resep  yang  diterima  dalam  rangka  penyerahan  Obat  wajib  dilakukan skrining.
4.6.  Resep  yang  dilayani  harus  asli;  ditulis  dengan  jelas  dan  lengkap;  tidak dibenarkan  dalam  bentuk  faksimili  dan  fotokopi,  termasuk  fotokopi blanko resep.
4.7.  Resep harus memuat:
a.  Nama, Surat Izin Praktik (SIP), alamat, dan nomor telepon dokter;
b.  Tanggal penulisan resep;
c.  Nama, potensi, dosis, dan jumlah obat;
d.  Aturan pemakaian yang jelas;
e.  Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien;
f.  Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep.
4.8.  Fasilitas Pelayanan Kefarmasian hanya dapat menyerahkan Obat kepada pasien.
4.9.  Dikecualikan dari ketentuan pada angka 4.8, selain  dapat menyerahkan Obat kepada pasien, Apotek juga dapat menyerahkan obat kepada:
a.  Apotek lainnya,
b.  Puskesmas,
c.  Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
d.  Instalasi Farmasi Klinik,
e.  Dokter, dan
f.  Bidan Praktik Mandiri.
4.10.  Penyerahan  Obat  sebagaimana  dimaksud  angka  4.9  huruf  a  sampai dengan  huruf  d  hanya  dapat  dilakukan  apabila  terjadi  kelangkaan  stok di  fasilitas  distribusi  dan  terjadi  kekosongan  stok  di  Fasilitas  Pelayanan Kefarmasian  tersebut.  Penyerahan  tersebut  harus  berdasarkan  surat permintaan  tertulis  dengan  menggunakan  contoh  sebagaimana tercantum  dalam  Formulir  5  untuk  Obat  Golongan  Obat  Keras  atau Formulir  7  untuk  Obat  Golongan  Obat  Bebas  Terbatas  yang ditandatangani  oleh  Penanggung  Jawab  Fasilitas  Pelayanan Kefarmasian.
4.11.  Kelangkaan  stok  sebagaimana  dimaksud  pada  angka  4.10  dibuktikan dengan  surat  keterangan  dari  Balai  Pengawas  Obat  dan  Makanan setempat  atau  Dinas  Kesehatan  Kabupaten/Kota  setempat  yang menyatakan  kelangkaan  stok  tersebut  terjadi  di  seluruh  jalur  distribusi di Kabupaten/Kota tersebut.
4.12.  Surat Permintaan Tertulis yang diterima dalam rangka penyerahan Obat wajib dilakukan skrining.
4.13.  Penyerahan  Obat  kepada  Dokter  dan/atau  Bidan  Praktik  Mandiri sebagaimana  dimaksud  angka  4.9  huruf  e  dan  huruf  f  hanya  dapat dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.14.  Penyerahan Obat kepada Dokter sebagaimana dimaksud pada angka 4.9 huruf  e  harus  berdasarkan  surat  permintaan  tertulis  dengan menggunakan  contoh  sebagaimana  tercantum  dalam  Formulir  6  yang ditandatangani  oleh  Dokter  dan  dalam  jumlah  yang  terbatas  sesuai peruntukan.
4.15.  Penyerahan Obat kepada Bidan Praktik Mandiri sebagaimana dimaksud pada  angka  4.9  huruf  f   hanya  yang  diperlukan  untuk  pelayanan antenatal,  persalinan  normal,  penatalaksanaan  bayi  baru  lahir,  nifas, keluarga  berencana,  dan  penanganan  awal  kasus  kedaruratan kebidanan dan bayi baru lahir. 
4.16.  Penyerahan  Obat  sebagaimana  dimaksud  pada  angka  4.15   harus berdasarkan  surat  pesanan  kebutuhan  obat  dengan  menggunakan contoh  sebagaimana  tercantum  dalam  Formulir  4  yang  ditandatangani oleh  Bidan  yang  bersangkutan  dan  dalam  jumlah  yang  terbatas  sesuai peruntukan.
4.17.  Penyerahan  Obat  hanya  dapat  dilakukan  dalam  bentuk  obat  jadi, termasuk dalam bentuk racikan obat.
4.18.  Resep Obat dengan permintaan iter dilarang diserahkan sekaligus.
4.19.  Penggunaan resep dalam bentuk elektronik di dalam penyerahan Obat di Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas diperbolehkan dengan ketentuan:
a.  Pelayanan  resep  elektronik  hanya  dapat  diselenggarakan  oleh sarana yang mengeluarkan resep elektronik tersebut;
b.  Tersedia  sistem  dokumentasi  yang  baik  sehingga  resep  elektronik mampu telusur dan dapat ditunjukkan pada saat diperlukan.
4.20.  Salinan  resep  adalah  salinan  yang  dibuat  dan  ditandatangani  oleh apoteker menggunakan blanko salinan  resep  dan bukan berupa fotokopi dari  resep  asli.  Salinan  resep  selain  memuat  semua  keterangan  yang terdapat dalam resep asli, harus memuat pula:
a.  Nama, alamat, dan nomor surat izin sarana;
b.  Nama dan nomor Surat Izin Praktek Apoteker;
c.  Tanda  det  atau  detur  untuk  obat  yang  sudah  diserahkan;  tanda nedet atau ne detur untuk obat yang belum diserahkan;
d.  Nomor resep dan tanggal pembuatan;
e.  Stempel sarana.
4.21.  Resep  dan/  atau  surat  permintaan  tertulis  harus  mampu  telusur  dan dapat ditunjukkan pada saat diperlukan.
4.22.  Resep  dan/  atau  surat  permintaan  tertulis  disimpan  sekurangkurangnya  selama  5  (lima)  tahun berdasarkan  urutan  tanggal  dan nomor urutan penerimaan resep.
4.23.  Resep dan/ atau surat permintaan tertulis  yang telah disimpan melebihi 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan.
4.24.  Pemusnahan  resep  dilakukan  dengan  cara  dibakar  atau  dengan  cara lain  yang  sesuai  oleh  Apoteker  Penanggung  Jawab  dan  disaksikan  oleh sekurang-kurangnya seorang petugas  fasilitas pelayanan kefarmasian.
4.25.  Pada pemusnahan resep, harus dibuat Berita Acara Pemusnahan.
4.26.  Pemusnahan  resep  wajib  dilaporkan  dengan  melampirkan  Berita  Acara Pemusnahan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dan tembusan Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat.
4.27.  Penyerahan produk rantai dingin (Cold Chain Product) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.  Penyerahan  dilakukan  kepada  dokter  penulis  resep,  tenaga kesehatan  yang  melakukan  tindakan  atau  sampai  dengan  produk ditempatkan  ke  tempat  penyimpanan  lain  sesuai  persyaratan penyimpanan;
b.  Pengiriman  menggunakan  wadah  kedap  dengan  yang  dilengkapi icepack/coolpack  sedemikian  rupa  sehingga  dapat  menjaga  suhu selama pengiriman;
c.  Harus  dilakukan  validasi  pengiriman  produk  rantai  dingin menggunakan  wadah  kedap  untuk  menjamin  suhu  pengiriman produk  rantai  dingin  sesuai  dengan  persyaratan  sampai  ke  tangan pelanggan;
d.  Produk  rantai  dingin  tidak  boleh  bersentuhan  langsung  dengan icepack/coolpack; dan
e.  Harus  dilakukan  pemeriksaan  suhu  produk  rantai  dingin  sebelum dilakukan pengiriman dan pada saat penerimaan sesuai pada huruf a.
5.  Pengembalian
5.1.  Pengembalian  Obat  kepada  pemasok  harus dilengkapi dengan dokumenserah  terima  pengembalian  Obat  yang  sah  dan  fotokopi  arsip  Faktur Pembelian.
5.2.  Setiap pengembalian Obat wajib dicatat dalam Kartu Stok.
5.3.  Seluruh dokumen pengembalian harus terdokumentasi  dengan baik dan mampu telusur.
6.  Pemusnahan
6.1.  Apoteker/Tenaga  Teknis  Kefarmasian  Penanggung  Jawab  wajib memastikan  kemasan  termasuk  label  obat   yang  akan  dimusnahkan telah dirusak.
6.2.  Pemusnahan  Obat/Bahan  Obat  dilakukan  sesuai  dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan.
B.  PEDOMAN  TEKNIS  PENGELOLAAN  NARKOTIKA,  PSIKOTROPIKA 
DAN PREKURSOR FARMASI DI FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN
1.  Pengadaan
1.1.  Pengadaan  Narkotika  oleh  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  harus bersumber  dari  Pedagang  Besar  Farmasi  yang  memiliki  Izin  Khusus menyalurkan Narkotika.
1.2.  Pengadaan  Psikotropika,  dan/atau  Prekursor  Farmasi  oleh  Fasilitas Pelayanan Kefarmasian harus bersumber dari Pedagang Besar Farmasi.
1.3.  Dikecualikan  dari  ketentuan  angka  1.1  dan  angka  1.2,  pengadaan Narkotika,  Psikotropika,  dan/atau  Prekursor  Farmasi  oleh  Puskesmas harus bersumber dari Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah.
1.4.  Pengadaan  Narkotika,  Psikotropika,  dan/atau  Prekursor  Farmasi  oleh Puskesmas,  selain  sesuai  dengan  ketentuan  angka  1.3,  dapat  juga bersumber  dari  Puskesmas  lain  dalam  satu  kabupaten/kota  dengan persetujuan tertulis dari Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah.
1.5.  Pengadaan  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi bersumber  dari  Puskesmas  lain  sebagaimana  dimaksud  angka  1.4 dilakukan:
a.  apabila  di  Instalasi  Farmasi  Pemerintah  Daerah  terdapat kekosongan  stok  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor Farmasi yang dibutuhkan;
b.  hanya untuk kebutuhan maksimal 1 (satu) bulan;
c.  dengan dilengkapi dokumen LPLPO terkait pengembalian Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi dari Puskesmas  Pengirim ke Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah; dan
d.  dengan  dilengkapi  dokumen  LPLPO  terkait  penyaluran  Narkotika, Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi  dari  Instalasi  Farmasi Pemerintah Daerah ke Puskesmas Penerima;
e.  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi  dapat langsung  dikirimkan  dari  Puskesmas  Pengirim  ke  Puskesmas Penerima.
1.6.  Pengadaan  Narkotika,  Psikotropika,  dan/atau  Prekursor  Farmasi  harus dilengkapi  dengan  Surat  Pesanan  Narkotika  sebagaimana  contoh  yang tercantum  dalam  Formulir  1,  Surat  Pesanan  Psikotropika  sebagaimana
contoh yang tercantum dalam Formulir 2, atau Surat Pesanan Prekursor Farmasi sebagaimana contoh yang tercantum dalam Formulir 3.
1.7.  Dikecualikan  dari  ketentuan  angka  1.6,  pengadaan  Narkotika, Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi  di  Puskesmas  harus berdasarkan  Laporan  Pemakaian  dan  Lembar  Permintaan  Obat  (LPLPO) yang  ditandatangani  atau  diparaf  Apoteker  Penanggung  Jawab  dan ditandatangani Kepala Puskesmas.
1.8.  Surat  Pesanan  dapat  dilakukan  menggunakan  sistem  elektronik.
Ketentuan surat pesanan secara elektronik sebagai berikut:
a.  sistem  elektronik  harus  bisa  menjamin otoritas  penggunaan  sistem hanya oleh Penanggung Jawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
b.  mencantumkan  nama  sarana  sesuai  izin  (disertai  nomor  izin)  dan alamat  lengkap  (termasuk  nomor telepon/faksimili  bila  ada)  dan stempel sarana;
c.  mencantumkan  nama  fasilitas  distribusi  pemasok  beserta  alamat lengkap;
d.  mencantumkan  nama,  bentuk  dan  kekuatan  sediaan,  jumlah (dalam  bentuk  angka  dan  huruf)  dan  isi  kemasan  (kemasan penyaluran terkecil atau tidak dalam bentuk eceran) dari Obat yang dipesan;
e.  menberikan  nomor  urut,  nama  kota  dan  tanggal  dengan  penulisan yang jelas;
f.  Surat  Pesanan  Narkotika,  Surat  Pesanan  Psikotropika,  Surat Pesanan  Prekursor  Farmasi  dibuat  terpisah  dari  surat  pesanan untuk obat lain.
g.  sistem  elektronik  yang  digunakan  harus  bisa  menjamin ketertelusuran  produk,  sekurang  kurangnya  dalam  batas  waktu  5 (lima) tahun terakhir.
h.  Surat  Pesanan  elektronik  harus  dapat  ditunjukan  dan dipertanggungjawabkan kebenarannya pada saat pemeriksaan, baik oleh  pihak  yang  menerbitkan  surat  pesanan  maupun  pihak  yang menerima menerima surat pesanan.
i.  harus tersedia sistem backup data secara elektronik.
j.  sistem  pesanan  elekronik  harus  memudahkan  dalam  evaluasi  dan penarikan data pada saat dibutuhkan oleh pihak yang menerbitkan surat pesanan dan/atau oleh pihak yang menerima surat pesanan.
k.  pesanan  secara  elektronik  yg  dikirimkan  ke  pemasok  harus dipastikan  diterima  oleh  pemasok,  yang  dapat  dibuktikan  melalui adanya pemberitahuan secara elektronik dari pihak pemasok bahwa pesanan tersebut telah diterima.
l.  Surat pesanan manual (asli) harus diterima oleh pemasok selambatlambatnya  7  (tujuh)  hari  setelah  adanya  pemberitahuan  secara elektronik  dari  pihak  pemasok  bahwa  pesanan  elektronik  telah diterima .
1.9.  Apabila  Surat  Pesanan  dibuat  secara  manual,  maka  Surat  Pesanan harus:
a.  asli  dan  dibuat  sekurang-kurangnya  rangkap  3  (tiga)  serta  tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi. Dua rangkap surat pesanan diserahkan kepada pemasok  dan 1 (satu) rangkap sebagai arsip;
b.  ditandatangani  oleh  Apoteker/Tenaga  Teknis  KefarmasianPenanggung  Jawab,  dilengkapi  dengan  nama  jelas,  dan  nomor Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)/ Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK) sesuai ketentuan perundang-undangan;
c.  dicantumkan  nama  sarana  sesuai  izin  (disertai  nomor  izin)  dan alamat  lengkap  (termasuk  nomor  telepon/faksimili  bila  ada)  dan stempel sarana;
d.  dicantumkan  nama  fasilitas  distribusi  pemasok  beserta  alamat lengkap;
e.  dicantumkan  nama,  bentuk  dan  kekuatan  sediaan,  jumlah  (dalam bentuk  angka  dan  huruf)  dan  isi  kemasan  (kemasan  penyaluran terkecil atau tidak dalam bentuk eceran) dari Obat yang dipesan;
f.  diberikan  nomor  urut,  nama  kota  dan  tanggal  dengan  penulisan yang jelas;
g.  Surat  Pesanan  Narkotika,  Surat  Pesanan  Psikotropika,  Surat Pesanan  Prekursor  Farmasi  dibuat  terpisah  dari  surat  pesanan untuk obat lain.
h.  sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
1.10.  Apabila Surat Pesanan Narkotika, Surat Pesanan Psikotropika dan/atau Surat  Pesanan  Prekursor  Farmasi  tidak  dapat  digunakan  karena  suatu hal,  maka  Surat  Pesanan  tersebut  harus  diberi  tanda  pembatalan  yang
jelas  dan  diarsipkan  bersama  dengan  Surat  Pesanan  Narkotika,  Surat Pesanan  Psikotropika  dan/atau  Surat  Pesanan  Prekursor  Farmasi lainnya.
1.11.  Apabila  Surat  Pesanan  tidak  bisa  dilayani  baik  sebagian  atau seluruhnya, harus meminta surat penolakan pesanan dari pemasok.
1.12.  Apabila    pengadaan    Narkotika,   Psikotropika,   dan/atau  Prekursor Farmasi  dilakukan  melalui  sistem  pengadaan  barang/jasa  pemerintah, termasuk e-purchasing maka:
a.  Apoteker Penanggung Jawab menyampaikan daftar kebutuhan Obat kepada pelaksana sistem pengadaan barang/jasa pemerintah;
b.  Apoteker Penanggung Jawab menyampaikan Surat Pesanan kepada pemasok;
c.  jumlah  pengadaan  Narkotika,  Psikotropika,  dan/atau  Prekursor Farmasi tidak dalam jumlah eceran (kemasan penyaluran terkecil);
d.  pengadaan  Narkotika,  Psikotropika,  dan/atau  Prekursor  Farmasi dilakukan  oleh  pelaksana  sistem  pengadaan  barang/jasa pemerintah;
e.  Apoteker  Penanggung  Jawab  harus  memonitor  pelaksanaan pengadaan obat pemerintah;
f.  Apoteker Penanggung Jawab harus menyimpan salinan dokumen epurchasing  atau  dokumen  pengadaan  termasuk  Surat  Perintah Mulai  Kerja  (SPMK)/Surat  Perintah  Kerja  (SPK)  lengkap  beserta daftar obat dan jumlah obat yang akan diadakan;
1.13.  Fasilitas    Pelayanan    Kefarmasian      yang    tergabung    di    dalam  satu grup,    maka    pengadaan    Surat    Pesanan  Narkotika,    Surat  Pesanan Psikotropika    dan/atau      Surat    Pesanan  Prekursor Farmasi harus
dilakukan oleh masing-masing Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
1.14.  Arsip  Surat  Pesanan  Narkotika,  Surat  Pesanan  Psikotropika  dan/atau Surat  Pesanan  Prekursor  Farmasi  harus  disimpan  sekurang-kurangnya selama  5  (lima)  tahun  berdasarkan  tanggal  dan  nomor  urut  Surat Pesanan.
1.15.  Arsip  Laporan  Pemakaian  dan  Lembar  Permintaan  Obat  (LPLPO) disimpan  sekurang-kurangnya  selama  5  (lima)  tahun  berdasarkan  urut bulan LPLPO.
1.16.  Arsip  Surat  Pesanan  Narkotika,  Surat  Pesanan  Psikotropika  atau  Surat Pesanan  Prekursor  Farmasi  harus  dipisahkan  dengan  arsip  Surat Pesanan produk lain.
1.17.  Faktur  pembelian  Narkotika  dan/atau  Surat  Pengiriman  Barang  (SPB) Narkotika  harus  disimpan  bersatu  dengan  Arsip  Surat  Pesanan Narkotika.
1.18.  Faktur pembelian Psikotropika dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) Psikotropika  harus  disimpan  bersatu  dengan  Arsip  Surat  Pesanan Psikotropika.
1.19.  Faktur pembelian Prekursor Farmasi dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB)  Prekursor  Farmasi  harus  disimpan  bersatu  dengan  Arsip  Surat  Pesanan Prekursor farmasi.
1.20.  Surat  penolakan  pesanan  dari  Pedagang  Besar  Farmasi  harus diarsipkan menjadi satu dengan arsip Surat Pesanan.
1.21.  Seluruh  arsip  harus  mampu  telusur  dan  dapat  ditunjukkan  pada  saat diperlukan.
2.  Penerimaan
2.1.  Penerimaan  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi  oleh Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  harus  berdasarkan  Faktur  pembelian dan/atau Surat Pengiriman Barang yang sah.
2.2.  Dikecualikan  dari  ketentuan  angka  2.1,  penerimaan  Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi  oleh Puskesmas dari Instalasi Farmasi Pemerintah  Daerah  harus berdasarkan Laporan Pemakaian  dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
2.3.  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  hanya  dapat  melakukan  penerimaan Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi  yang  ditujukan untuk  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  tersebut  sebagaimana  tertera dalam Surat Pesanan.
2.4.  Penerimaan  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi  di Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  harus  dilakukan  oleh  Apoteker Penanggung Jawab.
2.5.  Bila  Puskesmas  tidak  memiliki  Apoteker  Penanggung  Jawab sebagaimana  diatur  dalam  ketentuan  angka  2.4,  penerimaan  dapat dilakukan oleh tenaga kefarmasian, tenaga medis atau tenaga kesehatan lain yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas.
2.6.  Bila  Apoteker  Penanggung  Jawab  berhalangan  hadir,  penerimaan Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi  dapat didelegasikan  kepada  Tenaga  Kefarmasian  yang  ditunjuk  oleh  Apoteker Penanggungjawab. Pendelegasian dilengkapi dengan Surat Pendelegasian Penerimaan  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 9.
2.7.  Pada  saat  penerimaan  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor Farmasi,  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  harus  melakukan pemeriksaan:
a.  kondisi  kemasan  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor Farmasi termasuk segel, label/penandaan dalam keadaan baik;
b.  kesesuaian  nama  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor Farmasi, bentuk, kekuatan sediaan Obat, isi kemasan antara arsip Surat  Pesanan  (SP)/  Laporan  Pemakaian  dan  Lembar  Permintaan Obat (LPLPO) dengan obat yang diterima;
c.  kesesuaian antara fisik Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi  dengan  Faktur  pembelian/  Laporan  Pemakaian  dan Lembar  Permintaan  Obat  (LPLPO)  dan/atau  Surat  Pengiriman Barang (SPB) yang meliputi:
1)  Kebenaran  nama  produsen,  nama  pemasok,  nama  Narkotika, Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi,  jumlah,  bentuk, kekuatan sediaan, dan isi kemasan;
2)  Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
2.8.  Apabila  hasil  pemeriksaan  ditemukan  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau Prekursor  Farmasi  yang  diterima  tidak  sesuai  dengan  pesanan  seperti nama, kekuatan sediaan  Obat, jumlah atau kondisi kemasan  tidak baik, maka Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi  harus segera dikembalikan  pada  saat  penerimaan.  Apabila  pengembalian  tidak  dapat dilaksanakan  pada  saat  penerimaan  misalnya  pengiriman  melalui ekspedisi  maka  dibuatkan  Berita  Acara  yang  menyatakan  penerimaan tidak sesuai dan disampaikan ke pemasok untuk dikembalikan.
2.9.  Jika  pada  hasil  pemeriksaan  ditemukan  ketidaksesuaian  nomor  bets atau  tanggal  kedaluwarsa  antara  fisik  dengan  faktur  pembelian/Laporan  Pemakaian  dan  Lembar  Permintaan  Obat  (LPLPO)  dan/atau Surat  Pengiriman  Barang  (SPB)  harus  dibuat  koreksi  dan  dikonfirmasi ketidaksesuaian dimaksud kepada pihak pemasok.
2.10.  Jika  pada  hasil  pemeriksaan  dinyatakan  sesuai  dan  kondisi  kemasan obat  baik  maka  Apoteker  atau  Tenaga  Teknis  Kefarmasian  yang mendapat  delegasi  wajib  menandatangani  Faktur  Pembelian/  Laporan Pemakaian  dan  Lembar  Permintaan  Obat  (LPLPO)  dan/atau  Surat Pengiriman  Barang  (SPB)  dengan  mencantumkan  nama  lengkap,  nomor SIPA/SIPTTK dan stempel sarana.
2.11.  Apabila pengadaan  Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasidilakukan melalui sistem pengadaan barang/jasa pemerintah maka:
a.  penerimaan  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi harus  melibatkan  Apoteker/Tenaga  Teknis  Kefarmasian  sebagai Panitia  Penerimaan  Barang  dan  Jasa  Pemerintah.  Apabila Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian tidak termasuk dalam Panitia Penerima  Barang,  maka  penerimaan  dilakukan  oleh  Apoteker Penanggungjawab  atau  Tenaga  Kefarmasian  yang  ditunjuk  oleh Apoteker Penanggungjawab.
b.  penerimaan  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi dari  Pedagang  Besar  Farmasi  dilakukan  oleh  Panitia  Penerimaan Barang dan Jasa Pemerintah;
c.  Panitia  Penerimaan  Barang  dan  Jasa  Pemerintah  segera menyerahkan  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi kepada Apoteker Penanggung Jawab atau Tenaga Kefarmasian yang ditunjuk oleh Apoteker Penanggungjawab;
d.  Apoteker  Penanggung  Jawab  wajib  mendokumentasikan  salinan Berita  Acara  Serah  Terima  Barang  dan  Berita  Acara  Penyelesaian Pekerjaan.
3.  Penyimpanan
3.1.  Penyimpanan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi harus :
a.  Dalam wadah asli dari produsen.
b.  Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud huruf a, dalam hal  diperlukan  pemindahan  dari  wadah  asli  nya  untuk  pelayanan resep,  obat  dapat  disimpan  di  dalam  wadah  baru  yang  dapat menjamin  keamanan,  mutu,  dan  ketertelusuran  obat  dengan dilengkapi  dengan  identitas  obat  meliputi  nama  obat  dan  zat aktifnya,  bentuk  dan  kekuatan  sediaan,  nama  produsen,  jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
c.  Pada kondisi yang sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi yang  memproduksi  Obat  sebagaimana  tertera  pada  kemasan dan/atau label Obat sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
d.  terpisah  dari  produk  lain  dan  terlindung  dari  dampak  yang  tidak diinginkan  akibat  paparan  cahaya  matahari,  suhu,  kelembaban atau faktor eksternal lain;
e.  sedemikian  rupa  untuk  mencegah  tumpahan,  kerusakan, kontaminasi dan campur-baur; dan
f.  tidak bersinggungan langsung antara kemasan dengan lantai.
g.  dilakukan  dengan  memperhatikan  bentuk  sediaan  dan  kelas  terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
h.  memperhatikan  kemiripan  penampilan  dan  penamaan  Obat  (LASA, Look  Alike  Sound  Alike)  dengan  tidak  ditempatkan  berdekatan  dan harus  diberi  penandaan  khusus  untuk  mencegah  terjadinya kesalahan pengambilan Obat
i.  memperhatikan  sistem  First  Expired  First  Out  (FEFO)  dan/atau sistem First In First Out (FIFO)
3.2.  Narkotika  harus  disimpan  dalam  lemari  khusus  penyimpanan Narkotika.
3.3.  Psikotropika  harus  disimpan  dalam  lemari  khusus  penyimpanan Psikotropika.
3.4.  Prekursor  Farmasi  harus  disimpan  di  tempat  yang  aman  berdasarkan analisis risiko.
3.5.  Analisis  risiko  sebagaimana  dimaksud  angka  3.4  antara  lain pembatasan  akses  personil,  diletakkan  dalam  satu  area  dan  tempat penyimpanan mudah diawasi secara langsung oleh penanggungjawab.
3.6.  Lemari khusus penyimpanan Narkotika harus mempunyai 2 (dua) buah kunci  yang  berbeda,  satu  kunci  dipegang  oleh  Apoteker  Penanggung Jawab  dan  satu  kunci  lainnya  dipegang  oleh  pegawai  lain  yang dikuasakan.
3.7.  Lemari  khusus  penyimpanan  Psikotropika  harus  mempunyai  2  (dua)
buah  kunci  yang  berbeda,  satu  kunci  dipegang  oleh  Apoteker
Penanggung  Jawab  dan  satu  kunci  lainnya  dipegang  oleh  pegawai  lain
yang  dikuasakan.  Apabila  Apoteker  Penanggung  Jawab  berhalangan
hadir dapat menguasakan kunci kepada pegawai lain.
3.8.  Dalam  hal  Apoteker  Penanggung  Jawab  sebagaimana  dimaksud  angka 3.6  dan  angka  3.7  berhalangan  hadir,  Apoteker  Penanggung  Jawab dapat menguasakan kunci kepada pegawai lain
3.9.  Pegawai  lain  sebagaimana  dimaksud  angka  3.6,  angka  3.7,  dan  angka 3.2.8 adalah Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
3.10.  Pemberian  kuasa  sebagaimana  dimaksud  angka  3.6,  angka  3.7,  dan angka  3.8  harus  dilengkapi  dengan  Surat  Kuasa  yang  ditandatangani oleh pihak pemberi kuasa dan pihak penerima kuasa.
3.11.  Surat  Kuasa  harus  diarsipkan  sekurang-kurangnya  selama  5  (lima) tahun.
3.12.  Penyimpanan  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi harus dilengkapi dengan kartu stok, dapat berbentuk kartu stok manual maupun elektronik.
3.13.  Informasi dalam kartu stok sekurang-kurangnya memuat:
a.  Nama,  bentuk  sediaan,  dan  kekuatan  Narkotika,  Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi;
b.  Jumlah persediaan;
c.  Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
d.  Jumlah yang diterima;
e.  Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyerahan;
f.  Jumlah yang diserahkan;
g.  Nomor  bets  dan  kedaluwarsa  setiap  penerimaan  atau  penyerahan; dan
h.  Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
3.14.  Jika pencatatan dilakukan secara elektronik, maka:
a.  Harus tervalidasi, mampu telusur dan dapat ditunjukkan pada saat diperlukan;
b.  Harus  mampu  tertelusur  informasi  mutasi  sekurang-kurangnya  5 (lima) tahun terakhir;
c.  Harus  tersedia  sistem  pencatatan  lain  yang  dapat  dilihat  setiap dibutuhkan.  Hal  ini  dilakukan  bila  pencatatan  secara  elektronik tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.
d.  Harus dapat di salin/copy dan/atau diberikan cetak/printout
3.15.  Pencatatan yang dilakukan harus tertib dan akurat.
3.16.  Narkotika  yang  rusak  dan/atau  kedaluwarsa  harus  disimpan  secara terpisah  dari  Narkotika  yang  layak  guna,  dalam  lemari  penyimpanan khusus Narkotika dan diberi penandaaan yang jelas. 
3.17.  Psikotropika  yang  rusak  dan/atau  kedaluwarsa  harus  disimpan  secara terpisah  dari  Psikotropika  yang  layak  guna,  dalam  lemari  penyimpanan khusus Psikotropika dan diberi penandaaan yang jelas.
3.18.  Prekursor  Farmasi  yang  rusak  dan/atau  kedaluwarsa  harus  disimpan secara aman dan terpisah  dari Prekursor Farmasi yang layak guna serta diberi penandaaan yang jelas.
3.19.  Melakukan  stok  opname  Narkotika  dan  Psikotropika  secara  berkala sekurang-kurangnya  sekali  dalam  1  (satu)  bulan  dan  melakukan  stok opname  Prekursor  Farmasi  secara  berkala  sekurang-kurangnya  sekali dalam 6 (enam) bulan
3.20.  Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stok opname dan  mendokumentasikan  hasil  investigasi  dalam  bentuk  Berita  Acara hasil  investigasi  selisih  stok  menggunakan  contoh  sebagaimana tercantum  dalam  Formulir  10.  Dokumentasi  harus  mampu  telusur  dan dapat diperlihatkan saat diperlukan.
3.21.  Mutasi  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi  dari Instalasi  Farmasi  Rumah  Sakit  ke  depo/unit  antara  lain  rawat  inap, rawat jalan, kamar operasi, instalasi gawat  darurat, harus  tercatat pada kartu stok dengan  disertai bukti serah terima obat dari instalasi farmasi kepada  depo/unit  menggunakan  contoh  sebagaimana  tercantum  dalam Formulir 8.
4.  Penyerahan
4.1.  Penanggung  Jawab  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  wajib  bertanggung jawab terhadap penyerahan  Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi.
4.2.  Penyerahan  Narkotika,  Psikotropika,  dan  Prekursor  Farmasi  Golongan Obat  Keras  kepada  pasien  hanya  dapat  dilakukan  berdasarkan  resep dokter.
4.3.  Resep  yang  diterima  dalam  rangka  penyerahan  Narkotika,  Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi wajib dilakukan skrining.
4.4.  Resep  yang  dilayani  harus  asli;  ditulis  dengan  jelas  dan  lengkap;  tidak dibenarkan  dalam  bentuk  faksimili  dan  fotokopi,  termasuk  fotokopi blanko resep.
4.5.  Instalasi  Farmasi  Rumah  Sakit  dan  Puskesmas  hanya  dapat  melayani resep  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi  berdasarkan resep dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas tersebut.
4.6.  Resep harus memuat:
a.  Nama, Surat Izin Praktik (SIP), alamat, dan nomor telepon dokter;
b.  Tanggal penulisan resep;
c.  Nama, potensi, dosis, dan jumlah obat;
d.  Aturan pemakaian yang jelas;
e.  Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien;
f.  Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep.
4.7.  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  hanya  dapat  menyerahkan  Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi kepada pasien.
4.8.  Selain  dapat  menyerahkan  kepada  pasien,  Apotek  juga  dapat menyerahkan  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi kepada:
a.  Apotek lainnya,
b.  Puskesmas,
c.  Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
d.  Instalasi Farmasi Klinik, dan
e.  Dokter
4.9.  Penyerahan  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi sebagaimana dimaksud angka 4.8 huruf a sampai dengan huruf d hanya dapat  dilakukan  apabila  terjadi  kelangkaan  stok  di  fasilitas  distribusi dan  terjadi  kekosongan  stok  di  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian tersebut.  Penyerahan  tersebut  harus  berdasarkan  surat  permintaan tertulis  dengan  menggunakan  contoh  sebagaimana  tercantum  dalam Formulir  5  untuk  penyerahan  Narkotika/Psikotropika/Prekursor Farmasi  Golongan  Obat  Keras  atau  Formulir  7  untuk  penyerahan Prekursor  Farmasi  Golongan  Obat  Bebas  Terbatas  yang  ditandatangani oleh Penanggung Jawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
4.10.  Selain  ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  angka  4.8,  penyerahan Narkotika,  Psikotropika  dan  Prekursor  Farmasi  Golongan  Obat  Keras oleh  Apotek  kepada  Apotek  lainnya,  Puskesmas,  Instalasi  Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik hanya dapat dilakukan untuk memenuhi  kekurangan  jumlah  berdasarkan  resep  yang  telah  diterima. Penyerahan  tersebut  harus  berdasarkan  surat  permintaan  tertulis  yang sah  dan  dilengkapi  fotokopi  resep  yang  disahkan  oleh  Apoteker Penanggung Jawab.
4.11.  Dikecualikan  dari  ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  angka  4.8, Apotek  dapat  menyerahkan  Prekursor  Farmasi  golongan  obat  bebas terbatas  kepada  Toko  Obat  apabila  terjadi  kelangkaan  stok  di  fasilitas distribusi  dan  terjadi  kekosongan  stok  di  Toko  Obat  tersebut.
Penyerahan  tersebut  harus  berdasarkan  surat  permintaan  tertulis dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 7yang  ditandatangani  oleh  Tenaga  Teknis  Kefarmasian  Penanggung Jawab.
4.12.  Kelangkaan stok sebagaimana dimaksud pada angka 4.9 dan angka 4.11 dibuktikan  dengan  surat  keterangan  dari  Dinas  Kesehatan  Provinsi setempat  yang  menyatakan  kelangkaan  stok  tersebut  terjadi  di  seluruh jalur distribusi di Provinsi tersebut.
4.13.  Penyerahan  Prekursor  Farmasi  Golongan  Obat  Bebas  Terbatas  harus memperhatikan  kewajaran  dan  kerasionalan  jumlah  yang  diserahkan sesuai kebutuhan terapi.
4.14.  Penyerahan  Prekursor  Farmasi  Golongan  Obat  Bebas  Terbatas  di  luar kewajaran  harus  dilakukan  oleh  penanggung  jawab  Fasilitas  Pelayanan Kefarmasian.
4.15.  Penyerahan  Narkotika,  Psikotropika  dan  Prekursor  Farmasi  Golongan Obat  Keras  ke  Dokter  sebagaimana  dimaksud  pada  angka  4.8  huruf  e hanya dapat dilakukan dalam hal:
a.  dokter  menjalankan  praktik  perorangan  dengan  memberikan Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi  melalui suntikan; dan/atau
b.  dokter  menjalankan  tugas  atau  praktik  di  daerah  terpencil  yang tidak  ada  Apotek  atau  sesuai  dengan  ketentuan  peraturanperundang-undangan.
4.16.  Penyerahan  Narkotika,  Psikotropika  dan  Prekursor  Farmasi  Golongan Obat  Keras sebagaimana dimaksud pada angka 4.15  harus berdasarkan surat  permintaan  tertulis  yang  ditandatangani  oleh  Dokter  dan  dalam jumlah yang terbatas sesuai peruntukan.
4.17.  Surat  Permintaan  Tertulis  yang  diterima  Apotek  dalam  rangka penyerahan Obat wajib dilakukan skrining.
4.18.  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  harus  memerhatikan  penyerahan Prekursor  Farmasi  Golongan  Obat  Bebas  Terbatas  dalam  jumlah  besar secara berulang dalam periode tertentu.
4.19.  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  dilarang  mengulangi  penyerahan  obat atas  dasar  resep  yang  diulang  (iter)  apabila  resep  aslinya  mengandung Narkotika.
4.20.  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  dilarang  menyerahkan  Narkotika berdasarkan  salinan  resep  yang  baru  dilayani  sebagian  atau  belum dilayani sama sekali apabila tidak menyimpan resep asli.
4.21.  Penyerahan  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi  hanya dapat  dilakukan  dalam  bentuk  obat  jadi,  termasuk  dalam  bentuk racikan obat.
4.22.  Resep  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi  dengan permintaan iter dilarang diserahkan sekaligus.
4.23.  Apotek  hanya  dapat  menyerahkan  Narkotika  berdasarkan  resep  yang ditulis oleh dokter yang berpraktek di provinsi yang sama dengan Apotek tersebut,  kecuali  resep  tersebut  telah  mendapat  persetujuan  dari  Dinas Kesehatan  Kabupaten/  Kota  tempat  Apotek  yang  akan  melayani  resep tersebut.
4.24.  Penggunaan  resep  dalam  bentuk  elektronik  di  dalam  penyerahan Narkotika,  Psikotropika  dan  Prekursor  Farmasi  Golongan  Obat  Keras  di Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmasdiperbolehkan dengan ketentuan:
a.  Pelayanan  resep  elektronik  hanya  dapat  diselenggarakan  oleh sarana yang mengeluarkan resep elektronik tersebut;
b.  Tersedia  sistem  dokumentasi  yang  baik  sehingga  resep  elektronik mampu telusur dan dapat ditunjukkan pada saat diperlukan.
4.25.  Salinan  resep  adalah  salinan  yang  dibuat  dan  ditandatangani  oleh apoteker menggunakan blanko salinan resep dan bukan berupa fotokopi dari  resep  asli.  Salinan  resep  selain  memuat  semua  keterangan  yang terdapat dalam resep asli, harus memuat pula:
a.  Nama, alamat, dan nomor surat izin sarana;
b.  Nama dan nomor Surat Izin Praktek Apoteker;
c.  Tanda  det  atau  detur  untuk  obat  yang  sudah  diserahkan;  tanda nedet atau ne detur untuk obat yang belum diserahkan;
d.  Nomor resep dan tanggal pembuatan;
e.  Stempel sarana.
4.26.  Dalam  menyerahkan  Narkotika,  Psikotropika,  atau  Prekursor  Farmasi berdasarkan  resep,  pada  resep  atau  salinan  resep  harus  dicatat  nama, alamat,  dan  nomor  telepon  yang  bisa  dihubungi  dari  pihak  yang mengambil obat.
4.27.  Resep  dan/  atau  surat  permintaan  tertulis  Narkotika  harus  disimpan terpisah dari resep dan/ atau surat permintaan tertulis lainnya.
4.28.  Resep dan/ atau surat permintaan tertulis Psikotropika harus disimpan terpisah dari resep dan/ atau surat permintaan tertulis lainnya.
4.29.  Resep  dan/  atau  surat  permintaan  tertulis  Prekursor  Farmasi  harus disimpan  terpisah  dari  resep  dan/  atau  surat  permintaan  tertulis lainnya.
4.30.  Resep  yang  di  dalamnya  tertulis  Narkotika  bersama  Psikotropika dan/atau  Prekursor  Farmasi  harus  disimpan  bergabung  dengan  resep Narkotika lainnya.
4.31.  Resep  yang  di  dalamnya  tertulis  Psikotropika  bersama  Prekursor Farmasi harus disimpan bergabung dengan resep Psikotropika lainnya.
4.32.  Resep  dan/  atau  surat  permintaan  tertulis  harus  mampu  telusur  dan dapat ditunjukkan pada saat diperlukan.
4.33.  Resep  dan/  atau  surat  permintaan  tertulis  disimpan  sekurangkurangnya  selama  5  (lima)  tahun  berdasarkan  urutan  tanggal  dan nomor urutan penerimaan resep.
4.34.  Resep dan/ atau surat permintaan tertulis yang telah disimpan melebihi 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan.
4.35.  Pemusnahan  resep  dilakukan  dengan  cara  dibakar  atau  dengan  cara lain  yang  sesuai  oleh  Apoteker  Penanggung  Jawab  dan  disaksikan  oleh sekurang-kurangnya seorang petugas  Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
4.36.  Pada pemusnahan resep, harus dibuat Berita Acara Pemusnahan.
4.37.  Pemusnahan  resep  wajib  dilaporkan  dengan  melampirkan  Berita  Acara Pemusnahan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dan tembusan Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat.
5.  Pengembalian
5.1.  Pengembalian  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor  Farmasi kepada  pemasok  harus  dilengkapi  dengan  dokumen  serah  terima pengembalian Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi yang sah dan fotokopi arsip Faktur Pembelian.
5.2.  Setiap  pengembalian  Narkotika,  Psikotropika  dan/atau  Prekursor Farmasi wajib dicatat dalam Kartu Stok.
5.3.  Seluruh dokumen pengembalian harus terdokumentasi dengan baik dan mampu telusur.
5.4.  Dokumen  pengembalian  yang  memuat  Narkotika  harus  disimpan terpisah dari dokumen pegembalian obat lainnya.
5.5.  Dokumen  pengembalian  yang  memuat  Psikotropika  harus  disimpan terpisah dari dokumen pegembalian obat lainnya.
5.6.  Dokumen  pengembalian  yang  memuat  Prekursor  Farmasi  harus disimpan terpisah dari dokumen pegembalian obat lainnya.
6.  Pemusnahan
6.1.  Penanggung  Jawab  Fasilitas  Pelayanan  Kefarmasian  wajib  memastikan kemasan  termasuk  label  Narkotika,  Psikotropika,  dan/atau  Prekursor Farmasi  yang akan dimusnahkan telah dirusak.
6.2.  Pemusnahan  Narkotika,  Psikotropika,  dan/atau  Prekursor  Farmasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7.  Pelaporan
7.1.  Pelaporan  Pemasukan  dan  Penyerahan/Penggunaan  Narkotika  dan Psikotropika  dilakukan  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundangundangan.

Formulir 1
SURAT PESANAN NARKOTIKA
Nomor : .............................
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama  :  ..........
Jabatan  :  ..........
Mengajukan pesanan Narkotika kepada :
Nama Distributor  :  ..........
Alamat  :  ..........
Telp  :  ..........
dengan Narkotika yang dipesan adalah :
(Sebutkan  nama  obat,  bentuk  sediaan,  kekuatan/potensi,  jumlah  dalam  bentuk angka dan huruf)
Narkotika tersebut akan dipergunakan untuk :
Nama Sarana  :  ...........
(Apotek/Instalasi  Farmasi  Rumah  Sakit/Instalasi  Farmasi Klinik)*
Alamat Sarana  :  ...........
Nama  Kota,  Tanggal,  Bulan,  Tahun
Pemesanan
Tanda tangan dan stempel
Nama Apoteker
No. SIPA
*) coret yang tidak perlu
Catt:
  Satu surat pesanan hanya berlaku untuk satu jenis Narkotika
  Surat Pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap

Formulir 2
SURAT PESANAN PSIKOTROPIKA
Nomor : .............................
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama  :  ..........
Jabatan  :  ..........
Mengajukan pesanan Psikotropika kepada :
Nama Distributor  :  ..........
Alamat  :  ..........
Telp  :  ..........
dengan Psikotropika yang dipesan adalah :
(Sebutkan  nama  obat,  bentuk  sediaan,  kekuatan/potensi,  jumlah  dalam  bentuk angka dan huruf)
Psikotropika tersebut akan dipergunakan untuk :
Nama Sarana  :  ...........
(Apotek/Instalasi  Farmasi  Rumah  Sakit/Instalasi  Farmasi Klinik)*
Alamat Sarana  :  ...........
Nama  Kota,  Tanggal,  Bulan,  Tahun
Pemesanan
Tanda tangan dan stempel
Nama Apoteker
No. SIPA
*) coret yang tidak perlu
Catt:
Surat Pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap

Formulir 3
SURAT PESANAN OBAT/BAHAN OBAT/PREKURSOR FARMASI*
Nomor : .............................
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama  :  ..........
Jabatan  :  ..........
Mengajukan pesanan Obat/Bahan Obat/Prekursor Farmasi* kepada :
Nama Distributor  :  ..........
Alamat  :  ..........
Telp  :  ..........
dengan Obat/Bahan Obat/Prekursor Farmasi* yang dipesan adalah :
(Sebutkan  nama  obat,  bentuk  sediaan,  kekuatan/potensi,  jumlah  dalam  bentuk angka dan huruf, isi kemasan)
Obat/Bahan Obat/Prekursor Farmasi tersebut akan dipergunakan untuk :
Nama Sarana  :  ...........
(Apotek/Instalasi  Farmasi  Rumah  Sakit/Instalasi  Farmasi Klinik/Puskesmas/Toko Obat)*
Alamat Sarana  :  ...........
Nama  Kota,  Tanggal,  Bulan,  Tahun
Pemesanan
Tanda tangan dan stempel
Nama  Apoteker/Tenaga  Teknis Kefarmasian
No. SIPA/SIKTTK
*) coret yang tidak perlu
Catt:
Surat Pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap

Formulir 4
SURAT PESANAN KEBUTUHAN OBAT
Nomor : .............................
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama  :  ..........
Mengajukan pesanan Obat kepada :
Nama Apotek  :  ..........
Alamat  :  ..........
Telp  :  ..........
Jenis pemesanan Obat:
No  Nama Obat  Sediaan  Jumlah Obat  tersebut  akan  dipergunakan  pada  Bidan  Praktik  Mandiri  atas  nama
Bidan............ dengan alamat..............
Nama  Kota,  Tanggal,  Bulan,  Tahun
Pemesanan
Tanda tangan dan stempel
Nama Bidan
No. SIPB

Formulir 5
SURAT PERMINTAAN OBAT GOLONGAN OBAT KERAS/
NARKOTIKA/PSIKOTROPIKA/
PREKURSOR FARMASI GOLONGAN OBAT KERAS*
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama  :  ..........
Jabatan  :  ..........
Nama Sarana  :  ..........
(Apotek/Instalasi  Farmasi  Rumah  Sakit/Instalasi  Farmasi Klinik)*
Mengajukan  permintaan  Obat  Golongan  Obat  Keras/Narkotika/Psikotropika/Prekursor Farmasi Golongan Obat Keras* kepada :
Nama Sarana  :  Apotek..........
Alamat  :  ..........
dengan  Obat  Golongan  Obat  Keras/Narkotika/Psikotropika/  Prekursor  Farmasi Golongan Obat Keras * yang diminta adalah :
(Sebutkan  nama  obat,  bentuk  sediaan,  kekuatan/potensi,  jumlah  dalam  bentuk
angka dan huruf)
Yang  akan  digunakan  untuk  memenuhi  kekurangan  Obat  Golongan  Obat  Keras /Narkotika/Psikotropika/  Prekursor  Farmasi  Golongan  Obat  Keras*  dalam  melayani resep:
(Sebutkan  nomor  resep,  tanggal  rese p,  nama  pasien,  jumlah  dalam  resep,  nama fasilitas pelayanan yang menerbitkan resep)
Nama  Kota,  Tanggal,  Bulan,  Tahun
Pemesanan
Tanda tangan dan stempel
Nama Apoteker
No. SIPA
*) coret yang tidak perlu
Catt:
-  Satu Surat Permintaan hanya berlaku untuk satu resep
-  Surat Permintaan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap
-  Dilampirkan kopi resep

Formulir 6
SURAT PERMINTAAN OBAT/
NARKOTIKA/PSIKOTROPIKA/PREKURSOR FARMASI*
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama  :  ..........
Jabatan  :  ..........
No. SIP  :  ..........
Mengajukan permintaan Obat/Narkotika/Psikotropika/Prekursor Farmasi* kepada:
Nama Sarana  :  Apotek..........
Alamat  :  ..........
dengan Obat/Narkotika/Psikotropika/Prekursor Farmasi * yang diminta adalah :
(Sebutkan  nama  obat,  bentuk  sediaan,  kekuatan/potensi,  jumlah  dalam  bentuk angka dan huruf)
Obat/Narkotika/Psikotropika/Prekursor Farmasi* tersebut akan dipergunakan untuk praktik dokter :
Nama Dokter  :  ...........
Alamat Praktik  :  ...........
Nama  Kota,  Tanggal,  Bulan,  Tahun
Pemesanan
Tanda tangan dan stempel
Nama Dokter
No. SIP
*) coret yang tidak perlu
Catt:
-  Satu  Surat  Permintaan  hanya  berlaku  untuk  satu  jenis Obat/Narkotika/Psikotropika/Prekursor Farmasi
-  Surat Permintaan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap

Formulir 7
SURAT PERMINTAAN OBAT GOLONGAN OBAT BEBAS TERBATAS/
PREKURSOR FARMASI GOLONGAN OBAT BEBAS TERBATAS*
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama  :  ..........
Jabatan  :  ..........
Nama Sarana  :  ..........
(Apotek/Instalasi  Farmasi  Rumah  Sakit/Instalasi  Farmasi Klinik/Toko Obat)*
Mengajukan permintaan  Obat Golongan Obat Bebas Terbatas/Prekursor  Farmasi Golongan Obat Bebas Terbatas* kepada :
Nama Sarana  :  Apotek..........
Alamat  :  ..........
dengan  Obat  Golongan  Obat  Bebas  Terbatas/Prekursor  Farmasi  Golongan  Obat Bebas Terbatas* yang diminta adalah :
(Sebutkan  nama  obat,  bentuk  sediaan,  kekuatan/potensi,  jumlah  dalam  bentuk angka dan huruf)
Yang  akan  digunakan  untuk  memenuhi  kekurangan  kebutuhan  harian  Obat Golongan  Obat  Bebas  Terbatas/Prekursor  Farmasi  Golongan  Obat  Bebas  Terbatas* yang diperlukan untuk pengobatan pada tanggal......
Nama  Kota,  Tanggal,  Bulan,  Tahun
Pemesanan
Tanda tangan dan stempel
Nama  Apoteker/Tenaga  Teknis
Kefarmasian
No. SIPA/SIKTTK
*) coret yang tidak perlu
Catt:
-  Satu  Surat  Permintaan  hanya  berlaku  untuk  satu  Obat  Golongan  Obat  Bebas Terbatas/Prekursor Farmasi Golongan Obat Bebas Terbatas
-  Surat Permintaan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap

Formulir 8
CONTOH FORM SERAH TERIMA
OBAT/NARKOTIKA/PSIKOTROPIKA/PREKURSOR FARMASI
DARI INSTALASI FARMASI
Diserahkan obat-obat dari instalasi farmasi ke depo/unit.............. sebagai berikut:
Nama
Narkotika/Psikotropika/
Prekursor Farmasi
Bentuk dan
Kekuatan
Sediaan
Jenis dan Isi
Kemasan
No. Bets  Kedaluwarsa  Jumlah

Yang menyerahkan,  Yang menerima,
.................................  ...........................
Mengetahui,
Ka Instalasi Farmasi
..................................

Formulir 9
CONTOH FORMAT SURAT PENDELEGASIAN KEWENANGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama    :.................
Jabatan    :.................
No. SIPA  :.................
Menyatakan  dalam  hal  saya  tidak  dapat  menjalankan  tugas  sebagai  Apoteker Penanggung  Jawab  dalam  menerima  dalam  rangka  pengadaan  Obat/Bahan Obat/Narkotika/Psikotropika/Prekursor  Farmasi*,  maka  demi  kelancaran penerimaan  pengadaan  Obat/Bahan  Obat/Narkotika/Psikotropika/  Prekursor Farmasi*  di  .............,  saya  mendelegasikan  pelaksanaan  tugas  penerimaan pengadaan  Obat/Bahan  Obat/Narkotika/Psikotropika/  Prekursor  Farmasi*
kepada :
Nama    :..................
Jabatan    : Apoteker Pendamping/Tenaga Teknis Kefarmasian
No. SIPA /SIKTTK   :..................
Demikian surat pendelegasian ini saya buat dengan sebenarnya.
Nama kota, tanggal surat pendelegasian

Penerima delegasi,                                                                         Yang mendelegasikan tugas,
Materai Rp. 6000
(.............................)                                                                      (..........................)
*) coret yang tidak perlu

Formulir 10
BERITA ACARA HASIL INVESTIGASI KETIDAKSESUAIAN STOK
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama  :
Jabatan  :
Nama Sarana  :
Menyatakan  bahwa  pada  hari.....  tanggal.....  bulan....  tahun.....  telah  dilakukan  investigasi  ketidaksesuaian stok Obat/Bahan Obat/Narkotika/Psikotropika/Prekursor Farmasi* dengan hasil sebagai berikut:
No.  Nama Produk/Bahan  Zat Aktif/Kekuatan
Tanggal Stok
Opname
Jumlah
Hasil Investigasi *
Original  Aktual  Satuan  Selisih +/-*) bila dipandang perlu dapat menjadi lampiran
Nama Kota, Tanggal, Bulan, Tahun
Tanda tangan dan stempel
Nama  Apoteker/Tenaga  Teknis
Kefarmasian
No. SIPA/SIKTTK
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
ttd.
PENNY K. LUKITO

Tidak ada komentar:

selayang pandang alat - alat di kamar bedah

Selayang pandang tentang alat-alat dasar kamar operasi yang sering digunakan oleh teman-teman sejawat apoteker pada saat melakukan operasi ....