Instalasi Farmasi Rumah Sakit (Hospital Pharmacy) (7)
Pelayanan Farmasi klinik (3)
3.
Rekonsiliasi obat
Rekonsiliasi di rumah sakit mutlak
dilakukan, dan peran semua petugas farmasi terutama apoteker klinik untuk memastikan
kebenaran terapi ( obat ) pasien dengan diagnose sebelum proses masuk rawat
inap atau sebelum pasien dinyatakan untuk dirawat inap, proses itu dilakukan
dengan cara membandingkan terapi ( obat ) yang pasien dapatkan sebelum masuk
rawat inap baik di ruang poliklinik ataupun di instalasi ( unit / bagian )
gawat darurat, membandingkan terapi ( obat ) pasien yang mengalami perpindahan
ruang bangsal ( misalnya pasien keluar atau masuk ruang intensive care, dan
sebagainya ), serta yang terakhir membandingkan terapi ( obat ) yang didapatkan
pasien saat pasien keluar dari rumah sakit seperti pasien diperbolehkan pulang,
meminta atau memaksa pulang, atau pasien
akan dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan diluar rumah sakit.
Pada intinya bahwa rekonsiliasi ada
membuat rekam jejak terapi yang diberikan kepada pasien selama pasien
mendapatkan terapi di suatu rumah sakit, dimana sebelum masuk rumah sakit,
selama di rumah sakit dan saat pasien keluar dari rumah sakit, semua catatan
terapi terrekam dalam catatan hingga di bagian yang kritis yaitu perpindahan yang
dialami pasien atau adanya berita acara serah terima pasien yang didalamnya
mencantumkan perbekalan farmasi atau obat.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi
tercantum dalam PERMENKES nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit yaitu :
a.
Memastikan informasi yang akurat
tentang obat yang digunakan pasien, disini tenaga kesehatan disyaratkan untuk
dapat memberikan, menyajikan dan sekaligus mendapatkan informasi tentang obat
yang sebelum, selama dan setelah pasien keluar dari pasien secara benar dengan
akurasi data yang baik
b.
Mengidentifikasi ketidaksesuaian
akibat tidak terdokumentasikannya instruksi dokter, sebagai ilustrasi, disini petugas
kesehatan atau petugas farmasi khsususnya apoteker klinik mencari informasi obat
apa saja yang dikonsumsi dan berapa lama serta bagaimana cara mengkonsumsinya
serta keluhan baik sebelum menggunakan serta sesudah hingga sebelum pasien
masuk rumah sakit dan diminta menjalani rawat inap, disimpulkan bila ada obat
yang digunakan tidak sesuai, tidak perlu atau ternyata terapi sudah benar akan
tetapi ada sesuatu hal yang salah misalnya dosis yang kecil atau sebaliknya,
pasien tidak teratur dalam mengkonsumsi atau justru menghentikan terapi atas
keputusan sendiri dan sebagainya
c.
Mengidentifikasi ketidaksesuaian
akibat tidak terbacanya instruksi dokter, di Eropa ataupun Amerika pada masa
sekarang sudah lama mengunakan media elektronik yang sangat mengurangi kesalahan
baca baik dalam rekam medic ataupun resep, di Indonesia beberapa rumah sakit sudah
melakukan rekam catatan medis pasien secara elektronik, bahkan reseppun sudah
secara elektronik, disini penggunaan secara elektronik dapat mengurangi
kesalahan pembacaan, walaupun kesalahan masih ada akan tetapi kesalahan baca
sangat terkurangi, akan tetapi beberapa rumah sakit yang masih menggunakan
rekam medic dan resep secara manual maka identifikasi ini dilakukan dengan cara
konfirmasi ulang dan dituliskan kembali dengan jelas dan benar
Proses rekonsiliasi di rumah sakit
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.
Pengumpulan data, ini dilakukan
dengan cara menelusuri obat yang dibawa pasien, dimana biasanya pasien membawa
obat yang sudah ada datanya, missal nama sarana kesehatan dimana obat
didapatkan, berapa kali konsumsi obat, jenis obat, cara menggunakannya, dan
sebagainya, sedangkan pengumpulan data yang dilakukan bila pasien pindah
bangsal atau ruang perawatan maka data yang dikumpulkan adalah, obat apa saja
yang masih digunakan, obat apa saja yang dihentikan, obat apa yang mengalami
perubahan dosis atau penggantian obat dengan fungsi yang sama, adakah allergy selama
diberi obat, adakah efek samping yang tidak diinginkan, hingga tingkat
keparahan yang disebabkan efek samping karena pemberian obat tersebut, hingga
pasien sesaat sebelum pulang dilakukan pendataan dan biasanya dilakukan bersamaan
dengan menyerahkan dan menerangkan obat pasien untuk pulang.
Pengumpulan data ini dilakukan juga
kepada obat-obat herbal yang dikonsumsi oleh pasien, baik yang tradisional (
seperti jamu gendong ) hingga jamu-jamu yang sudah dalam kemasan modern seperti
jamu dalam kemasan sachet atau bahkan jamu yang sudah dalam bentuk lain seperti
jamu dalam bentuk tablet, capsul, syrup dan sebagainya, kenapa jamu juga perlu
di data, ini perlu karena beberapa jamu memang berefek synergy hingga justru
meningkatkan aktifitas obat, akan tetapi ada juga yang menghilangkan fungsi
obat hingga jamu yang justru antagonis dengan obatnya hingga pasien tidak
mendapatkan kesembuhan
b.
Komparasi atau membandingkan dengan
cara mencocokkan terapi atau obat yang pernah digunakan dan yang sedang atau
akan digunakan, dimana terapi ini disesuaikan dengan keluhan atau diagnose yang
didapatkan pasien, bila terapi sudah tepat maka tidak akan terjadi masalah,
akan tetapi bila didapatkan adanya perbedaan maka hal ini ditulis dan dikonfirmasikan,
rekonsiliasi dengan metode komparasi dilakukan dengan tanya jawab dengan pasien
baik sebelum pasien masuk atau pasien sedang dalam perawatan dimana dokter
terkadang menggunakan obat dengan maksud-maksud tertentu dengan dasar yang
sering kita sebut “off label”, dimana kemudian dokter menggunakan obat tersebut
diambil efek sampingnya dan bukan efek terapi sebenarnya ( contoh misalnya
chlorphenylamin maleat atau dipasaran kita sering menyebutnya CTM, yang mana
obat itu untuk anti allergy akan tetapi dokter sering meresepkan kepada pasien,
karena obat tersebut mempunyai efek samping membuat tidur yang mengkonsumsinya,
untuk itulah kemudian obat tersebut ditulis dengan maksud agar pasien tertidur
dan atau istirahat )
c.
Melakukan konfirmasi dengan DPJP ( Dokter
Penanggung Jawab Pasien ), bila didapatkan hal-hal seperti diatas maka
semestinya petugas farmasi atau apoteker klinik memastikannya atau
mengkonfirmasi dengan DPJP, guna mendapatkan terapi yang pasti dan tepat,
kemudian untuk selanjutnya konfirmasi dipastikan seperti obat dihentikan,
ditunda, diganti atau dilanjutdengan catatan dinaikkan dosis, dikurangi dosis
dan sebagainya,tuliskan dalam rekam medis dengan keterangan dasar alasan dan
masukkan dari apoteker klinik
d.
Komunikasi, komunikasi ini dilakukan
tidak hanya dengan sesama petugas kesehatan seperti perawat, dokter, bidan ahli
gizi dan sebaginya, tetapi komunikasi juga dilakukan juga kepada pasien,
keluarga pasien, penunggu pesien atau orang yang paham dengan terapi atau
pengobatan yang dialami pasien sehingga didapatkan informasi yang akurat dan
kemudian apoteker klinik dapat menyajikan informasi yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan pula.
4.
Pelayanan informasi obat
Pelayanan informasi obat atau yang
sering kita singkat PIO adalah kegiatan farmasi berupa pemberian pelayanan
informasi tentang obat yang tidak terbatas hanya kepada pasien saja tetapi
kepada masyarakat, akan tetapi yang paling utama adalah memang kepada masyarakat,
informasi yang diberikan harus akurat, jelas, up to date, indipenden dan
komprehensif, informasi ini dapat digunakan pula oleh tenaga kesehatan lain
seperti dokter, perawat, bidan atau profesi kesehatan lain termasuk sesama petugas
farmasi.
Tujuan dilakukannya pelayanan
informasi obat (PIO) tercantum dalam PERMENKES nomor 72 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit yaitu :
a.
Menyediakan informasi mengenai obat
b.
Menyediakan informasi untuk
kebijakan penggunaan obat
c.
Menunjang penggunaan obat yang
rasional
Kegiatan pelayanan informasi obat
sangatlah banyak dan berfariasi seperti
a.
Menjawab pertanyaan ( satu arah )
b.
Tanya jawab dengan atau tanpa media
( dua arah )
c.
Dengan media cetak ( leaflet, bulletin,
poster, dsb )
d.
Penyedia informasi untuk tim atau
komite farmasi terapi atau clinical pathway
e.
Bersama dengan tim PKRS ( Penyuluhan
Kesehatan Rumah Sakit ) dalam kegiatan penyuluhan baik internal atau external
rumah sakit
f.
Melakukan dan mengikuti pendidikan berkelanjutan
seperti seminar, symposium, workshop ataupun mengadakan kegiatan secara
internal kepada tenaga teknis kefarmasian
g.
Melakukan penelitian dan
pendampingan penelitian
h.
Melakukan pendampingan kepada siswa
atau mahasiswa yang melakukan pemagangan di rumah sakit baik internal farmasi
atau bagian/unit lain di rumah sakit
To
be continued………
.
1 komentar:
SEMOGA BERMANFAAT
Posting Komentar