Pengelolaan Perbekalan Farmasi (3)
7.
Penarikan dan Pemusnahan Sediaan
Farmasi
A.
Penarikan
Penarikan bisa dikarenakan adanya berita atau informasi dari
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) tentang suatu produk perbekalan farmasi
yang tidak memenuhi standar, ijin edar ataupun setelah mendapat berbagai
laporan adanya kasus atau keanehan atau efek yang merugikan setelah perbekalan
farmasi tersebut beredar dipasaran, ataupun adanya laporan dari Tim MESO BPOM
yang menginformasikan adanya produk tertentu dengan catatan atau perlakuan
kehati-hatian tertentu untuk kemudian ditarik dari peredaran.
Bila ditemukan produk farmasi dipasaran dan diindikasikan
merugikan atau berefek merugikan bila digunkan maka dihimbau untuk dilakukan
“Voluntary Recall” atau penarikan dengan sukarela oleh pemilik atau pabrik yang
memproduksi perbekalan farmasi tersebut kemudian memberikan laporan ke BPOM.
Ada juga pabrik farmasi yang produk farmasi kemudian dicabut
ijin edarnya setelah dipertimbangkan ternyata memiliki efek merugikan, atau
lebih jauh dicabut ijin produksi bila ternyata produk farmasinya tidak sesuai
dengan CPOB, yang berakibat semua produk farmasi yang beredar dipasaran harus
ditarik dan dikembalikan ke pabrik kemudian dilaporkan ke BPOM.
Ada juga penarikan yang dilakukan sebelum proses pemusnahan yang
dilakukan di rumah sakit, maka proses penarikan yang dilakukan di rumah sakit terlebih
dahulu dilakukan identifikasi perbekalan farmasi, yang ditarik dari penyimpana
perbekalan farmasi adalah yang rusak dan atau sudah lewat waktu tanggal
kadaluwarsa, penarikan dilakukan dari semua lingkungan rumah sakit, baik yang
berada di bangsal, unit penunjang hingga bagian-bagian lain yang didalamnya
mengelola perbekalan farmasi termasuk didalamnya di bagian farmasi itu sendiri,
dibuat daftar perbekalan farmasi apa saja dengan jumlah dan keterangan lain
seperlunya.
B.
Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan setelah proses penarikan dengan
melibatkan pihak ketiga, kecuali bila rumah sakit mampu melakukan pemusnahan
yang ditunjang dengan adanya sarana, prasarana dan sumber daya manusia yang
memenuhi syarat.
Sedangkan rumah sakit yang tidak memiliki hal tersebut maka
rumah sakit wajib menjalin kerjasama dengan pihak ketiga untuk melakukan proses
pemusnahan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dimana tahapan pemusnahan
sesuai dengan PERMENKES nomor 72 tahun 2016 tentang Stadar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit yaitu :
-
Membuat daftar perbekalan farmasi
yang akan dilakukan pemusnahan
-
Membuat berita acara pemusnahan
perbekalan farmasi
-
Mengkoordinasikan dengan pihak-pihak
terkait diluar farmasi (kesehatan lingkungan, rumah tangga, pihak ketiga
sebagai pemusnah perbekalan farmasi, dinas kesehatan dan BPOM) tentang jadwal,
metode, tempat dan proses pemusnahan.
-
Menyiapkan tempat pemusnahan ( bila
memiliki sarana pemusnahan )
-
Melakukan proses pemusnahan ( bila
memiliki sarana pemusnahan )
Ada banyak metode pemusnahan yang dilakukan, akan tetapi yang
banyak digunakan adalah menggunakan alat pembakar atau “incinerator” dengan
membakarnya hingga menjadi abu, dan ini butuh biaya besar, akan tetapi ada juga
yang dilakukan dengan cara merendam dalam air dalam kolam, atau ada juga dengan
cara mengubur didalam tanah, akan tetapi semua bergantung pada bahan pembuat
awal dari perbekalan farmasi itu sendiri, karena ada yang tidak dapat hancur
dengan air atau ada bahan perbekalan farmasi yang tidak dapat hancur dengan
proses penguburan dalam tanah.
8.
Pengendalian
Pengendalian dilakukan di rumah sakit mempunyai keuntungan
yaitu sedikitnya produk farmasi yang sama beredar di rumah sakit sehingga
pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit tersebut dapat efisien, dan
selanjutnya dapat mengefisiensikan di bidang lain yaitu keuangan, karena dengan
sedikit perbekalan farmasi yang beredar di rumah sakit maka stok atau inventory
di gudang farmasi tidak akan banyak item disimpan, dengan sedikit item
perbekalan farmasi maka petugas farmasi tidak akan terlalu lama dalam
menyiapkan ataupun mencari perbekalan yang dimaksud.
Pengendalian di rumah sakit ini dilakukan bukan hanya oleh bagian
farmasi saja, melainkan butuh suatu tim yang didalamnya ada pengguna terbanyak
perbekalan farmasi yaitu dokter, tim atau komite yang dibuat tersebut adalah
komite atau tim farmasi dan terapi rumah sakit, yang diketuai oleh dokter,
dengan selertaris apoteker dan beranggotakan tenaga kesehatan lain ataupun unit
penunjang lain seperti dokter, apoteker, tenaga teknis farmasi, perawat, bidan,
analis, radiographer, dan sebagainya disesuaikan dengan keperluan.
Untuk selanjutnya tim atau komite farmasi dan terapi membuat
pegangan terapi yaitu formularium rumah sakit, dimana dalam formularium berisi
daftar perbekalan farmasi, golongan atau guna terapi, dan asal perbekalan
farmasi terasebut, formularium rumah sakit umumnya dibuat sejalan dan selaras dengan
clinical pathway yang disusun oleh tim clinical pathway.
Sesuai dengan PERMENKES nomor 72 tahun 2016 tentang Stadar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit proses pengendalian yaitu :
-
Penggunaan obat hanya sesuai dengan
formualrium rumah sakit
-
Penggunaan obat sesuai dengan terapi
dan diagnosis
-
Memastikan bahwa persediaan yang ada
di rumah sakit bisa efektif, tidak berlebih, tidak kosong atau kurang, sehingga
terhidar dari rusak karena sediaan yang banyak dan kadaluwarsa karena lama di
penyimpanan.
Pada suatu waktu tertentu di rumah sakit ditetapkan adanya
stok opname, dimana dalam stok opname dapat diidentifikasi perbekalan mana saja
fast moving, slow moving, kadaluwarsa dan sekaligus dilakukan penarikan
perbekalan mendekati kadaluwarsa, dalam proses stok opname didapatkan informasi
yang kemudian digunakan sebagai dasar pengendalalian peredaran perbekalan
farmasi.
9.
Administrasi
Pengertian administrasi disini adalah tertib dalam
pencatatan sekaligus pendokumentasian segala proses pengelolaan perbekalan
farmasi yang dilakukan berkesinambungan, terus menerus, sehingga akan
memudahkan dalam pemeriksanaan, penelusuran, dan penyusunan laporan – laporan pengelolaan
farmasi.
Adminsitrasi tidak terpaku pada pencatatan dan pendokumentasian
saja, dalam PERMENKES nomor 72 tahun 2016 tentang Stadar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit administrasi meliputi :
-
Pencatatan pelaporan, pelaporan
dilakukan untuk dan ke…
Kementrian kesehatan via dinas kesehatan
BPOM
Dasar akreditasi RS (KARS)
Audit baik internal atau eksternal
Dokumentasi
-
Administrasi keuangan
Bila farmasi masih diberi kepercayaan, wewenang dan tanggung
jawab mengelola sumber daya keuangan, dan tidak dikelola oleh bagian keuangan
tersendiri, atau bila bagian keuangan sudah tersendiri maka farmasi sifatnya
membantu dalam hal pencatatan dan dokumentasi
-
Administrasi penghapusan
Proses administrasi penghapusan adalah proses yang dilakukan
setelah data-data secara fisik maupun data perbekalan farmasi telah dinyatakan
dimusnahkan sehingga data yang tertinggal dihapuskan dari kepemilikan, karena
bila belum terhapus maka akan muncul biaya pengelolaan atau kepemilikan yang
apa bila dilakukan stok opname maka secara fisik baik barang maupun rupiah
tidak ada, akan tetapi secara data fisiknya dianggap masih ada dan kalau secara
data fisik ada maka akan muncul rupiah yang dapat membebani keuangan rumah
sakit.
10. Manajemen resiko pengelolaan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi tidak
akan luput dari perbedaan antara perencanaan dan hasil pelaksanaan, antara
persiapan dan realita yang terjadi di lapangan, sehingga dibutuhkan adanya
analisa dan pengelolaan resiko yang mungkin terjadi dalam proses pelaksaaan
pengelolaan
Manajemen resiko yang ada dalam PERMENKES
nomor 72 tahun 2016 tentang Stadar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
disebutkan
a. Menentukan manajemen resiko apa saja yang akan diterapkan
dalam proses pengelolaan perbekalan farmasi
b. Mengidentifikasi resiko yang akan dihadapi diantaranya :
o Perencanaan ( perencanaan yang meleset, dsb )
o Pengadaan ( pengadaan terjadi force major, salah pesan, dsb )
o Penerimaan ( salah item pengiriman, kurang jumlah, dsb )
o Distribusi ( keterlambatan
pengiriman, ada demo, dsb )
o Keuangan ( kurang alokasi dana,
harga obat berubah, dsb )
o Penyimpanan ( rusak, kadaluwarsa,
dsb )
o Kehilangan ( tidak terdeteksi di
pemakaian, lupa penagihan, dsb )
o Dispensing ( salah ambil, salah
pasien, salah bangsal, dsb )
o Label ( label terlalu kecil, tidak
terbaca, tidak lengkap, dsb )
Untuk itu
selanjutnya dilakukanlah analisa resiko yang kemudian dilakukan identifikasi
apa saja kesalahan yang sering terjadi untuk kemudian dilakukan penguatan di
bagian yang sering terjadi kesalahan.
Setelah dilakukan
analisan dan telah dilakukan perbaikan, penguatan serta pengawasan maka
selanjutnya dilakukan evaluasi dan perbandingan antara sebelum dilakukan
penguatan dan setelah dilakukan pembenahan, apakah ada perbaikan, bila belum
maka dianalisa dan dilakukan kembali penguatan dan perbaikan
Mengatasi resiko
dapat dilakukan dengan :
-
Melakukan sosialisasi,
mengingatkan berulang-ulang hingga membuat kebijakan untuk meluruskan kesalahan
yang terjadi
-
Membuat identifikasi
kesalahan apa saja yang terjadi dan pilihan tindakan apa saja yang akan
dilakukan, sehingga dipilih salah satu bagian yang utama untuk diperbaiki
-
Menganalisa
resiko tinggalan atau resiko yang masih ada sekecil mungkin
-
Menerapkan
perbaikan dan rencana tindakan perbaikan yang telah ditetapkan pada resiko yang
tidak mungkin dihindari dengan cara memindahkan wewenang dan tanggungjawab (
bila memungkinkan ), menahan resiko, memperkecil resiko, atapun dengan
mengendalikan resiko
to be continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar