Sabtu, 14 Mei 2016

farmasi klinik dasar



Farmasi Klinik Istilah farmasi klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di USA, dengan penekanan pada tugas dan fungsi farmasis yang bekerja langsung bersentuhan dengan pasien. Saat itu farmasi klinik merupakan suatu disiplin ilmu dan profesi yang relatif baru, di mana munculnya disiplin ini berawal dari ketidakpuasan atas norma praktek pelayanan kesehatan pada saat itu dan adanya kebutuhan yang meningkat terhadap tenaga kesehatan profesional yang memiliki pengetahuan komprehensif mengenai obat-obatan khususnya pengobatan. Gerakan itu muncul pada tahun 1960-an dimana farmasi klinik dimulai dari University of Michigan dan University of Kentucky
Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi kesehatan lainnya karena saat itu mungkin seperti yang kita kenal sekarang yaitu tabib, semua kegiatan pengobatan dari mendiagnosa, mengobati hingga merawat hanya dilakukan oleh satu orang yaitu tabib sehingga belum dikenal apa itu Farmasi atau professional Farmasi. Jadi pada masa itu seorang dokter yang mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang “Apoteker” yang menyiapkan obat sekaligus “Perawat”. Semakin lama masalah penyediaan obat semakin rumit, baik formula maupun pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu keahlian tersendiri dan itu dimuali pada tahun 1240 M, dimana Raja Jerman Frederick II memerintahkan pemisahan secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal “Two Silices”. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu direnungkan adalah bahwa akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama.
Dampak revolusi industri merambah dunia farmasi dengan timbulnya industri-industri obat, sehingga terpisahlah kegiatan farmasi di bidang industri obat dan di bidang “penyedia/peracik” obat ( apotek ). Dalam hal ini keahlian kefarmasian jauh lebih dibutuhkan di sebuah industri farmasi dari pada apotek. Dapat dikatakan bahwa farmasi identik dengan teknologi pembuatan obat dan saat itu terkenal dengan orientasi produk.
Dalam bukunya Herfindal dalam bukunya “Clinical Pharmacy and Therapeutics” (1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan “Therapeutic Judgement” dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.

Jadi sebenarnya Farmasi klinik merupakan ilmu kefarmasian yang relatif baru berkembang di Indonesia. Walaupun istilah farmasi klinik sudah mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, yaitu suatu disiplin ilmu farmasi yang menekankan fungsi farmasis untuk memberikan asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) kepada pasien. Bertujuan untuk meningkatkan outcome pengobatan. Secara filosofis, tujuan farmasi klinik adalah untuk memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko, meminimalkan biaya pengobatan, serta menghormati pilihan pasien. Saat ini disiplin ilmu tersebut semakin dibutuhkan dengan adanya paradigma baru tentang layanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Tenaga farmasi yang bekerja di rumah sakit dan komunitas (apotek, puskesmas, klinik, balai pengobatan dan dimanapun terjadi peresepan ataupun penggunaan obat), harus memiliki kompetensi yang dapat mendukung pelayanan farmasi klinik yang berkualitas.
Ada juga yang mengartikan farmasi klinik sebagai suatu keahlian khas ilmu kesehatan yang bertanggung jawab  untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan sesuai dengan kebutuhan pasien, melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan pasien yang memerlukan pendidikan khusus dan atau pelatihan yang terstruktur. Sehingga dapat dirumuskan tujuan farmasi klinik yaitu memaksimalkan efek terapeutik obat, meminimalkan resiko/toksisitas obat, meminimalkan biaya obat.
Kesimpulannya, farmasi klinik merupakan suatu disiplin ilmu kesehatan di mana farmasis memberikan asuhan (“care”; bukan hanya jasa pelayanan klinis) kepada pasien dengan tujuan untuk mengoptimalkan terapi obat dan mempromosikan kesehatan, wellness dan prevensi penyakit.



Farmasi klinik yang dimaksudkan dalam Permenkes nomor 58 tahun 2014 adalah sebagai berikut :
1. pengkajian dan pelayanan resep
pelayanan resep dimulai dari penerimaan resep dimana dalam penerimaan dilihat kejelasan tulisan dalam resep ( dapat terbaca atau tidak ) baru kemudian di schrening, diantaranya adalah administrasi, yaitu kelengkapan yang harus tercantum dalam resep seperti tercantum
a. profil pasien : nama pasien, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, ruangan/poli
b. profil penulis resep : nama dokter, nomor ijin, alamat dokter,tgl ditulis dan paraf penulis
c. dan terapi : nama obat, bentuk sediaan, dosis, jumlah, stabilitas, cara pakai, waktu digunakan, ED atau BUD dan cara menyimpan
2. penelusuran riwayat obat
penelusuran riwayat penggunaan obat paling tidak harus tercantum dalam rekam medik, bila di apotik paling tidak ada catatan resep dari pasien atau pasien berkunjung, dalam penelusuran resep ini dilakukan kegiatan berupa :
a. membandingkan riwayat obat dengan proses pengobatan yang akan dialami pasien ( obat yang sudah dikonsumsi diwaktu lalu dibandingkan apakah sudah selaras dengan indikasi atau sakitnya sekarang ) sehingga apakah ada keterkaitan terapi sekarang dengan yang sebelumnya
b. verifikasi riwayat penggunaan obat ( memastikan terapi yang dahulu sudah tepat, sesuai dosis, benar cara pakai dan sebagainya )
c. mendokumentasikan bila ada alergy atau pernah mengalami kejadian efek samping obat yang tidak diinginkan sehingga dapat diantisipasi
d. identifikasi adanya interaksi obat dengan obat atau obat dengan makanan
e. melakukan penilaian kepatuhan dalam menggunakan obat
f. melakukan penilaian rasionalitas pengobatan
g. melakukan penilaian pemahaman pasien terhadap obat
h. melakukan penilaian salah atau benar dalam pasien menggunakan obat
i. melakukan penilaian apakah pasien menyalah gunakan obat
j. melakukan penilaian apakah pasien butuh alat bantu dalam mengkonsumsi obat ( misal butuh orang mengingatkan, butuh bentuk sediaan yang berbeda seperti bentuk tablet menjadi syrup atau sebaliknya, butuh pen insulin, dsb )
k. mendokumentasikan obat ( obat tradisional/ramuan/herbal/dsb ) yang dikonsumsi tanpa rekomendasi dokter yang merawat
l. mengidentifikasi terapi lain misal akupuntur, pijat refleksi, tusuk jarum, dsb

3. rekonsiliasi
rekonsiliasi adalah membandingkan terapi yang sedang dijalani dengan terapi yang dapat saat itu untuk terapi selanjutnya, dimana ada maksud untuk mencegah terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan seperti
a. polifarmasi
b. kesalahan obat
c. kesalahan dosis
d. kesalahan jenis sediaan dan sebagainya
rekonsiliasi ini dimaksudkan supaya :
a. memastikan terapi yang akurat
b. mengidentifikasi keseuaian akibat tidak terdikumentasikan terapi
c. mengidentifikasi akibat tidak jelas tulisan atau terapi

( berlanjut )

Tidak ada komentar:

selayang pandang alat - alat di kamar bedah

Selayang pandang tentang alat-alat dasar kamar operasi yang sering digunakan oleh teman-teman sejawat apoteker pada saat melakukan operasi ....