(OOT)
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT
TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan dan penggunaan yang salah atas ObatObat Tertentu perlu dilakukan pengawasan yang lebih ketat;
b. bahwa Obat-Obat Tertentu yang sering disalahgunakan
perlu dikelola dengan baik oleh Industri Farmasi,
Pedagang Besar Farmasi, Apotek, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik untuk
mencegah terjadinya penyimpangan dan kebocoran;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu yang
Sering Disalahgunakan;
Mengingat : 1. Ordonansi Obat Keras (Sterkwerkende
Geneesmiddelen Ordonnantie; Staatsblad Tahun 1949; 419);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
5. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun 2015;
6. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang
Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga
Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 4 Tahun 2013;
7. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/MDag/Per/9/2015 Tentang Angka Pengenal Importir;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotek sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1332/Menkes/SK/X/2002;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri
Farmasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2013 (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 442);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014 (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1097);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014
tentang Klinik (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 232);
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1162);
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1223);
14. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas
Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;
15. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012
tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang
Baik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1268);
16. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012
tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 122);
17. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1714);
18. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pengawasan
Pemasukan Obat dan Makanan ke Dalam Wilayah
Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1373);
19. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 13 Tahun 2015 tentang Pengawasan
Pemasukan Bahan Obat dan Makanan ke Dalam
Wilayah Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1374);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBATOBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan:1. Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan, yang
selanjutnya disebut dengan Obat-Obat Tertentu, adalah
obat-obat yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat
selain Narkotika dan Psikotropika, yang pada
penggunaan di atas dosis terapi dapat menyebabkan
ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku, terdiri atas obat-obat yang
mengandung Tramadol, Triheksifenidil, Klorpromazin,
Amitriptilin dan/atau Haloperidol.
2. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin
dari Menteri Kesehatan atau Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
3. Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat
PBF, adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang
memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah
besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki
pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah
besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.
6. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan
dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
7. Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah unit pelaksana
fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
8. Instalasi Farmasi Klinik adalah bagian dari klinik yang
bertugas menyelenggarakan, mengoordinasikan,
mengatur, dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan
farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian.
9. Surat Keterangan Impor, yang selanjutnya disingkat SKI,
adalah surat keterangan untuk pemasukan Bahan Obat,
Bahan Obat Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan,
dan Bahan Pangan ke dalam wilayah Indonesia.
10. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1) Pengaturan Obat-Obat Tertentu dalam Peraturan ini terdiri atas obat-obat yang mengandung:
a. Tramadol;
b. Triheksifenidil;
c. Klorpromazin;
d. Amitriptilin; dan/atau
e. Haloperidol.
(2) Obat-Obat Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan.
BAB III
PENGELOLAAN
Pasal 3
Pengelolaan Obat-Obat Tertentu meliputi kegiatan:a. pengadaan;
b. penyimpanan;
c. pembuatan;
d. penyaluran;
e. penyerahan;
f. penanganan obat kembalian;
g. penarikan kembali obat (recall);
h. pemusnahan; dan
i. pencatatan dan pelaporan.
Pasal 4
Pengelolaan Obat-Obat Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan sesuai dengan Pedoman yang
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 5
Obat-Obat Tertentu yang berada dalam penguasaan Industri Farmasi, PBF, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan
Instalasi Farmasi Klinik wajib dikelola sesuai dengan Pedoman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
BAB IV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 6
(1) Selain dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Kepala Badan ini dapat dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berupa:
a. peringatan;
b. peringatan keras;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. pembatalan persetujuan izin edar;
e. rekomendasi pencabutan pengakuan; dan/atau
f. rekomendasi pencabutan izin.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c untuk Industri Farmasi dapat dikenai untuk
seluruh kegiatan atau sebagian kegiatan.
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf e untuk PBF Cabang ditujukan kepada Dinas
Kesehatan Provinsi atau satuan kerja perangkat daerah
penerbit izin.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf f untuk Industri Farmasi dan PBF ditujukan
kepada Menteri Kesehatan atau Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal.
Pasal 7
(1) Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik yang tidak melaksanakan pengelolaan
Obat-Obat Tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan
Kepala Badan ini dapat dikenai sanksi administratif berupa rekomendasi:
a. peringatan;
b. peringatan keras;
c. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
d. pencabutan izin.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a sampai dengan huruf d ditujukan kepada
Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau satuan kerja perangkat daerah
penerbit izin.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 8
(1) Pada saat Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku, setiap Industri Farmasi, PBF, Apotek, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, atau Instalasi Farmasi Klinik yang
mengelola obat dan/atau bahan Obat-Obat Tertentu
wajib menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Kepala Badan ini paling lambat 1
(satu) tahun sejak Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), untuk kegiatan pemasukan obat atau
bahan obat ke dalam wilayah Indonesia wajib
menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Kepala Badan ini paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 9
Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Kepala Badan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Mei 2016
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ROY A. SPARRINGA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Mei 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 764
LAMPIRAN
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2016.
TENTANG
PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG
SERING DISALAHGUNAKAN
BAB I
PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU DI INDUSTRI FARMASI
A. Pengadaan A.1. Pengadaan bahan Obat-Obat Tertentu termasuk baku pembanding,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dapat dilakukan
melalui impor langsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
A.2. Selain pengadaan melalui impor langsung, Industri Farmasi dapat
melakukan pengadaan bahan Obat-Obat Tertentu termasuk baku
pembanding melalui PBF sesuai dengan peraturan perundangundangan.
A.3. Pengadaan bahan Obat-Obat Tertentu melalui impor harus
mendapatkan persetujuan dari Kepala Badan berupa Surat Keterangan
Impor (SKI). Persyaratan dan tata cara permohonan SKI mengacu
kepada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 13 Tahun 2015 tentang
Pengawasan Pemasukan Bahan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah
Indonesia, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
A.4. Salah satu kelengkapan berkas dokumen pengajuan SKI bahan ObatObat Tertentu adalah Rekomendasi dari Direktorat Pengawasan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif, yang diajukan sebelum
melakukan permohonan SKI.
A.5. Untuk mendapatkan Rekomendasi Direktorat Pengawasan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif sebagaimana dimaksud dalam Butir A.4,
Industri Farmasi harus mengajukan permohonan dengan melampirkan
dokumen pendukung, sebagaimana tercantum dalam Anak Lampiran 8
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
A.6. Paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak dokumen
sebagaimana dimaksud pada butir A.5 diterima dan dinyatakan
lengkap, Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
menerbitkan atau menolak permohonan rekomendasi dengan disertai
alasan yang jelas.
A.7. Rekomendasi dari Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan
Zat Adiktif berlaku selama 3 bulan sejak diterbitkan. Perpanjangan
rekomendasi hanya dapat dilakukan satu kali untuk setiap
permohonan SKI.
A.8. Pengadaan obat dan/atau bahan Obat-Obat Tertentu dari PBF harus
berdasarkan Surat Pesanan dan rencana kebutuhan untuk produksi.
A.9. Surat Pesanan (SP) sebagaimana dimaksud pada butir A.8, harus:
a. dapat ditunjukkan pada saat dilakukan pemeriksaan;
b. ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab dengan
mencantumkan nama lengkap, nomor Surat Izin Kerja Apoteker
(SIKA) dan stempel perusahaan;
c. Mencantumkan nama dan alamat kantor, lokasi sarana, dan lokasi
gudang bila berada di luar sarana, nomor telepon/faksimile, nomor izin sarana;
d. Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang
jelas atau cara lain yang dapat tertelusur;
e. Memberikan tanda pembatalan yang jelas untuk Surat Pesanan
yang tidak digunakan
A.10. Industri Farmasi yang mengimpor bahan Obat-Obat Tertentu termasuk
baku pembanding, produk ruahan dan produk jadi hanya boleh
menggunakan untuk keperluan produksinya sendiri dan tidak boleh
memindah tangankan bahan Obat-Obat Tertentu kepada pihak lain
walaupun dalam satu grup, kecuali ada izin khusus dari Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
A.11. Pada saat penerimaan bahan Obat-Obat Tertentu harus dilakukan
pemeriksaan kesesuaian antara fisik dan dokumen pengadaan, meliputi:
a. Sertifikat Analisis yang diterbitkan oleh produsennya;
b. Kebenaran nama produsen dan pemasok, nama bahan obat,
jumlah, nomor bets, tanggal daluwarsa, isi/berat dan jenis kemasan;
c. Kondisi wadah pengiriman dan/atau kemasan termasuk segel, label
dan/atau penandaan dalam kondisi baik.
A.12. Khusus untuk bahan Obat-Obat Tertentu yang diterima melalui
importir harus dipastikan diterima bersama dokumen terkait impor
meliputi:
a. Invoice;
b. Certificate of Analysis (CoA) yang diterbitkan oleh produsennya.
A.13. Apabila pada pemeriksaan sebagaimana disebutkan pada butir A.11 di
atas terdapat ketidaksesuaian atau ditemukan kemasan termasuk segel
dan penandaan yang rusak/terlepas/terbuka, bahan obat atau obat
tersebut harus ditempatkan di area karantina menunggu keputusan
hasil investigasi dari Bagian Pemastian Mutu. Apabila hasil investigasi
tidak berdampak pada mutu, bahan obat atau obat tersebut dapat digunakan.
A.14. Setelah dilakukan pemeriksaan pada butir A.11, Apoteker Penanggung
Jawab Produksi atau Apoteker yang ditunjuk harus menandatangani
faktur dan/atau surat pengiriman barang dan mencantumkan nama
lengkap dan stempel Industri Farmasi penerima.
B. Penyimpanan
B.1. Bahan obat dan Obat-Obat Tertentu baik yang dalam status karantina
maupun yang sudah diluluskan, wajib disimpan di gudang yang aman
berdasarkan analisis risiko masing-masing Industri Farmasi. Beberapa
analisis risiko yang perlu dipertimbangkan antara lain akses personil,
dan mudah diawasi secara langsung oleh penanggungjawab.
B.2. Penyimpanan produk antara, produk ruahan, sampel pertinggal bahan
obat dan Obat-Obat Tertentu dan baku pembanding diatur dengan cara
yang sama sebagaimana tercantum pada butir B.1.
B.3. Penyimpanan obat/bahan Obat-Obat Tertentu yang rusak atau
kedaluwarsa disimpan di tempat yang aman dan terpisah dari
obat/bahan obat lainnya, memberi penandaan yang jelas, dan membuat
daftar obat/bahan Obat-Obat Tertentu yang rusak dan kedaluwarsa.
B.4. Melakukan investigasi apabila terdapat selisih stok saat stock opname
untuk mendapat akar permasalahan dan dilakukan tindakan perbaikan
dan pencegahan. Hasil investigasi dan tindakan perbaikan/pencegahan harus didokumentasikan.
B.5. Setiap kehilangan bahan obat dan Obat-Obat Tertentu selama
penyimpanan harus dilaporkan ke Badan POM.
C. Pembuatan
C.1. Setiap penyerahan bahan Obat-Obat Tertentu dari bagian gudang ke
bagian produksi harus dilengkapi dengan dokumen serah terima.
C.2. Penimbangan bahan Obat-Obat Tertentu harus disaksikan oleh minimal
supervisor.
C.3. Proses pengolahan dan analisis termasuk pengolahan ulang harus
memenuhi ketentuan CPOB terkini.
C.4. Setiap pelulusan Obat-Obat Tertentu harus didahului dengan
pengkajian catatan bets secara seksama oleh Kepala Bagian Pemastian
Mutu untuk memastikan tidak ada diversi dalam tiap tahap proses tersebut.
C.5. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak:
Selain harus memenuhi ketentuan tentang Pembuatan dan Analisis
Berdasarkan Kontrak dalam Pedoman CPOB terkini, harus pula diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Perjanjian kontrak harus menyebutkan dengan jelas lokasi
penyimpanan bahan Obat-Obat Tertentu dan penanggung jawabnya.
b. Serah terima bahan Obat-Obat Tertentu harus diverifikasi oleh
pemberi dan penerima kontrak.
c. Pengadaan bahan baku Obat-Obat Tertentu harus dilakukan oleh
Pemberi Kontrak dan setelah menjadi produk jadi harus
dikembalikan ke pihak Pemberi Kontrak sebelum di salurkan.
D. Penyaluran
D.1. Obat-Obat Tertentu yang akan diedarkan di wilayah Indonesia wajib
memiliki izin edar.
D.2. Industri Farmasi harus memastikan bahwa Obat-Obat Tertentu hanya
disalurkan ke PBF, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan
Instalasi Farmasi Klinik sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
D.3. Apabila Obat-Obat Tertentu disalurkan ke fasilitas distribusi, harus
dipastikan bahwa fasilitas tersebut menerapkan prinsip Cara Distribusi
Obat yang Baik dan sesuai kualifikasi pelanggan yang ditetapkan oleh
masing-masing Industri Farmasi.
D.4. Harus dilakukan verifikasi terhadap Surat Pesanan Obat-Obat Tertentu
oleh Apoteker Penanggung Jawab Produksi atau Apoteker yang ditunjuk.
D.5. Verifikasi terhadap Surat Pesanan Obat-Obat Tertentu antara lain meliputi:
a. Keabsahan Surat Pesanan yaitu nama lengkap, tanda tangan, nomor
SIKA/SIPA, nomor dan tanggal surat pesanan, dan kejelasan
identitas sarana (antara lain nama dan alamat jelas, nomor
telepon/faksimili, nomor ijin, dan stempel);
b. Kewajaran jumlah pesanan dengan mempertimbangkan pola
transaksi obat (frekuensi dan jumlah pemesanan) dan jenis sarana
pemesan. Apabila ditemukan penyimpangan pola transaksi obat,
harus dilakukan investigasi terhadap kebenaran dan alasan
perubahan tren pemesanan. Hasil investigasi harus
didokumentasikan dengan baik.
D.6. Hal-hal yang harus diwaspadai dalam melayani pesanan pembeli, antara lain:
a. Pembeli datang langsung dengan pembayaran tunai (cash and carry);
b. Pembayaran secara tunai meskipun pesanan dalam jumlah besar;
c. Pesanan dalam jumlah tidak wajar dan berulang-ulang;
d. Pembeli menawarkan harga lebih tinggi untuk pengiriman segera;
e. Pembeli meminta pengiriman dengan kemasan yang tidak lazim;
f. Perusahaan pemesan tidak dapat menunjukan izin.
Apabila ditemukan hal-hal tersebut harus dilakukan investigasi
terhadap kemungkinan diversi.
D.7. Apabila dilakukan penolakan terhadap pesanan, Industri Farmasi
harus mengirimkan surat penolakan pesanan kepada pemesan paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya pesanan. Surat Pesanan asli
yang ditolak diberi tanda pembatalan yang jelas dan diarsipkan
bersama salinan surat penolakan pesanan.
D.8. Sebelum dilakukan pengiriman, harus dilakukan pemeriksaan oleh
Apoteker Penanggung jawab Produksi atau Apoteker yang ditunjuk
terhadap kesesuaian antara fisik obat dan informasi yang tercantum
dalam dokumen pengiriman antara lain nama, bentuk dan kekuatan
sediaan, kuantitas obat, nomor bets dan tanggal daluwarsa.
D.9. Selain memuat informasi sebagaimana tersebut pada butir D.8,
dokumen pengiriman harus mencakup sekurang-kurangnya: tanggal
pengiriman, nama dan alamat lengkap, nomor telepon, dan nomor
dokumen untuk identifikasi order pengiriman.
D.10. Apabila menggunakan jasa pihak ketiga/ekspedisi:
a. Harus dibuat kontrak tertulis antara Industri Farmasi (pemberi
kontrak) dan penyedia jasa/ekspedisi (penerima kontrak). Kontrak
tertulis harus mengacu kepada Pedoman Teknis CDOB.
b. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi
penerima kontrak dan melakukan pengawasan (jika perlu
melakukan audit) terhadap pelaksanaan tugas yang dikontrakkan.
c. Jika terjadi kerusakan Obat-Obat Tertentu selama pengiriman,
penerima kontrak wajib mengembalikan Obat-Obat Tertentu ke
pemberi kontrak dengan menyertakan berita acara kerusakan.
d. Setiap kehilangan Obat-Obat Tertentu selama pengiriman wajib
dilaporkan oleh penerima kontrak ke pihak kepolisian dan pemberi
kontrak, untuk selanjutnya pemberi kontrak melaporkan ke Badan POM.
e. Dokumen pengiriman harus mencantumkan nama dan alamat
perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil
ekspedisi yang melakukan serah terima barang.
f. Dokumen pengiriman sebagai bukti serah terima Industri Farmasi
dengan perusahaan ekspedisi hendaklah tidak merinci informasi
sebagaimana disebutkan pada butir D.8.
D.11. Alamat pengiriman Obat-Obat Tertentu wajib sesuai dengan alamat
yang tercantum pada surat pesanan, faktur penjualan dan/ atau surat pengiriman barang.
D.12. Industri Farmasi bertanggung jawab terhadap pengiriman Obat-Obat
Tertentu sampai diterima oleh pemesan termasuk jika menggunakan
jasa pihak ketiga/ekspedisi, dibuktikan dengan keabsahan tanda
terima barang yang dilengkapi nama lengkap dan tanda tangan
penerima, tanggal penerimaan, dan stempel sarana pemesan.
D.13. Setiap kehilangan Obat-Obat Tertentu selama pengiriman oleh Industri
Farmasi wajib dilaporkan ke Kepolisian. Selanjutnya Industri Farmasi
wajib melaporkan kehilangan tersebut ke Badan POM disertai laporan
kehilangan dari Kepolisian dan laporan hasil investigasi.
E. Ekspor
Eksportasi Obat-Obat Tertentu hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi
yang memiliki izin untuk mengekspor obat sesuai peraturan perundangundangan.
F. Obat Kembalian
F.1. Pengembalian Obat-Obat Tertentu harus disertai dengan surat
pengembalian obat yang diketahui oleh Apoteker Penanggung Jawab
sarana.
F.2. Penerimaan Obat-Obat Tertentu kembalian harus disertai surat
pengembalian barang dari fasilitas yang mengembalikan, dengan
dilengkapi fotokopi dokumen pengiriman (faktur penjualan dan/atau
surat penyerahan barang).
F.3. Personil yang berwenang dalam penanganan obat kembalian harus
melakukan verifikasi kesesuaian antara fisik barang dan informasi
dalam surat pengembalian barang dan fotokopi dokumen pengiriman
(faktur penjualan dan/atau surat penyerahan barang) antara lain
meliputi: nama produsen, nama produk, bentuk dan kekuatan sediaan,
jumlah obat, nomor bets, dan tanggal daluwarsa obat yang dikembalikan.
F.4. Obat-Obat Tertentu kembalian harus dikarantina dan disimpan sesuai
dengan butir B.1.
F.5. Tindak lanjut atau keputusan terhadap status Obat-Obat Tertentu
kembalian harus dilakukan berdasarkan evaluasi oleh Bagian Pemastian Mutu.
G. Penarikan Kembali Obat
Tata cara penarikan kembali Obat-Obat Tertentu mengacu kepada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
H. Pemusnahan
H.1. Pemusnahan dilaksanakan terhadap:
a. Bahan Obat-Obat Tertentu yang ditolak/rusak/kedaluwarsa;
b. Baku pembanding dan sampel pertinggal yang kedaluwarsa;
c. Sisa granul pencetakan/pengisian dari table dies;
d. Debu hasil pencetakan/pengisian/deduster mesin cetak/metal
detector khusus untuk mesin cetak/filling dedicated;
e. Sisa sampel pengujian;
f. Sisa sampel hasil pengujian pengawasan selama proses pembuatan;
g. Obat-Obat Tertentu kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan
tidak dapat diproses ulang/obat hasil penarikan/ditolak/obat
kedaluwarsa;
h. Obat-Obat Tertentu yang dibatalkan izin edarnya;
i. Hasil trial yang tidak terpakai.
H.2. Harus tersedia daftar inventaris bahan obat dan Obat-Obat Tertentu
yang akan dimusnahkan sekurang-kurangnya mencakup nama, bentuk
dan kekuatan sediaan, kuantitas obat, nomor bets, dan tanggal Kadaluwarsa.
H.3. Kebenaran bahan obat dan Obat-Obat Tertentu yang akan
dimusnahkan harus dibuktikan dengan dokumen pendukung yang
disetujui oleh Kepala Bagian Pemastian Mutu bahwa bahan obat dan
Obat-Obat Tertentu sudah tidak memenuhi syarat untuk digunakan
dan/atau diedarkan.
H.4. Pelaksanaan pemusnahan harus dibuat dengan memperhatikan
pencegahan diversi dan pencemaran lingkungan. Kegiatan pemusnahan
ini dilakukan oleh Apoteker Penanggung Jawab Produksi dan
disaksikan oleh petugas Balai Besar/Balai POM atau Dinas Kesehatan
setempat.
H.5. Kegiatan pemusnahan harus didokumentasikan dalam Berita Acara
H.6. Pemusnahan (Anak Lampiran 2) yang ditandatangani oleh pelaku dan
saksi. Berita Acara Pemusnahan sekurang-kurangnya memuat:
a. hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan;
b. tempat pemusnahan;
c. nama lengkap penanggung jawab produksi;
d. nama lengkap petugas Balai Besar/Balai POM atau Dinas Kesehatan
setempat yang menjadi saksi dan saksi lain dari pihak ketiga bila
pemusnahan dilakukan oleh pihak ketiga;
e. nama, bentuk dan kekuatan sediaan, kuantitas, nomor bets, dan
tanggal daluwarsa Obat-Obat Tertentu yang dimusnahkan;
H.7. Khusus untuk Obat-Obat Tertentu yang ditarik dari peredaran harus
dilakukan pemusnahan mengacu kepada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
I. Pencatatan dan Pelaporan
I.1. Pencatatan
I.1.1. Industri Farmasi wajib membuat pencatatan secara tertib dan
akurat setiap tahap pengelolaan mulai dari pengadaan,
penyimpanan, pembuatan, penyaluran, penanganan obat
kembalian, penarikan kembali obat, pemusnahan, dan inspeksi
diri serta mendokumentasikannya.
I.1.2. Catatan terkait pemasukan dan pengeluaran bahan obat dan ObatObat Tertentu sekurang-kurangnya mencantumkan:
a. nama, bentuk dan kekuatan sediaan
b. tanggal dan nomor dokumen serta asal penerimaan dan tujuan penyaluran
c. jumlah yang diterima, digunakan/diproduksi dan disalurkan
d. jumlah (sisa) persediaan
e. nomor bets dan tanggal daluwarsa setiap penerimaan dan penyaluran
f. paraf atau identitas personil yang ditunjuk
I.1.3. Dokumentasi dapat dilakukan secara manual atau sistem
elektronik. Apabila dokumentasi dilakukan dalam bentuk manual
dan elektronik, data keduanya harus sesuai satu sama lain.
I.1.4. Sistem elektronik yang digunakan untuk mendokumentasikan
tahap pengelolaan harus tervalidasi dan mudah ditampilkan serta
ditelusuri setiap saat diperlukan. Harus tersedia backup data dan
Standar Prosedur Operasional terkait penanganan apabila sistem tidak berfungsi.
I.1.5. Surat pesanan dan faktur pembelian/penjualan atau surat
penyerahan barang digabungkan menjadi satu dan diarsipkan
berdasarkan nomor urut atau tanggal dokumen sehingga mudah
tertelusur.
I.1.6. Dokumen wajib disimpan di tempat yang aman dalam jangka
waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun setelah kedaluwarsa
dan mudah diperlihatkan pada saat pelaksanaan audit atau
diminta oleh regulator.
I.1.7. Apabila dokumen disimpan oleh pihak ketiga, wajib dapat
diperlihatkan pada saat pemeriksaan.
I.2. Pelaporan
I.2.1. Industri Farmasi wajib membuat, menyimpan, dan mengirimkan
laporan terkait pengelolaan bahan obat dan Obat-Obat Tertentu.
I.2.2. Laporan harus dibuat secara tertib dan akurat.
I.2.3. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir I.2.1 meliputi:
a. Laporan pemasukan dan penggunaan bahan obat untuk
produksi (Anak Lampiran 3)
b. Laporan penyaluran hasil produksi Obat-Obat Tertentu (Anak Lampiran 4)
c. Laporan pemusnahan (Anak Lampiran 7);
d. Laporan penarikan kembali obat dari peredaran (jika terjadi);
e. Laporan kehilangan bahan obat atau Obat-Obat Tertentu
beserta laporan hasil investigasi (jika terjadi).
I.2.4. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir I.2.3 huruf (a) dan (b)
wajib disampaikan setiap bulan kepada Kepala Badan c.q. Direktur
Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif paling lambat
setiap tanggal 10 bulan berikutnya.
I.2.5. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir I.2.3 huruf (c) dan (d)
wajib disampaikan setiap kali kejadian kepada Kepala Badan c.q.
Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
dengan tembusan Dinas Kesehatan Propinsi dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota serta Balai Besar/Balai POM setempat paling
lambat 5 (lima) hari kerja setelah pemusnahan.
I.2.6. Laporan kehilangan sebagaimana dimaksud pada butir I.2.3 huruf
(e) wajib disampaikan setiap kali kejadian kepada Kepala Badan
c.q. Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
dengan tembusan Kepala Balai Besar/Balai POM setempat paling
lambat 5 (lima) hari kerja setelah terjadinya kehilangan sedangkan
laporan hasil investigasi paling lambat 1 (satu) bulan sejak kejadian
BAB II
PENGELOLAAN OBAT/BAHAN OBAT-OBAT TERTENTU
DI PEDAGANG BESAR FARMASI
A. Pengadaan A.1. Obat
A.1.1. Pengadaan Obat-Obat Tertentu dapat dilakukan melalui Industri
Farmasi, PBF lain, dan/ atau melalui importasi
A.1.2. Pengadaan Obat-Obat Tertentu melalui impor harus
mendapatkan persetujuan dari Kepala Badan berupa Surat
Keterangan Impor (SKI). Persyaratan dan tata cara permohonan
SKI mengacu kepada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 12
Tahun 2015 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan
Makanan ke dalam Wilayah Indonesia, dan peraturan
perundang-undangan terkait lainnya.
A.1.3. Pengadaan Obat-Obat Tertentu melalui Industri Farmasi atau
PBF lain harus berdasarkan Surat Pesanan (SP).
A.1.4. Surat Pesanan oleh PBF:
a. harus dapat ditunjukkan pada saat dilakukan pemeriksaan;
b. Ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab dengan
mencantumkan nama lengkap, nomor Surat Izin Kerja
Apoteker (SIKA) dan stempel perusahaan;
c. Mencantumkan nama dan alamat kantor, lokasi sarana, dan
lokasi gudang bila berada di luar sarana, nomor
telepon/faksimili, nomor izin sarana;
d. Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan
yang jelas atau cara lain yang dapat tertelusur;
e. Memberikan tanda pembatalan yang jelas untuk Surat
Pesanan yang tidak digunakan.
A.1.5. Pada saat penerimaan Obat-Obat Tertentu harus dilakukan
pemeriksaan kesesuaian antara fisik dan data dalam Faktur
dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) meliputi:
a. kebenaran nama, nomor bets, tanggal kedaluwarsa, jumlah
dan kemasan harus sesuai dengan surat pengantar /
pengiriman barang dan/atau faktur penjualan;
b. kondisi wadah pengiriman dan/atau kemasan termasuk segel,
label dan/atau penandaan dalam kondisi baik;
A.1.6. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan pada butir A.1.5 sudah
dinyatakan sesuai maka Apoteker penanggungjawab PBF harus
menandatangani faktur dan/atau SPB dengan mencantumkan
nama lengkap, nomor SIKA dan stempel perusahaan sebagai
tanda bukti penerimaan barang.
A.1.7. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan pada butir A.1.5
terdapat ketidaksesuaian:
a. Item obat yang tidak sesuai dengan pesanan atau kondisi
kemasan tidak baik, maka obat tersebut harus dikembalikan
dengan disertai bukti retur, dan segera meminta bukti terima
pengembalian dari pemasok.
b. nomor bets, tanggal kedaluwarsa dan jumlah antara fisik
dengan dokumen pengadaan harus dikonfirmasi
ketidaksesuaian dimaksud kepada pihak pemasok untuk
dilakukan perbaikan.
A.2. Bahan Obat
A.2.1. Pengadaan bahan Obat-Obat Tertentu dapat dilakukan melalui
Industri Farmasi bahan obat, PBF lain, dan/ atau melalui
importasi.
A.2.2. Pengadaan bahan Obat-Obat Tertentu melalui impor harus
mendapatkan persetujuan dari Kepala Badan berupa Surat
Keterangan Impor (SKI). Persyaratan dan tata cara permohonan
SKI mengacu kepada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 13
Tahun 2015 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat dan
Makanan ke dalam Wilayah Indonesia, dan Peraturan
perundang-undangan terkait lainnya.
A.2.3. Salah satu kelengkapan berkas dokumen pengajuan SKI bahan
obat tertentu adalah Rekomendasi dari Direktorat Pengawasan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif, yang diajukan sebelum
melakukan permohonan SKI.
A.2.4. Untuk mendapatkan Rekomendasi Direktorat Pengawasan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif sebagaimana dimaksud
dalam Butir A.2.3, PBF harus mengajukan permohonan dengan
melampirkan dokumen pendukung, sebagaimana tercantum
dalam Anak Lampiran 8 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan ini
A.2.5. Paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak
dokumen sebagaimana dimaksud pada butir A.2.4 diterima dan
dinyatakan lengkap, Direktur Pengawasan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif menerbitkan atau menolak
permohonan rekomendasi dengan disertai alasan yang jelas.
A.2.6. Rekomendasi dari Direktorat Pengawasan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif berlaku selama 3 bulan sejak
diterbitkan. Perpanjangan rekomendasi hanya dapat dilakukan
satu kali untuk setiap permohonan SKI.
A.2.7. Pengadaan bahan Obat-Obat Tertentu dari PBF lain harus
berdasarkan Surat Pesanan dan rencana penyaluran.
A.2.8. Pengadaan bahan Obat-Obat Tertentu melalui industri farmasi
bahan obat harus dilengkapi dengan Surat Pesanan dan rencana penyaluran
A.2.9. Surat Pesanan (SP) sebagaimana dimaksud pada butir A.2.7 dan
A.2.8, harus:
a. dapat ditunjukkan pada saat dilakukan pemeriksaan;
b. Ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab dengan
mencantumkan nama lengkap, nomor Surat Izin Kerja
Apoteker (SIKA) dan stempel perusahaan;
c. Mencantumkan nama dan alamat kantor, lokasi sarana, dan
lokasi gudang bila berada di luar sarana, nomor
telepon/faksimile, nomor izin sarana;
d. Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan
yang jelas atau cara lain yang dapat tertelusur;
e. Memberikan tanda pembatalan yang jelas untuk Surat
Pesanan yang tidak digunakan
A.2.10. Pada saat penerimaan bahan Obat-Obat Tertentu harus
dilakukan pemeriksaan kesesuaian antara fisik dan dokumen pengadaan, meliputi:
a. Sertifikat Analisis;
b. Kebenaran nama produsen dan pemasok, nama bahan
obat, jumlah, nomor bets, tanggal daluwarsa, isi/berat dan jenis kemasan;
c. Kondisi wadah pengiriman dan/atau kemasan termasuk
segel, label dan/atau penandaan dalam kondisi baik.
A.2.11. Khusus untuk bahan Obat-Obat Tertentu yang diterima
melalui importir harus dipastikan diterima bersama dokumen terkait impor meliputi:
a. Invoice
b. Certificate of Analysis (CoA)
A.2.12. Apabila pada pemeriksaan sebagaimana disebutkan pada butir
A.2.10. di atas terdapat ketidaksesuaian atau ditemukan
kemasan termasuk segel dan penandaan yang rusak/ terlepas/
terbuka, maka bahan obat tersebut harus ditempatkan di area
“karantina” menunggu keputusan hasil investigasi dari
Apoteker Penanggung Jawab PBF.
A.2.13. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan sudah dinyatakan
sesuai, maka Apoteker penanggungjawab PBF harus
menandatangani faktur dan/atau SPB dengan mencantumkan
nama lengkap, nomor SIKA dan stempel perusahaan sebagai
tanda bukti penerimaan barang.
B. Penyimpanan
B.1. Kondisi penyimpanan untuk obat/bahan Obat-Obat Tertentu harus
sesuai dengan rekomendasi dari Industri Farmasi yang
memproduksi obat/bahan obat.
B.2. Penyimpanan obat/bahan Obat-Obat Tertentu harus aman
berdasarkan analisis risiko masing-masing PBF. Beberapa analisis
risiko yang perlu dipertimbangkan antara lain akses personil, dan
mudah diawasi secara langsung oleh penanggungjawab.
B.3. Penyimpanan obat/bahan Obat-Obat Tertentu yang rusak atau
kadaluwarsa disimpan di tempat yang aman dan terpisah dari
obat/bahan obat lainnya, memberi penandaan yang jelas, dan
membuat daftar obat/bahan Obat-Obat Tertentu yang rusak dan kadaluwarsa.
B.4. Melakukan pencatatan dan investigasi adanya selisih stok saat
stock opname dan mendokumentasikan hasilnya.
B.5. Setiap kehilangan obat/bahan Obat-Obat Tertentu selama
penyimpanan harus dilaporkan ke Badan POM.
C. Penyaluran
C.1. PBF harus memastikan bahwa Obat-Obat Tertentu hanya
disalurkan ke Industri Farmasi pemegang izin edar sebagai pemberi
kuasa impor, PBF lain, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik.
C.2. Harus dilakukan verifikasi terhadap Surat Pesanan obat/bahan
Obat-Obat Tertentu oleh Apoteker Penanggung Jawab PBF.
C.3. Verifikasi terhadap Surat Pesanan antara lain meliputi:
a. Keabsahan Surat Pesanan yaitu keaslian Surat Pesanan, nama
lengkap, tanda tangan, nomor SIKA/SIPA, nomor dan tanggal
Surat Pesanan, dan kejelasan identitas sarana (antara lain nama
dan alamat jelas, nomor telepon/faksimili, nomor izin, dan stempel);
b. Kewajaran jumlah dan frekuensi pemesanan dan jenis sarana pemesan.
C.4. Hal-hal yang harus diwaspadai dalam melayani pesanan pembeli:
a. Pembeli datang langsung dengan pembayaran tunai (cash and carry);
b. Pembayaran secara tunai meskipun pesanan dalam jumlah besar;
c. Pesanan dalam jumlah tidak wajar dan berulang-ulang;
d. Pembeli menawarkan harga lebih tinggi untuk pengiriman segera;
e. Pembeli meminta pengiriman dengan kemasan yang tidak lazim;
f. Perusahaan pemesan tidak dapat menunjukan izin sarana.
Apabila ditemukan hal-hal tersebut harus dilakukan investigasi
terhadap kemungkinan diversi.
C.5. Apabila dilakukan penolakan terhadap pesanan, PBF harus
mengirimkan surat penolakan pesanan kepada pemesan paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya Surat Pesanan. Surat
Pesanan asli yang ditolak diberi tanda pembatalan yang jelas dan
diarsipkan bersama salinan surat penolakan pesanan.
C.6. Sebelum dilakukan pengiriman, harus dilakukan pemeriksaan
terhadap kesesuaian antara fisik obat/bahan Obat-Obat Tertentu
dan informasi yang tercantum dalam dokumen pengiriman oleh
Apoteker Penanggung Jawab antara lain nama, bentuk dan
kekuatan sediaan, kuantitas obat, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
C.7. Selain memuat informasi sebagaimana tersebut pada butir C.6.,
dokumen pengiriman harus mencakup sekurang-kurangnya:
tanggal pengiriman, nama dan alamat lengkap, nomor telepon, dan
nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman.
C.8. Khusus untuk penyaluran bahan Obat-Obat Tertentu harus
dilengkapi dengan sertifikat analisis.
C.9. Dokumen pengiriman terdiri atas:
a. surat pesanan;
b. faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat:
1. nama Obat-Obat Tertentu;
2. bentuk sediaan;
3. kekuatan;
4. kemasan;
5. jumlah;
6. tanggal kadaluarsa; dan
7. nomor batch.
PBF yang menggunakan e-faktur dapat mencetak faktur
penjualan setelah dipastikan barang diterima oleh sarana
pemesan dan bukti pengiriman dapat tertelusur.
C.10. Apabila menggunakan jasa pihak ketiga/ekspedisi:
a. Harus dibuat kontrak tertulis antara PBF (pemberi kontrak) dan
penyedia jasa/ekspedisi (penerima kontrak). Kontrak tertulis
harus mengacu kepada Pedoman Teknis CDOB.
b. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi
penerima kontrak dan melakukan pengawasan (jika perlu
melakukan audit) terhadap pelaksanaan tugas yang
dikontrakkan.
c. Jika terjadi kerusakan Obat-Obat Tertentu selama pengiriman,
penerima kontrak wajib mengembalikan obat/bahan Obat-Obat
Tertentu ke pemberi kontrak dengan menyertakan berita acara kerusakan.
d. Setiap kehilangan Obat-Obat Tertentu selama pengiriman wajib
dilaporkan oleh penerima kontrak ke pihak kepolisian dan
pemberi kontrak, untuk selanjutnya pemberi kontrak
melaporkan ke Badan POM.
e. Dokumen pengiriman harus mencantumkan nama dan alamat
perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas
personil ekspedisi yang melakukan serah terima barang.
f. Dokumen pengiriman sebagai bukti serah terima PBF dengan
perusahaan ekspedisi hendaklah tidak merinci informasi
sebagaimana disebutkan pada butir C.9.b
C.11. Pengiriman obat/bahan Obat-Obat Tertentu wajib sesuai dengan
alamat yang tercantum pada Surat Pesanan, faktur penjualan
dan/ atau surat pengiriman barang.
C.12. PBF bertanggung jawab terhadap pengiriman obat/bahan ObatObat Tertentu sampai diterima oleh pemesan termasuk jika
menggunakan jasa pihak ketiga/ekspedisi, dibuktikan dengan
keabsahan faktur penjualan dan/atau surat pengiriman barang
yang dilengkapi nama lengkap dan tanda tangan penerima tenaga
kefarmasian, no SIKA/SIPA/SIKTTK, tanggal penerimaan, dan
stempel sarana pemesan.
C.13. Setiap kehilangan obat/bahan Obat-Obat Tertentu selama
pengiriman, PBF pengirim wajib melaporkan ke Kepolisian.
Selanjutnya PBF pengirim wajib melaporkan kehilangan tersebut
ke Badan POM disertai laporan kehilangan dari Kepolisian dan
laporan hasil investigasi.
D. PENGEMBALIAN OBAT/BAHAN OBAT
D.1. Penanggung jawab PBF bertanggung jawab atas penanganan
obat/bahan Obat-Obat Tertentu kembalian.
D.2. Penerimaan obat/bahan Obat-Obat Tertentu yang dikembalian
harus disertai surat pengembalian barang dari fasilitas yang
mengembalikan dengan dilengkapi fotokopi faktur penjualan
dan/atau surat pengiriman barang.
D.3. Apoteker penanggung jawab PBF atau personil yang ditunjuk harus
melakukan verifikasi kesesuaian terhadap surat pengembalian
barang dan fotokopi faktur penjualan dan/atau surat pengiriman barang.
D.4. Verifikasi meliputi nama produk, nama produsen, bentuk dan
kekuatan sediaan, jumlah obat, nomor bets, dan tanggal
kedaluwarsa obat/bahan obat yang dikembalikan.
D.5. Obat/bahan Obat-Obat Tertentu kembalian harus dikarantina dan
disimpan ditempat yang aman dan terpisah dari obat dan/atau
bahan obat kembalian lainnya serta diberi penandaan yang jelas
sampai ada keputusan tindak lanjut, dan membuat daftar obat
/bahan obat kembalian.
E. PENARIKAN KEMBALI OBAT (RECALL)
Tata cara penarikan kembali obat mengacu kepada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
F. PEMUSNAHAN
F.1. Pemusnahan obat/bahan Obat-Obat Tertentu dilakukan oleh
Apoteker penanggung jawab PBF dan disaksikan oleh petugas Balai
Besar/Balai POM atau Dinas Kesehatan setempat, serta dibuat
berita acara pemusnahan yang ditandatangani oleh penanggung
jawab PBF dan saksi (Anak Lampiran 2).
F.2. Harus tersedia daftar inventaris bahan obat dan Obat-Obat Tertentu
yang akan dimusnahkan sekurang-kurangnya mencakup nama,
bentuk dan kekuatan sediaan, kuantitas obat, nomor bets, dan
tanggal daluwarsa.
F.3. Pelaksanaan pemusnahan harus dibuat dengan memperhatikan
pencegahan diversi dan pencemaran lingkungan.
F.4. Berita Acara Pemusnahan yang menggunakan pihak ketiga harus
ditandatangani juga oleh pihak ketiga
G. PENCATATAN DAN PELAPORAN
G.1. Pencatatan dilakukan terhadap setiap tahapan pengelolaan mulai
dari pengadaan, penyimpanan, penyaluran, penarikan kembali obat
(recall), dan pemusnahan secara tertib dan akurat.
G.2. Apoteker Penanggung Jawab wajib memverifikasi seluruh dokumen
pencatatan.
G.3. Pencatatan mutasi obat/bahan obat tertentu wajib dilakukan
dengan tertib dan akurat.
G.4. Catatan sebagaimana dimaksud pada butir G.1 sekurangkurangnya memuat:
a. Nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis
kemasan, nomor bets, tanggal daluwarsa, dan nama produsen
b. Jumlah yang diterima, diserahkan, dan sisa persediaan;
c. Tujuan penyaluran.
G.5. Apoteker Penanggung Jawab wajib membuat dan menyimpan
catatan serta mengirimkan laporan.
G.6. PBF wajib melakukan pelaporan penyaluran obat/bahan obat
tertentu sebagai berikut:
a. Laporan pemasukan dan penyaluran bahan obat tertentu (Anak
Lampiran 5) wajib disampaikan setiap bulan paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya kepada Kepala Badan POM c.q.
Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif)
b. Laporan pemasukan dan penyaluran Obat-Obat Tertentu (Anak
Lampiran 6) wajib disampaikan setiap bulan paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya kepada Kepala Badan POM c.q.
Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif)
c. Laporan pemusnahan, wajib disampaikan setiap kali kejadian
kepada Kepala Badan c.q. Direktur Pengawasan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif dengan tembusan Dinas Kesehatan
Propinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta Balai
Besar/Balai POM setempat paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah pemusnahan (Anak Lampiran 7).
d. Laporan kehilangan, wajib disampaikan setiap kali kejadian
kepada Kepala Badan c.q. Direktur Pengawasan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif dengan tembusan Kepala Balai
Besar/Balai POM setempat paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah terjadinya kehilangan sedangkan laporan hasil investigasi
paling lambat 1 (satu) bulan sejak kejadian.
G.7. Jumlah yang dilaporkan dalam laporan wajib akurat dan sesuai
dengan stok fisik. Apabila terdapat selisih stok harus diinvestigasi
dan hasilnya didokumentasikan.
G.8. Dokumen pengadaan meliputi arsip Surat Pesanan, faktur
penjualan dan/atau surat pengantar/pengiriman barang / dari
industri farmasi atau PBF lain, bukti retur dan/atau nota kredit,
wajib diarsipkan menjadi satu berdasarkan nomor urut atau tanggal
penerimaan barang.
G.9. Dokumen penyaluran meliputi Surat Pesanan, faktur penjualan
dan/atau surat penyerahan/pengiriman barang, bukti retur
dan/atau nota kredit, wajib diarsipkan menjadi satu berdasarkan
nomor urut atau tanggal penyaluran barang.
G.10. Dokumentasi secara sistem elektronik, harus menyediakan backup
data dan Standar Prosedur Operasional terkait penanganan sistem
tersebut jika tidak berfungsi.
G.11. Dokumen wajib disimpan di tempat yang aman dalam jangka waktu
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan mudah diperlihatkan pada
saat pelaksanaan audit atau diminta oleh pemeriksa.
G.12. Apabila dokumen disimpan oleh pihak ketiga, wajib dapat
diperlihatkan pada saat pemeriksaan.
BAB III
PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU
DI APOTEK, INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT, INSTALASI FARMASI
KLINIK
A. PengadaanA.1. Pengadaan Obat-Obat Tertentu hanya bersumber dari Industri
Farmasi dan PBF berdasarkan Surat Pesanan.
A.2. SP harus:
a. dapat ditunjukkan pada saat dilakukan pemeriksaan;
b. Ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab/Kepala Instalasi
Farmasi Rumah Sakit dengan mencantumkan nama lengkap dan
nomor SIPA, nomor dan tanggal SP, dan kejelasan identitas sarana
(antara lain nama dan alamat jelas, nomor telepon/faksimili, nomor
ijin, dan stempel);
c. Mencantumkan nama dan alamat Industri Farmasi/PBF tujuan pemesanan;
d. Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang jelas
atau cara lain yang dapat tertelusur.
e. Memberikan tanda pembatalan yang jelas untuk Surat Pesanan
yang tidak digunakan.
A.3. Untuk Instalasi Farmasi Rumah Sakit pemerintah, pengadaan
dilakukan oleh Pejabat Pengadaan/ PPK berdasarkan rencana
kebutuhan obat (RKO) dan Surat Pesanan yang ditandatangani oleh
Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
A.4. Surat penolakan dan arsip SP yang tidak digunakan harus tetap diarsipkan.
A.5. Pada saat penerimaan Obat-Obat Tertentu, harus dilakukan
pemeriksaan kesesuaian antara fisik obat dengan faktur penjualan
dan/atau surat pengiriman barang yang meliputi:
a. Kebenaran nama obat, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi
dan jenis kemasan;
b. Nomor bets dan tanggal daluwarsa;
c. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan terjadi ketidaksesuaian
antara fisik dan data dalam faktur dan/atau surat pengiriman barang antara lain:
(1) Obat yang tidak sesuai dengan pesanan atau kondisi kemasan
tidak baik, maka obat tersebut tidak diterima.
(2) Jika terdapat ketidaksesuaian nomor bets, tanggal daluwarsa
dan jumlah antara fisik dengan dokumen pengadaan, maka obat
tersebut harus dikembalikan dengan disertai bukti retur dan
surat pesanan asli, dan segera meminta bukti terima kembalian dari pemasok.
A.6. Setelah dilakukan pemeriksaan pada butir A.5 di atas, Apoteker
Penanggung Jawab/Kepala Instalasi Farmasi/Apoteker Pendamping
atau tenaga teknis kefarmasian yang ditunjuk wajib menandatangani
faktur penjualan dan/atau surat pengiriman barang dengan
mencantumkan nama lengkap, nomor SIPA/SIKTTK dan stempel sarana.
A.7. Untuk sarana Instalasi Farmasi Rumah Sakit pemerintah yang
melakukan pengadaan dengan mekanisme e-purchasing, wajib
mengarsipkan terpisah Rencana Kebutuhan Obat, copy dokumen epurchasing, Surat Pesanan, berita acara serah terima barang dan
faktur penjualan Obat-Obat Tertentu.
B. Penyimpanan
B.1. Obat-Obat Tertentu disimpan di tempat yang aman berdasarkan
analisis risiko masing-masing sarana. Beberapa analisis risiko yang
perlu dipertimbangkan antara lain akses personil, dan mudah diawasi
secara langsung oleh penanggungjawab.
B.2. Apabila memiliki Obat-Obat Tertentu disimpan tidak dalam wadah
asli, maka wadah harus dilengkapi dengan identitas obat meliputi
nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, jenis kemasan, nomor
bets, tanggal daluwarsa, dan nama produsen.
B.3. Memisahkan Obat-Obat Tertentu yang rusak, kedaluwarsa, dan/atau
telah dibatalkan izin edarnya dari Obat-Obat Tertentu yang masih
layak dan menyimpannya dengan aman disertai pencatatan sebelum
dimusnahkan atau dikembalikan kepada Industri Farmasi/PBF.
B.4. Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stock opname
dan mendokumentasikan hasil investigasi.
C. Penyerahan
C.1. Penyerahan adalah setiap kegiatan memberikan Obat-Obat Tertentu
baik antar penyerah maupun kepada pasien dalam rangka pelayanan kesehatan.
C.2. Penyerahan Obat-Obat Tertentu kepada fasilitas pelayanan
kefarmasian lain hanya dapat dilakukan oleh Apotek kepada Apotek
lain, Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau Instalasi Farmasi Klinik dan
hanya dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan
Obat-Obat Tertentu yang tertera dalam resep.
C.3. Penyerahan Obat-Obat Tertentu kepada fasilitas pelayanan
kefarmasian harus berdasarkan surat permintaan tertulis Obat-Obat
Tertentu yang ditandatangani oleh Apoteker (Anak Lampiran 1)
C.4. Penyerahan Obat-Obat Tertentu kepada pasien harus dilakukan oleh
Apoteker berdasarkan resep dokter. Penyerahan tersebut dapat
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian.
C.5. Harus dilakukan verifikasi terhadap resep yang diterima, antara lain:
a. Keabsahan resep atau copy resep
b. Kewajaran jumlah obat yang diresepkan
c. Frekuensi resep untuk pasien yang sama.
Verifikasi kewajaran jumlah obat dan frekuensi resep harus
dilakukan oleh Apoteker.
C.6. Apabila ditemukan kecurigaan terhadap keabsahan resep dan
kewajaran jumlah obat yang diresepkan, maka perlu dilakukan
klarifikasi kepada dokter penulis resep
C.7. Untuk Instalasi Farmasi Rumah Sakit, penyerahan Obat-Obat
Tertentu ke depo/unit rawat inap, rawat jalan, kamar operasi,
instalasi gawat darurat, atau depo/unit lainnya, harus disertai bukti
serah terima obat.
D. Penarikan Kembali Obat (Recall)
Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik wajib
mengembalikan obat yang izin edarnya telah dibatalkan berdasarkan
permintaan dari Industri Farmasi pemilik izin edar / PBF pengirim atau
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
E. Pemusnahan
E.1. Pemusnahan dilaksanakan terhadap Obat-Obat Tertentu yang rusak
dan kedaluwarsa.
E.2. Obat-Obat Tertentu yang akan dimusnahkan harus dicatat dalam
daftar inventaris yang mencakup nama obat, produsen, bentuk dan
kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, jumlah, nomor bets, dan
tanggal daluwarsa.
E.3. Pelaksanaan pemusnahan harus memerhatikan pencegahan diversi
dan pencemaran lingkungan. Kegiatan pemusnahan ini dilakukan oleh
penanggung jawab sarana dan disaksikan oleh petugas Balai
Besar/Balai POM atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
E.4. Penanggungjawab sarana yang melaksanakan pemusnahan Obat-Obat
Tertentu harus membuat Berita Acara Pemusnahan.
E.5. Berita Acara Pemusnahan harus ditandatangani oleh Apoteker
Penanggung Jawab/Kepala Instalasi Farmasi dan saksi (Anak Lampiran 2).
E.6. Berita Acara Pemusnahan yang menggunakan pihak ketiga harus
ditandatangani juga oleh pihak ketiga.
E.7. Pemusnahan terhadap Obat-Obat Tertentu di sarana Instalasi Farmasi
Rumah Sakit milik pemerintah mengacu kepada Peraturan Perundangundangan.
F. Pencatatan dan Pelaporan
F.1. Apotek/Instalasi Farmasi Rumah Sakit/Instalasi Farmasi Klinik wajib
membuat pencatatan secara tertib dan akurat terhadap setiap tahapan
pengelolaan mulai dari pengadaan, penyimpanan, penyaluran,
penarikan kembali obat (recall), dan pemusnahan serta
mendokumentasikannya.
F.2. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada butir F.1 sekurangkurangnya memuat:
a. Nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan,
nomor bets, tanggal daluwarsa, dan nama produsen
b. Jumlah yang diterima, diserahkan, dan sisa persediaan;
c. Tujuan penyerahan.
F.3. Dokumen pengadaan meliputi SP, faktur pembelian, SPB, bukti retur,
nota kredit dari Industri Farmasi/PBF, wajib diarsipkan menjadi satu
berdasarkan nomor urut atau tanggal penerimaan barang.
F.4. Resep Obat-Obat Tertentu harus diarsipkan terpisah dari obat lain dan
diurutkan berdasarkan nomor urut dan tanggal.
F.5. Seluruh dokumen pencatatan wajib diverifikasi oleh Apoteker
Penanggung Jawab/Apoteker Pendamping/Kepala Instalasi Farmasi.
F.6. Apoteker Penanggung Jawab/Apoteker Pendamping/Kepala Instalasi
Farmasi wajib membuat dan mengirimkan laporan kehilangan ObatObat Tertentu yang disampaikan setiap kali kejadian kepada Kepala
Badan c.q. Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif dengan tembusan Kepala Balai Besar/Balai POM setempat
paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah terjadinya kehilangan.
F.7. Apoteker Penanggung Jawab/Apoteker Pendamping/Kepala Instalasi
Farmasi wajib melakukan investigasi atas kehilangan Obat-Obat
Tertentu dan mengirimkan laporan hasil investigasi paling lambat 1 (satu) bulan sejak kejadian.
F.8. Dokumentasi dapat dilakukan secara manual atau sistem elektronik.
Apabila dokumentasi dilakukan dalam bentuk manual dan elektronik,
data keduanya harus sesuai satu sama lain.
F.9. Sistem elektronik yang digunakan untuk mendokumentasikan tahap
pengelolaan harus tervalidasi dan mudah ditampilkan serta ditelusuri
setiap saat diperlukan. Harus tersedia backup data dan Standar
Prosedur Operasional terkait penanganan apabila sistem tidak
berfungsi
F.10. Dokumen wajib disimpan di tempat yang aman dalam jangka waktu
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan mudah diperlihatkan pada
saat pelaksanaan audit atau diminta oleh pemeriksa.
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ROY.A.SPARRINGA
ANAK LAMPIRAN 1
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2016.
TENTANG
PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG
SERING DISALAHGUNAKAN
SURAT PERMINTAAN OBAT-OBAT TERTENTU
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ........
Jabatan : ........
Nama Sarana : ........
(Apotek/Instalasi Farmasi Rumah Sakit/Instalasi Farmasi
Klinik) *
Mengajukan permintaan Obat-Obat Tertentu kepada:
Nama Sarana : Apotek ......
Alamat : ........
Dengan Obat-Obat Tertentu yang diminta adalah:
(Sebutkan nama obat, bentuk sediaan, kekuatan/potensi, jumlah dalam
bentuk angka dan huruf)
Yang akan digunakan untuk memenuhi kekurangan Obat-Obat Tertentu
dalam melayani resep:
(Sebutkan nomor resep, tanggal resep, nama pasien, jumlah dalam resep,
nama fasilitas pelayanan yang menerbitkan resep)
Nama Kota, Tanggal, Bulan, Tahun
Pemesan
Tanda tangan & stempel
Nama Apoteker Penanggung
Jawab/Kepala Instalasi Farmasi Rumah
Sakit/Kepala Instalasi Farmasi Klinik
No. SIPA
*) coret yang tidak perlu
Catt:
- Satu Surat Permintaan hanya berlaku untuk satu resep
- Surat Permintaan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap
- Dilampirkan salinan resep
ANAK LAMPIRAN 2
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2016.
TENTANG
PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG
SERING DISALAHGUNAKAN
BERITA ACARA PEMUSNAHAN OBAT-OBAT TERTENTU
Nomor :..........
Pada hari ini... tanggal... bulan... tahun... sesuai dengan Peraturan Kepala
Badan POM Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-obat
Tertentu yang Sering Disalahgunakan, kami yang bertandatangan di bawah
ini:
Nama Apoteker Penanggung Jawab : ........
SIPA/SIKA : ........
Nama Sarana : ........
Alamat Sarana : ........
Dengan disaksikan oleh :
1. Nama : ........
Jabatan : ........
NIP : ........
2. Nama : ........
Jabatan : ........
3. Nama : .....
Jabatan : ........
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa pada pukul....., bertempat di.........,
kami telah memusnahkan sejumlah Obat-Obat Tertentu sebagaimana tersebut
dalam lampiran.
Pemusnahan ini kami lakukan dengan cara.............
Berita acara ini dibuat rangkap 3 (tiga), dan dikirimkan kepada:
1. Badan POM RI
2. Dinas Kesehatan Provinsi...........
3. Pertinggal
Demikian Berita Acara ini kami buat dengan sesungguhnya agar dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Saksi-saksi:
1. Petugas Balai Besar/Balai POM atau Dinas Kesehatan setempat
Tanda tangan
(.....................)
2. Saksi lain
Tanda tangan
(.....................)
3. Saksi lain
Tanda tangan
(.....................)
Mengetahui: Nama Kota, Tgl, Bln, Tahun
Pimpinan, Apoteker Penanggung Jawab
Tanda tangan & Stempel Tanda tangan
(Nama Apoteker Penanggung
Jawab/Apoteker Penanggung
Jawab Produksi)
SIK/SIPA/NIP
Lampiran Berita Acara Pemusnahan Obat-Obat Tertentu:
Nomor :.................
Daftar Obat-Obat Tertentu yang dimusnahkan:
No. Urut Nama Obat Satuan Jumlah
Keterangan
(Rusak/Expired)
Mengetahui: Nama Kota, Tgl, Bln, Tahun
Pimpinan, Apoteker Penanggung Jawab
Tanda tangan & Stempel Tanda tangan
(Nama Apoteker Penanggung
Jawab/Apoteker Penanggung
Jawab Produksi)
SIK/SIPA
Saksi-saksi:
1. Petugas Balai Besar/Balai POM atau Dinas Kesehatan Setempat
Tanda tangan
(.....................)
2. Saksi lain
Tanda tangan
(.....................)
3. Saksi lain
Tanda tangan
(.....................)
ANAK LAMPIRAN 9
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2016.
TENTANG
PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG
SERING DISALAHGUNAKAN
Contoh Surat Rekomendasi Impor dan Ekspor Bahan Obat/Obat-Obat Tertentu
Nomor : Jakarta,
Lampiran : -Perihal :Rekomendasi Persetujuan Importasi/Eksportasi Bahan
Obat/Obat-Obat Tertentu
KepadaYth:
Pimpinan / Apoteker Penanggungjawab
PBF/ Industri Farmasi
PT. …………………………………………….
Di
Tempat
Sehubungan dengan permohonan importasi/eksportasi bahan obat/obat jadi
Tramadol/ Triheksifenidil/ Haloperidol/ Klorpromazin/ Amytriptilin *) PT.
……………….. dan berdasarkan hasil evaluasi, bersama ini kami sampaikan
Rekomendasi Persetujuan Importasi/Eksportasi Bahan Obat/Obat-Obat
Tertentu……………………….yang Saudara ajukan.
Demikian kami sampaikan, untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Direktur Pengawasan Narkotika
Psikotropika dan Zat Adiktif
ttd
Tembusan Yth:
Direktur Pengawasan Distribsusi Produk Terapetik dan PKR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar