Chronic
Kidney Disease (CKD) penyakit ginjal kronis
Chronic Kidney
Disease (CKD) penyakit ginjal kronis adalah suatu
keadaan medis dimana seseorang kehilangan fungsi ginjal secara progresif selama
periode waktu bulan hingga tahun, gejala memburuknya fungsi ginjal sangat tidak
spesifik atau tidak terlihat secara significant dan mungkin termasuk rasa sakit
atau nyeri yang umumnya menyertai suatu keadaan sakit, untuk keadaan ini hanya
merasakan keadaan badan yang tidak sehat diantaranya seperti penurunan nafsu
makan, lemas, insomnia. Seringkali gejala penyakit ginjal kronis didapat dari diagnosis
sebagai hasil skirining klinis pada orang-orang yang beresiko mengalami masalah
ginjal seperti pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) atau diabetues militus
(DM) dan mereka yang meiliki genetif atau garis keturunan dengan CKD, penyakit
ini juga dapat diidentifikasi pada saat mengarah pada salah satu komplikasi
yang diketahui seperti kardiovaskuler, anemia perikarditis atau osteodistrofi
ginjal (yang terakhir ini termasuk dalam istilah yang baru yaitu CKD-MBD) CKD
adalah suatu bentuk manifestasi jangkapanjang dari penyakit ginjal akut (AKI
Acute Kidney Injury)*, untuk itu pemeriksaan fungsi ginjal harus diterapkan
pada pasien pasien ini dengan periode 3 bulan setelah dicurigai adanya CKD, dan
CKD sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang mendunia yang diakui secara
international mempengaruhi kesehatan populasi manusia sekitar 5 hingga 10% dari
total populasi manusia dunia.
Penyakit ginjal kronis atau CKD diidentifikasi dengan cara melalui tes
darah atau urine untuk diambil data kreatinin yang merupakan produk pemecahan metabolism
otot tubuh, tingkat kreatinin yang lebih tinggi menunjukkan bahwa tingkat filtrasi
glomerulus (fungsi ginjal) yang lebih rendah sebagai akibatnya adalah penurunan
kemampuan ginjal mengeluarkan hasil filtrasi (ekskresi) metabolism dari tubuh, Tingkat kreatinin mungkin
menunjukkan hasil normal pada tahap awalCKD, dan kondisinya mulai dapat
ditemukan jika pengujian sampel urin menunjukkan bahwa ginjal membiarkan
hilangnya protein atau ginjal melepas protein atau sel darah merah kedalam
cairan urine. Untuk mengetahui dan menyelidiki secara menyeluruh penyebab
kerusakan ginjal maka dibuatlah berbagai bentuk alat mesin untuk mengeahui
kerusakan pada binjal dengan berbagai macam cara pencitraan atau gambaran
medis. Tes darah atau bahkan biopsi ginjal (mengambil sampel kecil dari
jaringan ginjal) digunakan untuk mengetahui apakah penyebab ini reversible
untuk kerusakan ginjal yang ada.
Pedoman
untuk para professional kesehatan sebelumnya mengklasifikasikan tingkat
keparahan CKD dalam lima tahap atau tingkatan, tahap pertama adalah tahap yang
paling ringan dan biasanya sedikit gejala yang timbul dan tahap 5 adalah tahap
yang sudah pada tingkat keparahan dengan tingkat harapan hidup yang sangat
buruk jika tidak segera ditangani dan tahap 5 CKD ini sering disebut penyakit
ginjal stadium akhir atau gagal ginjal stadium akhir dan sebagian besar identik
dengan istilah yang sekarang sudah usang karena gagal ginjal kronis dan
biasanya ini memndakan bahwa pasien memerlukan terapi pengganti ginjal, atau
memerlukan suatu bentuk pelayanan dialisis (tindakan hemodialisa) akan tetapi
terapi yang ideal adalah transpalntasi ginjal dengan segala operasinya. Pedoman
internasional yang baru adalah memilahkan penyebab gagal ginjal CKD dengan
berdasar kepada penyebabnya, kategori penyebab ini berdasar pada :
1.
Kategori tingkat filtrasi glumerulus
atau fungsi kliren ginjal, (G1, G2, G3a, G3b, G4 dan G5) dan
2.
Kategori kebutuhan albumin karena
albuminuria (A1, A2, dan A3)
Skrining
orang beresiko CKD penting, karena bila ada perawatan yang menunda perkembangan
CKD hingga timbul gejala yang bermakna maka akan semakin menambah tingkat
keparahan penyakitnya. Jika penyebab utama dari CKD ini seperti ditemukan
seperti Vaskulitis atau nefropati obstruktif (penyumbatan pada system drainase
di ginjal) ditemukan, maka segera ditangani secara langsung untuk memperlambat
proses kerusakan yang lebih parah. Pada tahap lebih lanjut perawatan mungkin
diperlukan untuk mencegah dan menanggulangi anemia, penyakit yang umum disebut sebagai
osteodistrofi ginjal, hiperpara tiroidisme sekunder, penyakit ginjal kronis
karena gangguan mineral (CKD-MBD), penyakit ginjal kronis adalah penyebab daari
956.000 kasus kematian diseluruh dunia pada tahun 2013 yang meningkat dari
409.000 kematian pada tahun 1990.
TANDA DAN GEJALA
CKD
awalnya terlihat tanpa gejala yang spesifik dan umumnya hanya terdeteksi
sebagai peningkatan serum kreatinin atau protein dalam urine, pada saat fungsi
ginjal mulai menurun, gejala – gejala lainnya adalah seperti :
-
Tekanan darah, mineral karena
kelebihan cairan dan produksi hormone vasoaktif yang diciptakan oleh ginjal
melalui system angiotensin – renin (suatu system hormonal dalam tubuh yang
mengatur kesetimbagan natrium plasma dan tekanan darah khususnya arteri), CKD
juga dapat meningkatkan hipertensi dan atau menderita gagal janutng kongestif
(CHF congestive heart failure) dimana jantung tidak mampu memompa sejumlah
darah yang dibutuhkan oleh tubuh.
-
Urea terakumulasi, menyebabkan
azotemia (kondisi medis dimana kadar senyawa nitrogen atau urea dalam darah
yang tidak normal) dan akhirnya uremia (keadaan medis dimana terdapat kandungan
urea dalam darah yang dihasilkan oleh keadaan ginjal yang menurun atau gagal
ginjal) yang ditandai dengan gejala mulai kelesuan hingga perikarditis dan
ensefalopati. Karena sirkulasinya sistemik yang tinggi urea diekskresikan dalam
keringat, ekskresi pada konsentrasi tertinggi dan mengkrital pada kulit saat
berkeringat dan menguap oleh suhu maupun udara.
-
Kalium terakumulasi dalam darah
(hiperklemia dengan berbagai gejala termasuk malaise dan aritmia jantung yang
berpotensi fatal), hiperkalemia biasanya tidak berkembang sampai tingkat
filtrasi glomerulus turun menjadi berkurang antara 20 sampai 25 ml / menit,
dimana ini dapat terjadi pada ginjal pada saat ginjal mengalami penurunan
kemampuan untuk mengeluarkan kalium, hiperkalemia dalam keadaan CKD dapat
diperburuk oleh asidema (keadaan medis yang menyebabkan pegeseran potassium
ekstraseluler) dan dari kekurangan insulin.
-
Sintesis erythropoietin menurun
menyebabkan anemia
-
Gejala overload volume cairan bisa
berkisar dari edema ringan hingga edema paru yang mengancam jiwa.
-
Hiperfosfatemia, karena ekskresi
fosfat yang berkurang, mengikuti penurunan filtrasi glomerulus,
hiperphospatemia dikaitkan dengan peningkatan resiko kardiovaskuler dimana
hiperfosfatemia dapat sebagai stimulus langsung terhadap kalsifikasi vaskuler,
selain itu konsentrasi protein “fibroblast growth-23 (FGF-23)” yang beredar
meningkat secara progresif karena kapasitas ginjal untuk ekskresi fosfat
menurun, namun respons adaptasi ini juga dapat menyebabkan hipertropi ventrikel
dan peningkatan mortalitas pada pasien CKD.
-
Hipokalsemia, karena defisiensi
“1,25 dihydroxyvitamin D3” (disebabkan oleh stimulasi FGF-23 dan pengurngan
masa ginjal) dan resisten terhadap aksi kalsik hormone paratiroid. Osteosit
bertanggung jawab atas peningkatan produksi FGF-23 yang merupakan penghambat
ampuh enzim 1-alfa-hidroksilase (bertanggung jawab atas konversi
25-hidroxycholecalciferol menjadi 1,25 dihydroxyvitamin D3). Kemudian ini
berlanjut ke hiperparatiroidisme sekunder, osteodistrofi ginjal, dan klasifikasi
vaskuler yang selanjutnya mengganggu funsgi jantung. Konsekuensi ekstrem adalah
terjadinya kondisi langka yang disebut calciphylaxis.
-
Konsep penyakit ginjal kronis –
gangguan tulang mineral (CKD-MBD) saat ini menggambarkan sindrom klinis yang
lebih luas yang berkembang sebagai gangguan sistemik metabolism mineral dan
tulang akibat CKD yang digambarkan oleh salah satu atau kombinasi akibat dari
1. Kelainan kalsium, fosfor
(fosfat), hormone paratiroid atau metabolism vitamin D,
2. Kelainan pada
sirkulasi dalam tulang, mineralisasi, volume pertumbuhan linier atau kekuatan
(osteodistrofi ginjal),
3. Kalsifikasi (keluarnya kalsium) jaringan lunak atau
vaskuler lainnya. CKD-MBD telah dikaitkan dengan hasil yang makin memburuk.
-
Asidosis metabolic (akibat akumulasi
sulfat, fosfat, asam urat dsb) dapat menyebabkan aktifitas enzim yang berubah
dengan asam berlebih yang bekerja pada enzim, dan juga meningkatkan rangsangan
membrane jantung dan neural dengan promosi hiperkalemia karena asam yang
berlebih (academia). Asidosis juga disebabkan oleh penurunan kapasitas untuk
menghasilkan ammonia yang cukup dari sel tubulus proksimal, (asidosis adalah
suatu kondisi medis yang terjadi aketika tubuh menghasilkan jumlah asam yang
sangat berlebih, atau suatu keadaan dimana ginjal tidak mengeluarkan atau
memperoduksi asam dari tubuh)
-
Anemia defisiensi besi, yang
meningkatkan prevalensi karena fungsi ginjal yang menurun terutama terjadi pada
mereka yang membutuhkan hemodialisis. Ini bersifat multifaktoral, namun
mencakup peningkatan, pengurangan eritropoetin dan hiperurisemia yagn
menyebabkan penekanan sumsung tulang, (eritropoetin atau yang dikenal juga
sebagai hematopoetin adalah suatu glikoprotein yang mengendalikan proses
erythropoesis atau produski darah merah atau disebut juga sitokin, dimana
sitokin ini menjadi precursor atau pemicu aktifnya eitrosit menjadi bagian
darah aktif di sumsung tulang belakang).
Orang
dengan CKD dan menderita aterosklerosis prosesnya akan menjadi dipercepat
karena kondisi CKD tersebut, lebih cenderung mengembang menjadi penyakit
kardiovaskuler dari pada populasi pasien dengan CKD umumnya, kemudian pasien
CKD dengan gangguan kardiovaskular akan cenderung memiliki gejala yang semakin
memburuk, aterosklerosis dikenal juga sebagai penyakit pembuluh darah adalah
keadaan dimana dinding arteri menjadi lebih menebal karena adanya invasi atau
akumulasi sel darah putih yang kemudian menjadi tempat menempelnya lemak
sehingga menjadi “lapisan lemak” yang menempel pada arteri, dimana lemak ini
terdiri dari kolesterol dan atau trigliserid, sehingga ruang arteri menjadi
semakin sempit, dan ini yang kemudian makin memperburuk keadaan.
Disfungsi
seksual yang umum terjadi pada pasien dengan CKD adalah sebagian besar pasien
pria akan mengalami dorongan seksual yang makin lama semakin berkurang,
sedangkan pada wanita akan sama yaitu menurunnya gairah seksual ditambah dengan
pola menstruasi yang tidak stabil bahkan menyakitkan
PENYEBAB CKD
Penyebab
CKD yang paling umum diketahui adalah adanya diabetes mellitus (DM), tetapi
ternyata tekanan darah tinggi juga dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal
kronis ini, bahkan di Indonesia hipertensi atau tekanan darah tinggi hampir
sama banyaknya menjadi penyebab CKD.
Penyakit
ginjal telah diklasifikasikan menurut anatomi ginjal yang terlibat atau yang
bersangkutan menjadi rangkaian sebab penyakit ginjal yaitu :
-
Penyakit
vaskuler yang meliputi penyakit pembuluh darah besar seperti stenosis arteri
ginjal, dan penyakit pembuluh darah kecil misalnya seperti nefropati iskemik,
sindrom hemolitik-uremik dan vaskulitis
-
Penyakit
glomerulus yang terdiri dari dua kelompok yaitu glomerulus primer yaitu seperti
glomerulus segmental dan atau nefritis, serta glomerulus sekunder seperti
nefropati diabetic dan nefritis lupus
-
Penyakit
bawaan atau genetic seperti ginjal polikistik
-
Penyakit
tubulointerstitial termasuk nepritis tubulointerstitial nekrosis, dan
nukleotida karena obat dan toksis
-
Nefropati
obstruktif seperti misalnya batu ginjal dan prostat
-
Pada
kasus tertentu dan jarang terjadi yaitu adanya cacing kremi yang menginfeksi
ginjal dan dapat menyebabkan nefropati
-
Penyakit
ginjal yang sampai sekarang belum diketahui penyebabnya secara umum seperti
yang ditemukan di USA yaitu “nefropati mesamerika”
DIAGNOSIS
Diagnosis CKD sebagian besar didasarkan pada
gambaran klinis yang dikombinasikan dengan pengukuran tingkat kreatinin serum.
Pada banyak pasien dengan CKD, penyakit
ginjal sebelumnya atau penyakit dasar lainnya sudah diketahui, sejumlah besar
hadir dengan CKD yang tidak diketaui penyebabnya. Pada pasien ini penyebabnya
kadang-kadang diidentifikasi secara retrospektif
Dalam keadaan CKD, banyak racun uremik (racun
dan kotoran metabolism dalam urin ginjal) terakumulasi dan mengalir kembali
dalam darah, bahkan ketika ginjal sudah mengalami kegagalan maka tidak ada cara
terapi lain kecuali dialysis atau hemodialisa dimana fungsi ginjal sudah tidak
maksimal dan darah dibersihkan dengan bantuan mesin, disini tingkat toksin atau
racun tidak dapat kembali kedalam keadaan normal seperti halnya saat ginjal
bekerja normal, demikian pula saat pasien telah mendapatkan transplantasi
ginjal, ginjal yang didapatkan tidak akan bekerja 100% baik, sehingga kadar
racun masih akan tetap lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, toksin menunjukkan
berbagai aktivitas sitotoksik dalam serum dan memiliki bobot molekul yang
berbeda dan beberapa diantaranya terikat pada protein lain, terutama pada
albumin.
SKRINING
Skrining kepada pasien atau mereka yang tidak
memiliki gejala yang Nampak maupun tidak memiliki resiko CKD tidak disarankan,
akan tetapi skrining dilakukan kepada mereka yang harus diskrining, meliputi :
mereka yang memiliki hioertensi atau riwayat penyakit kardiovaskuler, mereka
yang memiliki diabetes mellitus atau obesitas, mereka yang sudah berusia diatas
60 tahun, mereka yang memiliki sejarah dengan sakit ginjal atau kerabat family
yang memiliki atau mempunyai riwayat menderita sakit ginjal dan memerlukan
dialysis ( hemodialisa )
Skrining harus mencakup perhitungan perkiraan
GFR (glomerular filtration rate) atau tingkat fungsi ginjal yang diukur dari
hasil tes serum kreatinin dan atau hasil dari pengukuran rasio antara albumin
dan kreatinin urine dalam sampel urine pagi pertama (urine pagi pertama
menggambarkan jumlah protein yang terkandung dalam urine atauyang biasa disebut
albumin dalam urine) atau juga dapat sebagai penunjuk adanya hematuria, GFR
(laju filtrasi ginjal atau glomerulus) berasal dari kreatinin serum dan berbanding
terbalik dengan kadar kreatinin yaitu hubungan dengan timbale balik (semakin
tinggi hasil kreatinin maka semakin rendah GFR atau laju filtrasi ginjalnya) Ini
mencerminkan satu aspek fungsi ginjal : seberapa efisienkah glomerulus (unit
penyaringan) bekerja, tapi saat mereka membentuk kurang dari 5% massa ginjal,
GFR tidak memberi tahu tentang semua aspek kesehatan dan fungsi ginjal, hal ini
dapat dilakukan dengan menggabungkan tingkat GFR dengan penilaian klinis pasien
(terutama keadaan cairan) dan mengukur kadar hemoglobin, potassium, fosfat dan
hormone paratiroid (PTH), GFR normal adalah 90-120mL/menit, unit kreatinin
bervariasi daru satu negara dengan negara lainnya.
NEPHROLOGY
Panduan untuk rujukan ke nefrologi berbeda
antar negara, meskipun sebagian besar akan setuju bahwa rujukan nefrologi
diperlukan oleh CKD tahap 4 (bila GFR kurang dari 30mL/menit atau menurun lebih
dari 3 ml / menit / tahun) dan mungkin berguna pada tahap awal (missal CKD3)
bila rasio albumin-kreatinin urine lebih dari 30 mg/mmol, bila tekanan darah
sulit dikendalikan atau bila hematuria atau temuan lainnya menunjukkan gangguan
glomerulus utama atau sekunder, penyakit CKD ini dapat diobati dengan
pengobatan spesifik, manfaat lain dari rujukan nefrologi awal mencakup
pendidikan pasien yang tepat mengenai pilihan terapi penggantian ginjal serta
transplantasi pre-emptive dan penanganan tepat waktu dan penempatan fistula
arteriovenosa pada pasien yang memilih hemodialisis dimasa depan.
Tahap CKD dibagi dalam tingkat fungsi
glomerulus
Tahap
CKD tingkat GFR (mL/menit/1,73m2)
Tahap
1 ≥ 90
Tahap
2 60 – 89
Tahap
3 30 – 59
Tahap
4 15 – 29
Tahap
5 < 15
Semua individu dengan tingkat filtrasi
glomerulus (GFR) < 60 mL/menit/1,73m2 selama 3 bulan
diklasifikasikan memiliki penyakit ginjal kronis, terlepas dari ada tidaknya
kerusakan ginjal, alasan memasukkan pasien-pasien dalam tahap-tahap tersebut
adalah berdasar pengurangan fungsi ginjal ke tingkat yang lebih rendah dari
tingkat normal fungsi ginjal orang dewasa, yang mungkin terkait dengan sejumlah
komplikasi seperti perkembangan penyakit kardiovaskular.
Protein dalam urine dianggap sebagai penanda
independen untuk memperburuk fungsi ginjal dan penyakit kardiovaskuler, oleh
karena itu pedoman inggris menambahkan huruf “P” ke tahap penyakit ginjal
kronis jika kehilangan protein itu signifikan.
Tahap 1
Sedikit
berkurang fungsi ginjal, kerusakan ginjal GFR normal atau relative tinggi (≥
90 mL/menit/1,73m2) dan albuminuria persisten, kerusakan ginjal
didefinisikan sebagai kelainan patologis atau tanda kerusakan, termasuk
kelainan pada tes darah atau urine atau studi pencitraan.
Tahap 2
Terjadi
pengurangan fungsi ginjal ringan, kerusakan ginjal GFR normal atau relative
tinggi ( 60 – 89 mL / menit / 1,73m2 ) dengan kerusakan ginjal
didefinisikan sebagai kelainan patologis atau tanda kerusakan, termasuk
kelainan pada tes darah atau urine atau studi pencitraan.
Tahap 3
Pengurangan
fungsi ginjal GFR sedang ( 30 – 59 mL / menit / 1,73m2 ), pedoman
inggris membedakan antara tahap 3A ( GFR 45-59 ) dan tahap 3B ( GFR 30-44 )
untuk tujuan skrining dan rujukan.
Tahap 4
Pengurngan
GFR fungsi ginjal berat ( 15 – 29 mL / menit / 1,73m2 ), persiapan
untuk tranplantasi atau pergantian ginjal
Tahap 5
Mendirikan
prosedur dialysis atau hemodialisa ( <15 mL / menit / 1,73m2 ),
terapi penggantian ginjal permanen atau penyakit stadium akhir
NDD-CKD vs
ESRD
Istilah “penyakit ginjal kronis
non-dialysis-dependent” ( NDD-CKD ) adalah sebutan yang digunakan untuk
mencakup status orang-orang yang memiliki CKD mapan yang belum memerlukan
perawatan penunjang kehidupan untuk kegagalan ginjal yang dikenal sebagai
terapi pengganti ginjal atau transplantasi, pasien dengan salah satu pilihan
terapi atau memerlukan kebutuhan terapi berupa dialysis ( hemodialisa ) atau
transplantasi disebut sebagai penyakit ginjal stadium akhir ( GFR tahap 5 )
atau end-stage-kidney-disease, atau ESKD, maka dimulainya ESKD secara praktis
merupakan kesimpulan dari ginjal yang irreversible dari kegagalan ginjal,
meskipun NDD-CKD mengacu pada status CKD dengan stadium awal ( tahap 1 sampai 4
), tetapi pasien yang belum memulai atau belum melaksanakan penggantian ginjal
atau transplantasi juga disebut sebagai NDD-CKD tahap 5.
DIFERENSIAL
DIAGNOSIS
Penting untuk membedakan CKD dari cedera
ginjal akut (AKI atau Acute Kidney Injury) karena cedera ginjal akut dapat
reversible atau kembali pulih dan ini dapat dilihat dengan menggunakan USG dan
ukuran ginjal dapat dilihat dari prosedur ini, ginjal dengan CKD biasanya
ukurannya lebih kecil (<9cm) dari pada ginjal normal, petunjuk lain perbedaan
antara CKD dengan cedera ginjal akut adalah petunjuk diagnostic lain atau uji
laboratorium yaitu peningkatan serum kreatinin (selama beberapa bulan atau
tahun ) maka bila dibandingkan dengan CKD akan memberikan hasil yang lebih
besar dibandingkan dengan pasien dengan cedera ginjal akut, biasanya tenaga
medis akan merawat dengan intensive untuk mengembalikan fungsi ginjal setelah mendapatkan
kepastian pasien hanya cedera ginjal akut.
PENGOBATAN
Kehadiran CKD memberikan peningkatan resiko
penyakit kardiovaskuler yang nyata dan orang-orang dengan CKD sering memiliki
factor resiko penyakit jantung lainnya seperti kadar lemak dalam darah yang
tinggi, penyebab paling umum penyebab kematian pada pasien dengan CKD justru
adalah penyakit kardiovaskuler dari pada gagal ginjal, sehingga pengobatan
hiperlipidemia pada pasien CKD sangat diperlukan.
Selain mengendalikan factor resiko lainnya,
tujuan terapi pengobatan adalah memperlambat atau menghentikan perkembangan CKD
ke tahap selanjutnya atau berhenti untuk tidak sampai tahap 5, pengendalian
tekanan darah dan pengobatan penyakit penyerta lain bila memungkinkan, ini
adalah prinsip pengelolaan pasien CDK yang luas, Umumnya digunakan Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor ( ACEin) atau Angiotensin II Receptor Antagonists
(ARB) karena golongan ini dapat dipergunakan untuk memperlambat perkembangan
CKD sehingga tidak terjadi gagal ginjal, keduanya (ACEin dan ARB) juga dapat
mengurangi adanya resiko atau angka kejadian kardiovaskular seperti infark
miokard, stroke, gagal jantung dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler lainnya,
selanjutnya ACEin dimungkinkan lebih bagus dan aman bila dibandingkan dengan
ARB untuk perlindungan terhadap pasien-pasien CKD yang mulai gagal ginjal, dan
untuk saat ini ACEin dan ARB sudah dapat mewakili standar terapi pasien dengan
CKD utamanya pada pasien CKD yang secara progresif mulai kehilangan fungsi
ginjalnya secara normal
Penggantian terapi eritropoetin (EPO) dan
kalsitrol, dua hormone yang di produksi oleh ginjal seringkali diperlukan pada
orang dengan usia lanjut dengan penyakit ketuaannya, pada pedoman terapi di
eropa merekomendasikan terapi dengan zat besi parenteral sebelum diberikan
terapi EPO, dianjurkan dengan tingkat target hemoglobin antara 9 – 12 g/dL,
normalisasi tingkat hemoglobin belum ditemukan manfaatnya secara jelas dan gamblang
(sampai saat inibelum jelas apakah andogen dapat membantu keadaan anemia
pasien) tetapi sampai saat ini perbaikan hemoglobin tetap diberkan kepada
pasien CKD, termasuk penggunaan pengikat fosfat yang juga digunakan untuk
mengendalikan kadar fosfat serum yang biasanya kadarnya ikut meningkat pada
penyakit ginjal kronis tingkat lanjut, walaupun hanya dengan didukung dengan analisa,
penelitian sangat minimal dan terbatas.
PROGNISIS
Prognosis pasien dengan penyakit ginjal
kronis harus dijaga pada saat data epidemiologis sudah menunjukkan bahwa semua
penyebab kematian (tingkat kematian pada seluruh pasien dengan gejala penyakit)
akan semakin meningkat pada saat fungsi ginjal sudah mulai mengalami penurunan,
penyebab utama kematian pada pasien dengan gagal ginjal kronis adalah penyakit
kardiovaskular, terlepas dari apakah ada perkembangan ke tahap 5 atau tidak.
Sementara ini terapi penggantian ginjal atau
transplantasi ginjal dapat mempertahankan pasien untuk hidup dengan batas waktu
yang lebih panjang atau dapat memperpanjang usia harapan hidup pasien sehingga
kualitas hidup pasien akan sangat tinggi, sehingga pilihan ini sangat
berpengaruh untuk meningkatkan kualitas kelangsungan hidup pasien walaupun
pasien sudah pada tahap atau stadium akhir yaitu stadium 5 sehingga bila
dibandingkan dengan menggunakan terapi obat-obatan CKD maka transplantasi lebih
baik, namun bila dikaitkan dengan biaya maka didunia terutama untuk kita di
Indonesia transplantasi sangatlah mahal.
EPIDEMIOLOGI
Sekitar satu dari sepuluh orang memiliki
penyakit ginjal kronis, orang Afro-Amerika (campuran ras Amerika-Afrika) Indian
asli Amerika dan orang Asia Selatan terutama Pakistan, Srilangka, Bangladesh,
dan India memiliki resiko tinggi terkena CKD
Orang dengan tekanan darah tinggi (hipertensi)
dan kadar gula darah tinggi (diabetes) juga beresiko tinggi terkena CKD,
sekitar satu dari lima pasien dewasa hipertensi mengalami CKD dan satu dari
sekitar 3 pasien dewasa diabetes memiliki CKD, dan penyebab lain CKD
diantaranya adalah Obesitas, Kolesterol, lupus, beberapa bentuk penyakit
kardiovaskuler dan adanya riwayat keluarga (walaupun yang terakhir ini masih
dalam perdebatan)
Penyakit ginjal kronis ini menjadi penyebab
kematian sekitar 956.000 kematian secara global tahun 2013, yang ternyata
meningkat dari 409.000 di tahun 1990, pada tahun 2008 di Kanada orang menderita
CKD berkisar antara 1.9 juta sampai 2,3 juta penduduk, data di Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika tahun 1999 sampai 2004 ditemukan
bahwa CKD mempengaruhi sekitar 16,8% orang dewasa Amerika pada usia 20 tahun
keatas, sedangkan di Inggris diperkirakan tahun 2007 bahwa populasi di Inggris raya
dan Irlandia Utara sekitar 8,8% memiliki gejala CKD.
Kemanjuran pengobatan ternyata juga memberikan
efek yang berbeda antara kelompok ras yang ada, misalnya pemberian obat antihipertensi
pada umumnya akan memberikan efek menghentikan perkembangan penyakit pada
populasi ras kulit putih, namun ternyata untuk ras kulit bewarna kakan berefek tetapi
tidak semaksimal bila diberikan kepada kulit putih dalam hal memperlambat
penyakit ginjal, dan ini tidak sertamerta kemudian dosis ditingkatkan agar
berefek maksimal, karena efek sampingnya justru lebih besar dirasakan oleh
orang ras kulit berwarna bila dibandingkan oleh ras kulit putih, termasuk
tambahan terapi bikarbonat lebih banyak diberikan pada orang ras kulit berwarna.
Penelitian atau studi lapangan di Amerika telah
menunjukkan adanya hubungan sejarah penyakit ginjal kronis bahwa pada keluarga
pertama akan ada kemungkinan terjadi pada keluarga keduanya, selain itu orang
Amerika-Afrika mungkin (ini masih dalam perdebatan) memiliki kadar serum antigen
leukosit manusia (HLA Human Leucosit Antigent) yang lebih tinggi, konsentrasi HLA
yang lebih tinggi dapat menyebabkan peningkatan peradangan systemic yang secara
tidak langsung dapat menyebabkan kerentanan yang meningkat untuk perkembangan ginjal,
sekarang kurangnya penurunan tekanan darah diantara kelompok Amerika-Afrika
juga sudah jadi pertimbangan pemberian terapi dan sebagai dasar pemberian
penjelasan (edukasi pasien) guna memberi kepercayaan yang lebih jauh terhadap
pasien dengan perbedaan ras untuk pasien CKD.
Kejadian CKD yang sangat tinggi hingga
menimbulkan kematian dan sangat sulit dijelaskan pernah terjadi dan kejadian
ini dikenal dengan kejadian “nefropati mesoamerika” telah dicatat sebagai
sejarah dikalangan pekerja pria Amerika Tengah terutama pada pria pekerja
diladang tebu didaratan rendah El Savador dan Nikaragua, dicurigai karena cuaca
panas dan bekerja berjam-jam pada suhu tinggi berkisar antara 36-38°C, juga bahan kimia pertanian, pestisida hingga factor sosio-ekonomi
hidup mereka, akan tetapi semua baru sebagai dugaan, dan ini juga pernah
terjadi di Sri Langka dan hingga kini menjadi masalah yang serius bagi Negara tersebut.
Demikian postingan kami saat ini
semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar