Farmasi
Klinik Istilah farmasi
klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di USA, dengan
penekanan pada tugas
dan fungsi farmasis yang bekerja langsung bersentuhan dengan pasien. Saat itu
farmasi klinik merupakan suatu disiplin ilmu dan profesi yang relatif baru, di
mana munculnya disiplin ini berawal dari ketidakpuasan atas norma praktek
pelayanan kesehatan pada saat itu dan adanya kebutuhan yang meningkat terhadap
tenaga kesehatan profesional yang memiliki pengetahuan komprehensif mengenai obat-obatan khususnya pengobatan.
Gerakan itu muncul pada tahun 1960-an dimana farmasi klinik
dimulai dari University of Michigan dan University of Kentucky
Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai
“Bapak Ilmu Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi kesehatan lainnya karena saat itu
mungkin seperti yang kita kenal sekarang yaitu tabib, semua kegiatan pengobatan
dari mendiagnosa, mengobati hingga merawat hanya dilakukan oleh satu orang
yaitu tabib sehingga belum dikenal apa itu Farmasi atau professional Farmasi. Jadi pada masa itu seorang dokter
yang mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang “Apoteker” yang
menyiapkan obat
sekaligus “Perawat”. Semakin lama masalah penyediaan obat semakin rumit,
baik formula maupun pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu keahlian
tersendiri dan itu
dimuali pada tahun 1240 M, dimana Raja Jerman Frederick II memerintahkan
pemisahan secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang
terkenal “Two Silices”. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu direnungkan
adalah bahwa akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama.
Dampak revolusi industri merambah dunia farmasi dengan
timbulnya industri-industri obat, sehingga terpisahlah kegiatan farmasi di
bidang industri obat dan di bidang “penyedia/peracik” obat ( apotek ). Dalam
hal ini keahlian kefarmasian jauh lebih dibutuhkan di sebuah industri farmasi
dari pada apotek. Dapat dikatakan bahwa farmasi identik dengan teknologi
pembuatan obat dan saat
itu terkenal dengan orientasi produk.
Dalam
bukunya Herfindal dalam bukunya “Clinical Pharmacy and
Therapeutics” (1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan “Therapeutic
Judgement” dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.
Jadi sebenarnya Farmasi klinik merupakan ilmu kefarmasian yang
relatif baru berkembang di Indonesia. Walaupun istilah farmasi klinik sudah mulai muncul
pada tahun 1960-an di Amerika, yaitu suatu disiplin ilmu farmasi yang
menekankan fungsi farmasis untuk memberikan asuhan kefarmasian (Pharmaceutical
care) kepada pasien. Bertujuan untuk meningkatkan outcome pengobatan. Secara
filosofis, tujuan farmasi klinik adalah untuk memaksimalkan efek terapi,
meminimalkan resiko, meminimalkan biaya pengobatan, serta menghormati pilihan
pasien. Saat ini disiplin ilmu tersebut semakin dibutuhkan dengan adanya
paradigma baru tentang layanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien.
Tenaga farmasi yang bekerja di rumah sakit dan komunitas (apotek, puskesmas,
klinik, balai pengobatan dan dimanapun terjadi peresepan ataupun penggunaan
obat), harus memiliki kompetensi yang dapat mendukung pelayanan farmasi klinik
yang berkualitas.
Ada juga yang mengartikan farmasi klinik sebagai suatu keahlian khas ilmu
kesehatan yang bertanggung jawab untuk memastikan penggunaan obat yang
aman dan sesuai dengan kebutuhan pasien, melalui penerapan pengetahuan dan
berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan pasien yang memerlukan
pendidikan khusus dan atau pelatihan yang terstruktur. Sehingga dapat dirumuskan
tujuan farmasi klinik yaitu memaksimalkan efek terapeutik obat, meminimalkan
resiko/toksisitas obat, meminimalkan biaya obat.
Kesimpulannya,
farmasi klinik merupakan suatu disiplin
ilmu kesehatan di mana farmasis memberikan asuhan (“care”; bukan
hanya jasa pelayanan klinis) kepada pasien dengan tujuan untuk
mengoptimalkan terapi obat dan mempromosikan kesehatan, wellness dan
prevensi penyakit.
Farmasi klinik yang dimaksudkan dalam Permenkes nomor 58 tahun 2014 adalah sebagai berikut :
1. pengkajian dan pelayanan resep
pelayanan resep dimulai dari penerimaan resep dimana dalam penerimaan dilihat kejelasan tulisan dalam resep ( dapat terbaca atau tidak ) baru kemudian di schrening, diantaranya adalah administrasi, yaitu kelengkapan yang harus tercantum dalam resep seperti tercantum
a. profil pasien : nama pasien, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, ruangan/poli
b. profil penulis resep : nama dokter, nomor ijin, alamat dokter,tgl ditulis dan paraf penulis
c. dan terapi : nama obat, bentuk sediaan, dosis, jumlah, stabilitas, cara pakai, waktu digunakan, ED atau BUD dan cara menyimpan
2. penelusuran riwayat obat
penelusuran riwayat penggunaan obat paling tidak harus tercantum dalam rekam medik, bila di apotik paling tidak ada catatan resep dari pasien atau pasien berkunjung, dalam penelusuran resep ini dilakukan kegiatan berupa :
a. membandingkan riwayat obat dengan proses pengobatan yang akan dialami pasien ( obat yang sudah dikonsumsi diwaktu lalu dibandingkan apakah sudah selaras dengan indikasi atau sakitnya sekarang ) sehingga apakah ada keterkaitan terapi sekarang dengan yang sebelumnya
b. verifikasi riwayat penggunaan obat ( memastikan terapi yang dahulu sudah tepat, sesuai dosis, benar cara pakai dan sebagainya )
c. mendokumentasikan bila ada alergy atau pernah mengalami kejadian efek samping obat yang tidak diinginkan sehingga dapat diantisipasi
d. identifikasi adanya interaksi obat dengan obat atau obat dengan makanan
e. melakukan penilaian kepatuhan dalam menggunakan obat
f. melakukan penilaian rasionalitas pengobatan
g. melakukan penilaian pemahaman pasien terhadap obat
h. melakukan penilaian salah atau benar dalam pasien menggunakan obat
i. melakukan penilaian apakah pasien menyalah gunakan obat
j. melakukan penilaian apakah pasien butuh alat bantu dalam mengkonsumsi obat ( misal butuh orang mengingatkan, butuh bentuk sediaan yang berbeda seperti bentuk tablet menjadi syrup atau sebaliknya, butuh pen insulin, dsb )
k. mendokumentasikan obat ( obat tradisional/ramuan/herbal/dsb ) yang dikonsumsi tanpa rekomendasi dokter yang merawat
l. mengidentifikasi terapi lain misal akupuntur, pijat refleksi, tusuk jarum, dsb
3. rekonsiliasi
rekonsiliasi adalah membandingkan terapi yang sedang dijalani dengan terapi yang dapat saat itu untuk terapi selanjutnya, dimana ada maksud untuk mencegah terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan seperti
a. polifarmasi
b. kesalahan obat
c. kesalahan dosis
d. kesalahan jenis sediaan dan sebagainya
rekonsiliasi ini dimaksudkan supaya :
a. memastikan terapi yang akurat
b. mengidentifikasi keseuaian akibat tidak terdikumentasikan terapi
c. mengidentifikasi akibat tidak jelas tulisan atau terapi
( berlanjut )
1. pengkajian dan pelayanan resep
pelayanan resep dimulai dari penerimaan resep dimana dalam penerimaan dilihat kejelasan tulisan dalam resep ( dapat terbaca atau tidak ) baru kemudian di schrening, diantaranya adalah administrasi, yaitu kelengkapan yang harus tercantum dalam resep seperti tercantum
a. profil pasien : nama pasien, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, ruangan/poli
b. profil penulis resep : nama dokter, nomor ijin, alamat dokter,tgl ditulis dan paraf penulis
c. dan terapi : nama obat, bentuk sediaan, dosis, jumlah, stabilitas, cara pakai, waktu digunakan, ED atau BUD dan cara menyimpan
2. penelusuran riwayat obat
penelusuran riwayat penggunaan obat paling tidak harus tercantum dalam rekam medik, bila di apotik paling tidak ada catatan resep dari pasien atau pasien berkunjung, dalam penelusuran resep ini dilakukan kegiatan berupa :
a. membandingkan riwayat obat dengan proses pengobatan yang akan dialami pasien ( obat yang sudah dikonsumsi diwaktu lalu dibandingkan apakah sudah selaras dengan indikasi atau sakitnya sekarang ) sehingga apakah ada keterkaitan terapi sekarang dengan yang sebelumnya
b. verifikasi riwayat penggunaan obat ( memastikan terapi yang dahulu sudah tepat, sesuai dosis, benar cara pakai dan sebagainya )
c. mendokumentasikan bila ada alergy atau pernah mengalami kejadian efek samping obat yang tidak diinginkan sehingga dapat diantisipasi
d. identifikasi adanya interaksi obat dengan obat atau obat dengan makanan
e. melakukan penilaian kepatuhan dalam menggunakan obat
f. melakukan penilaian rasionalitas pengobatan
g. melakukan penilaian pemahaman pasien terhadap obat
h. melakukan penilaian salah atau benar dalam pasien menggunakan obat
i. melakukan penilaian apakah pasien menyalah gunakan obat
j. melakukan penilaian apakah pasien butuh alat bantu dalam mengkonsumsi obat ( misal butuh orang mengingatkan, butuh bentuk sediaan yang berbeda seperti bentuk tablet menjadi syrup atau sebaliknya, butuh pen insulin, dsb )
k. mendokumentasikan obat ( obat tradisional/ramuan/herbal/dsb ) yang dikonsumsi tanpa rekomendasi dokter yang merawat
l. mengidentifikasi terapi lain misal akupuntur, pijat refleksi, tusuk jarum, dsb
3. rekonsiliasi
rekonsiliasi adalah membandingkan terapi yang sedang dijalani dengan terapi yang dapat saat itu untuk terapi selanjutnya, dimana ada maksud untuk mencegah terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan seperti
a. polifarmasi
b. kesalahan obat
c. kesalahan dosis
d. kesalahan jenis sediaan dan sebagainya
rekonsiliasi ini dimaksudkan supaya :
a. memastikan terapi yang akurat
b. mengidentifikasi keseuaian akibat tidak terdikumentasikan terapi
c. mengidentifikasi akibat tidak jelas tulisan atau terapi
( berlanjut )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar