Gejala sakit dikarenakan batu empedu adalah mula – mula adanya rasa
‘mual’ – eneg pada perut, dibarengi rasa kembung ketika sesudah makan,
dan kadang – kadang sakit pinggang ketika bangun tidur, bahkan bisa
terjadi muntah – muntah saking terasa mualnya.
Gejalanya memang hampir sama seperti penyakit mag. Dokterpun awalnya
memprediksi bahwa ‘sakit dilambung’ tersebut sepertinya gejala penyakit
mag. Namun apa yang dirasakan adalah bukan hanya lambung saja yang
sangat terasa sakit, mual, kembung/perasaan selalu kenyang tersebut,
akan tetapi kalau sudah parah, dibarengi adanya sakit – nyelekit rasa
menusuk-nusuk hingga ke ulu hati bahkan linu sampai ke bagian
belakang/punggung kanan. Karena sakitnya ulu hati tersebut, bisa saja
seseorang pingsan dikarenakan rasa sakitnya tak tertahankan (aku ngga
sampe pingsan sih,..Cuma sakitnya ngga ketulungan..).
Dokter menduga juga seperti ini adalah gejala Hepatitis, namun belum
diketahui jenis Hepatitis A, B atau C. beberapa cirinya adalah badan
lemah, sakit di uluhati, kembung mual dan warna air seni berubah pekat –
seperti teh botol. Setelah menjalani tes darah ternyata hepatitisnya
negative. Lagi, Dokter mendiagnosa bahwa sepertinya ‘Hati’ ini keracunan
obat atau keracunan makanan sehingga mengakibatkan ulu ‘hati’ sakit dan
berefek ke lambung menjadi kembung dll.
Akhirnya karena masih penasaran juga, dokter melakukan USG untuk
memastikan ‘jeroan’ atau hati atau empedu , gerangan apakah yang
menyebabkan sakit tersebut.
Weleh – weleh,..ditemukannya beberapa batu di empedu yang cukup besar
berukuran 1,12 cm. Inilah yang menyebabkan fungsi empedu tidak berjalan
normal yang pada akhirnya muncul gejala-gejala tersebut di atas.
Selang 2 hari setelah di lakukan USG, maka dilakukan ‘BNO’ (ngga ngerti
gua..) maksudnya harus dilakukan photo di bagian Radiologi guna melihat
apakah batu empedu tersebut lunak atau keras. Kalo bersifat lunak
berarti masih bisa di obati, tapi bila batu itu keras, maka mau tidak
mau harus diangkat, harus di operasi.
Setelah seminggu di rumah sakit,
dokter menyarankan untuk pulang dulu dan menunggu hasil photo tersebut.
Selama menunggu hasil tersebut (seminggu), Seorang teman dan saudara
memberikan sebuah artikel tentang penyakit batu empedu dan cara
penganggulangannya dengan Tanpa Operasi. Sebuah therapy buah Apel dari
daratan cina yang dibuat oleh seorang dokter cina bernama Dr. Prof. Lui
Chiu Nan (di artikel yang lain juga di tulis ‘dr. Lai Chiu-Nan).
Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah, setelah 6 hari berturut - turut
melakukan terapi tersebut, rasa sakit di ulu hati dan mual-mual kembung
serta sakit di pinggang telah lenyap sama sekali.
Berikut inti dari therapy buah apel tersebut:
A. BAHAN : Buah apel merah segar, garam Inggris, Olive oil (minyak
Zaitun ) dan buah lemon segar.
B. ALAT : Fruit Processor listrik, gelas takaran, dan kawat nyamuk
plastik yang sudah dirakit sesuai ukuran kloset.
C. CARA : Biji apel dibuang kemudian di Juice dengan alat fruit
processor listrik, ampas buang, juice 250 cc langsung diminum 1 jam
sebelum makan pagi, makan siang, makan malam dan sebelum tidur ( jadi 4 X
250 cc sehari ) selama 5 hari berturut-turut. Hari ke 6 juice hanya
minum pagi dan siang saja, selanjutnya puasa tetapi boleh minum air
putih, sore pukul 18.00 minum 1 gelas air putih campur satu sendok makan
garam Inggris dan pukul 20.00 minum lagi 1 gelas air putih campur 1
sendok makan Garam Inggris , pukul 22.00 minum 1/2 gelas Olive Oil
(125cc) dan ½ gelas lemon juice (125 cc ) yang sudah diaduk merata.
D. REAKSI : Setelah minum garam Inggris 2 kali akan buang air besar
beberapa kali, keesokan harinya buang air besar harus disaring dengan
kawat nyamuk, setelah siram air, bila ada butiran warna hijau, besar
seperti cendol hijau atau seperti pasir itulah batu empedu yang keluar
melalui kotoran, hal ini dapat keluar tiga kali dari pagi sampai sore.
Cara pengobatan ini kemungkinan harus dilakukan beberapa kali tergantung
kondisi masing-masing, bila ingin tahu apakah masih ada atau sudah
habis batu empedu harus periksa ke Dokter.(USG)
Catatan: Bila anda merasa repot dengan harus membuat jus, anda juga bisa
langsung memakan apel tersebut tanpa harus di jus, namun buang dulu
kulitnya.
Dan bila anda malas untuk menyaring ‘BAB’ anda dengan kawat nyamuk
plastic tersebut, just no problem, let it go to the WC, ngga usah di
saring lah,..BAB aja seperti biasa.
Yang terpenting, sakit anda sudah hilang dan untuk memastikan apakah
batu di kandung empedu sudah hilang, secara medik anda bisa melakukan
USG di rumah sakit (harganya sekitar Rp 168.000).
Demikian semoga bermanfaat.
Menjaga kesehatan adalah lebih baik dari pada pengobatan. Maka cegahlah
penyakit – penyakit berat dengan cara menjaga makanan, dan setiap orang bisa mendapatkan hasil yang berbeda maka tetaplah dalam pengawasan keluarga anda
Apa yang perlu diketahui Apoteker (Farmasis) selain mempelajari seputar obat dan macamnya, maka tidak hanya berhenti disitu saja, pelajari ilmu-ilmu yang masih sejalan dengannya, seperti ilmu-ilmu medis lain seperti keperawatan, kedokteran, teknik medis modern dan tradisional, dan bahkan ilmu medis yang masih relevan dengan farmasis, selamat mencari ilmu hingga setinggi langit bersama Farmasis (Apoteker)Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang
Selasa, 31 Mei 2016
Sabtu, 14 Mei 2016
farmasi klinik dasar
Farmasi
Klinik Istilah farmasi
klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di USA, dengan
penekanan pada tugas
dan fungsi farmasis yang bekerja langsung bersentuhan dengan pasien. Saat itu
farmasi klinik merupakan suatu disiplin ilmu dan profesi yang relatif baru, di
mana munculnya disiplin ini berawal dari ketidakpuasan atas norma praktek
pelayanan kesehatan pada saat itu dan adanya kebutuhan yang meningkat terhadap
tenaga kesehatan profesional yang memiliki pengetahuan komprehensif mengenai obat-obatan khususnya pengobatan.
Gerakan itu muncul pada tahun 1960-an dimana farmasi klinik
dimulai dari University of Michigan dan University of Kentucky
Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai
“Bapak Ilmu Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi kesehatan lainnya karena saat itu
mungkin seperti yang kita kenal sekarang yaitu tabib, semua kegiatan pengobatan
dari mendiagnosa, mengobati hingga merawat hanya dilakukan oleh satu orang
yaitu tabib sehingga belum dikenal apa itu Farmasi atau professional Farmasi. Jadi pada masa itu seorang dokter
yang mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang “Apoteker” yang
menyiapkan obat
sekaligus “Perawat”. Semakin lama masalah penyediaan obat semakin rumit,
baik formula maupun pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu keahlian
tersendiri dan itu
dimuali pada tahun 1240 M, dimana Raja Jerman Frederick II memerintahkan
pemisahan secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang
terkenal “Two Silices”. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu direnungkan
adalah bahwa akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama.
Dampak revolusi industri merambah dunia farmasi dengan
timbulnya industri-industri obat, sehingga terpisahlah kegiatan farmasi di
bidang industri obat dan di bidang “penyedia/peracik” obat ( apotek ). Dalam
hal ini keahlian kefarmasian jauh lebih dibutuhkan di sebuah industri farmasi
dari pada apotek. Dapat dikatakan bahwa farmasi identik dengan teknologi
pembuatan obat dan saat
itu terkenal dengan orientasi produk.
Dalam
bukunya Herfindal dalam bukunya “Clinical Pharmacy and
Therapeutics” (1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan “Therapeutic
Judgement” dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.
Jadi sebenarnya Farmasi klinik merupakan ilmu kefarmasian yang
relatif baru berkembang di Indonesia. Walaupun istilah farmasi klinik sudah mulai muncul
pada tahun 1960-an di Amerika, yaitu suatu disiplin ilmu farmasi yang
menekankan fungsi farmasis untuk memberikan asuhan kefarmasian (Pharmaceutical
care) kepada pasien. Bertujuan untuk meningkatkan outcome pengobatan. Secara
filosofis, tujuan farmasi klinik adalah untuk memaksimalkan efek terapi,
meminimalkan resiko, meminimalkan biaya pengobatan, serta menghormati pilihan
pasien. Saat ini disiplin ilmu tersebut semakin dibutuhkan dengan adanya
paradigma baru tentang layanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien.
Tenaga farmasi yang bekerja di rumah sakit dan komunitas (apotek, puskesmas,
klinik, balai pengobatan dan dimanapun terjadi peresepan ataupun penggunaan
obat), harus memiliki kompetensi yang dapat mendukung pelayanan farmasi klinik
yang berkualitas.
Ada juga yang mengartikan farmasi klinik sebagai suatu keahlian khas ilmu
kesehatan yang bertanggung jawab untuk memastikan penggunaan obat yang
aman dan sesuai dengan kebutuhan pasien, melalui penerapan pengetahuan dan
berbagai fungsi terspesialisasi dalam perawatan pasien yang memerlukan
pendidikan khusus dan atau pelatihan yang terstruktur. Sehingga dapat dirumuskan
tujuan farmasi klinik yaitu memaksimalkan efek terapeutik obat, meminimalkan
resiko/toksisitas obat, meminimalkan biaya obat.
Kesimpulannya,
farmasi klinik merupakan suatu disiplin
ilmu kesehatan di mana farmasis memberikan asuhan (“care”; bukan
hanya jasa pelayanan klinis) kepada pasien dengan tujuan untuk
mengoptimalkan terapi obat dan mempromosikan kesehatan, wellness dan
prevensi penyakit.
Farmasi klinik yang dimaksudkan dalam Permenkes nomor 58 tahun 2014 adalah sebagai berikut :
1. pengkajian dan pelayanan resep
pelayanan resep dimulai dari penerimaan resep dimana dalam penerimaan dilihat kejelasan tulisan dalam resep ( dapat terbaca atau tidak ) baru kemudian di schrening, diantaranya adalah administrasi, yaitu kelengkapan yang harus tercantum dalam resep seperti tercantum
a. profil pasien : nama pasien, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, ruangan/poli
b. profil penulis resep : nama dokter, nomor ijin, alamat dokter,tgl ditulis dan paraf penulis
c. dan terapi : nama obat, bentuk sediaan, dosis, jumlah, stabilitas, cara pakai, waktu digunakan, ED atau BUD dan cara menyimpan
2. penelusuran riwayat obat
penelusuran riwayat penggunaan obat paling tidak harus tercantum dalam rekam medik, bila di apotik paling tidak ada catatan resep dari pasien atau pasien berkunjung, dalam penelusuran resep ini dilakukan kegiatan berupa :
a. membandingkan riwayat obat dengan proses pengobatan yang akan dialami pasien ( obat yang sudah dikonsumsi diwaktu lalu dibandingkan apakah sudah selaras dengan indikasi atau sakitnya sekarang ) sehingga apakah ada keterkaitan terapi sekarang dengan yang sebelumnya
b. verifikasi riwayat penggunaan obat ( memastikan terapi yang dahulu sudah tepat, sesuai dosis, benar cara pakai dan sebagainya )
c. mendokumentasikan bila ada alergy atau pernah mengalami kejadian efek samping obat yang tidak diinginkan sehingga dapat diantisipasi
d. identifikasi adanya interaksi obat dengan obat atau obat dengan makanan
e. melakukan penilaian kepatuhan dalam menggunakan obat
f. melakukan penilaian rasionalitas pengobatan
g. melakukan penilaian pemahaman pasien terhadap obat
h. melakukan penilaian salah atau benar dalam pasien menggunakan obat
i. melakukan penilaian apakah pasien menyalah gunakan obat
j. melakukan penilaian apakah pasien butuh alat bantu dalam mengkonsumsi obat ( misal butuh orang mengingatkan, butuh bentuk sediaan yang berbeda seperti bentuk tablet menjadi syrup atau sebaliknya, butuh pen insulin, dsb )
k. mendokumentasikan obat ( obat tradisional/ramuan/herbal/dsb ) yang dikonsumsi tanpa rekomendasi dokter yang merawat
l. mengidentifikasi terapi lain misal akupuntur, pijat refleksi, tusuk jarum, dsb
3. rekonsiliasi
rekonsiliasi adalah membandingkan terapi yang sedang dijalani dengan terapi yang dapat saat itu untuk terapi selanjutnya, dimana ada maksud untuk mencegah terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan seperti
a. polifarmasi
b. kesalahan obat
c. kesalahan dosis
d. kesalahan jenis sediaan dan sebagainya
rekonsiliasi ini dimaksudkan supaya :
a. memastikan terapi yang akurat
b. mengidentifikasi keseuaian akibat tidak terdikumentasikan terapi
c. mengidentifikasi akibat tidak jelas tulisan atau terapi
( berlanjut )
1. pengkajian dan pelayanan resep
pelayanan resep dimulai dari penerimaan resep dimana dalam penerimaan dilihat kejelasan tulisan dalam resep ( dapat terbaca atau tidak ) baru kemudian di schrening, diantaranya adalah administrasi, yaitu kelengkapan yang harus tercantum dalam resep seperti tercantum
a. profil pasien : nama pasien, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, ruangan/poli
b. profil penulis resep : nama dokter, nomor ijin, alamat dokter,tgl ditulis dan paraf penulis
c. dan terapi : nama obat, bentuk sediaan, dosis, jumlah, stabilitas, cara pakai, waktu digunakan, ED atau BUD dan cara menyimpan
2. penelusuran riwayat obat
penelusuran riwayat penggunaan obat paling tidak harus tercantum dalam rekam medik, bila di apotik paling tidak ada catatan resep dari pasien atau pasien berkunjung, dalam penelusuran resep ini dilakukan kegiatan berupa :
a. membandingkan riwayat obat dengan proses pengobatan yang akan dialami pasien ( obat yang sudah dikonsumsi diwaktu lalu dibandingkan apakah sudah selaras dengan indikasi atau sakitnya sekarang ) sehingga apakah ada keterkaitan terapi sekarang dengan yang sebelumnya
b. verifikasi riwayat penggunaan obat ( memastikan terapi yang dahulu sudah tepat, sesuai dosis, benar cara pakai dan sebagainya )
c. mendokumentasikan bila ada alergy atau pernah mengalami kejadian efek samping obat yang tidak diinginkan sehingga dapat diantisipasi
d. identifikasi adanya interaksi obat dengan obat atau obat dengan makanan
e. melakukan penilaian kepatuhan dalam menggunakan obat
f. melakukan penilaian rasionalitas pengobatan
g. melakukan penilaian pemahaman pasien terhadap obat
h. melakukan penilaian salah atau benar dalam pasien menggunakan obat
i. melakukan penilaian apakah pasien menyalah gunakan obat
j. melakukan penilaian apakah pasien butuh alat bantu dalam mengkonsumsi obat ( misal butuh orang mengingatkan, butuh bentuk sediaan yang berbeda seperti bentuk tablet menjadi syrup atau sebaliknya, butuh pen insulin, dsb )
k. mendokumentasikan obat ( obat tradisional/ramuan/herbal/dsb ) yang dikonsumsi tanpa rekomendasi dokter yang merawat
l. mengidentifikasi terapi lain misal akupuntur, pijat refleksi, tusuk jarum, dsb
3. rekonsiliasi
rekonsiliasi adalah membandingkan terapi yang sedang dijalani dengan terapi yang dapat saat itu untuk terapi selanjutnya, dimana ada maksud untuk mencegah terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan seperti
a. polifarmasi
b. kesalahan obat
c. kesalahan dosis
d. kesalahan jenis sediaan dan sebagainya
rekonsiliasi ini dimaksudkan supaya :
a. memastikan terapi yang akurat
b. mengidentifikasi keseuaian akibat tidak terdikumentasikan terapi
c. mengidentifikasi akibat tidak jelas tulisan atau terapi
( berlanjut )
Langganan:
Postingan (Atom)
selayang pandang alat - alat di kamar bedah
Selayang pandang tentang alat-alat dasar kamar operasi yang sering digunakan oleh teman-teman sejawat apoteker pada saat melakukan operasi ....
-
Arti Nomor Register Pada Kemasan Obat Tahukah anda apa arti nomor pada register yang tertera di bungkus obat yang beredar di Indonesia...
-
NAMA-NAMA OBAT YANG TERMASUK GOLONGAN HIGH ALERT DI RS ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG 1. AMIODARONE HYDROCHLORIDE a. AMIOD...
-
LOGO ...
-
beberapa istilah medis yang perlu diketahui Istilah ARTI Posterior Bagian belakang Ven...
-
Pengelolaan Perbekalan Farmasi, Pemilihan, perencanaan, pengadaan dan penerimaan farmasi Pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi Far...