Pelayanan
kesehatan di rumah sakit yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada pasien
dapat menimbulkan kesalahan dalam pengobatan atau dalam istilahnya kita sebut
sebagai medication error dan kesalahan pemberian pengobatan atau Medication
error ini dapat terjadi di berbagai tahapan proses pelayanan kesehatan
khususnya proses farmasi, salah satunya adalah sesaat pasien akan masuk rumah
sakit sebagai pasien baru pada suatu rumah sakit, misalnya lagi pada saat
pasien akan dirujuk dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan lain ke rumah
sakit, perpindahan kamar (kelas kamar) atau perpindahan bangsal. Sehingga semua
hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kesalahan baik dalam komunikasi atau informasi
penting terkait obat atau hal lainnya tentang pasien. Dalam penelitian
kesalahan komunkasi dan atau informasi ini ternyata menyebabkan kesalahan dalam
pelayanan pengbatan pasien selama pasien dirawat dan salah satu upaya untuk
meminimalkan medication error tersebut yaitu dengan dilakukannya
rekonsiliasi obat oleh tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit.
Pada penelitian di inggris tentang proses pengobatan
pasien yang akan masuk sebagai pasien baru dirumah sakit pada tahun 2009,
dimana pasien baru yang masuk sebagai pasien rawat inap di rumah sakit mendapatkan
terapi pengobatan yang berbeda, dimana terapi pengobatan yang diterima sebelum
masuk rumah sakit (rawat jalan) dibandingkan dengan pasien akan masuk ke rumah
sakit ditemukan adanya perbedaan sebanyak 76%, ini menandakan bahwa proses rekonsiliasi
terapi obat merupakan salah satu proses yang tidak dapat ditinggalkan.
Pada
rangkaian kegiatan pelayanan farmasi di Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit. Rekonsiliasi obat adalah suatu kegiatan membandingkan instruksi
penggunaan obat dengan obat yang diperoleh pasien. Proses ini dapat menjadi
salah satu tahap untuk mencegah adanya medication error seperti adanya
obat yang tidak diberikan, dosis obat yang tidak sesuai, duplikasi obat,
interaksi antar obat ataupun kontraindikasi obat.
Rekonsiliasi
dapat dilakukan setiap adanya perpindahan pelayanan kesehatan, seperti :
- Saat pasien masuk rumah sakit sebagai pasien baru
- Pasien mengalami perpindahan bangsal ( contoh : dari bangsal penyakit dalam ke bangsal bedah )
- Pasien mengalami perpindahan ke unit layanan lain (contoh: dari bangsal rawat inap menuju ke ICU; dari UGD menuju bangsal rawat inap)
- Perpindahan dari rumah sakit menuju rumah sakit lain ( kita sebut sebagai rujukan )
- Perpindahan pasien dari rumah sakit pulang ke rumah ( sudah sembuh atau atas permintaan pasien )
Sedangkan
tujuan dilakukannya penelusuran obat atau rekonsiliasi adalah :
- Memastikan informasi yang akurat atau valid tentang obat yang digunakan pasien
- Mencegah dan mengidentifikasi bila ditemukan ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi pengobatan
- Mencegah dan mengidentifikasi bila ditemukan ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya atau tidak tersampaikannya instruksi pengobatan
Rekonsiliasi
di rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (utamanya oleh bagian
farmasi) dalam beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu :
- Pengumpulan data
Pada tahap ini, tenaga kesehatan yang melakukan pencarian data
yang kemudian di catat sebagai data pengbatan dan memverifikasi obat yang
sedang dan yang akan digunakan oleh pasien.
Data
dokumen yang perlu dicatat pada awal rekonsiliasi ini diantaranya yaitu
-
nama obat,
-
dosis obat,
-
frekuensi pemberian,
-
rute,
-
obat mulai digunakan,
-
obat mulai dihentikan,
-
adakah penggantian obat,
-
adakah riwayat alergi obat,
-
adakah efek samping obat yang pernah
dialami oleh pasien.
Dokumen yang akan dicatat dan dikumpulkan dapat diperoleh
dari pasien langsung, keluarga pasien, rekam medis, obat yang dibawa pasien
ketika masuk rumah sakit, dan catat daftar obat pasien dalam formulir
rekonsiliasi. Pencatatan data obat yang digunakan kira-kira tidak lebih dari
kurun waktu 3 (tiga) bulan, sedangkan efek samping dan riwayat alergi tidak
dibatasi oleh waktu
- Komparasi (perbandingan data dokumen)
Setelah dilakukan pengumpulan data dan mendokumentasikannya, maka
langkah selanjutnya adalah komparasi atau membandingkan data obat yang pernah,
sedang dan akan digunakan. Bila ada ketidakcocokan (discrepancy) atau
jika ditemukan perbedaan di antara data-data yang diperoleh maka dilakukan
konfirmasi untuk validasi terapi. Ketidakcocokan ini dapat terjadi dikarenakan
beberapa sebab diantaranya :
-
adanya obat yang hilang,
-
adanya penambahan atau penggantian
obat yang tak terdokumentasikan,
-
terapi yang tidak tercantum dalam
rekam medis.
Ketidakcocokan yang ditemukan dapat saja bersifat disengaja
(intentional) oleh pemberi terapi, baik pada saat penulisan resep ataupun
saat memberikan terapi, serta bersifat tidak disengaja (unintentional)
di mana pemberi terapi tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan resep
dikarenaan sesuatu dan lain hal.
- Melakukan konfirmasi kepada tenaga medis pemberi terapi
Konfirmasi ini dilakukan apabila dalam proses komparasi ditemukan
adanya ketidakcocokan maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan yaitu
konfirmasi kepada tenaga medis pemberi terapi yang bersangkutan. Konfirmasi
yang dilakukan meliputi :
- menentukan perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja
- mendokumentasikan dasar alasan dari perbedaan tersebut
- memberikan tanda tangan, tanggal dan waktu dilakukan rekonsiliasi obat
- komunikasi lanjut
Jika sudah dilakukan konfirmasi kepada dokter dan
memperoleh jawaban dari ketidakcocokan tersebut maka langkah selanjutnya yaitu
melakukan komunikasi kepada tenaga kesehatan lain seperti perawat atau bidan,
pasien, dan keluarga pasien.
Berikut
terdapat beberapa contoh rekonsiliasi obat :
- Ketidakcocokan/perbedaan yang tidak didokumentasikan
Seorang pasien menerima terapi atenolol untuk hipertensi dirawat
di tempat operasi. Dokter mengaku tidak memesan/meresepkan atenolol ketika
pasien masuk karena dikhawatirkan akan terjadi perioperative hypotension.
Alasan tersebut tidak didokumentasikan di rekam medis. Pasien dipulangkan
hari ketiga pasca operasi dan diberikan resep yang tidak termasuk obat
atenolol. Pasien merasa ragu apakah terapi atenolol tidak dilanjutkan di rumah,
dan pasien menghubungi dokter keluarga untuk meminta saran. Dokter keluarga
menghubungi dokter bedah yang bersangkutan dan menanyakan mengenai terapi
atenolol. Namun dokter bedah tidak mengetahui alasan atenolol tidak diberikan
dan kemudian menghubungi apotek untuk menanyakan hal tersebut. Apoteker tidak
memiliki catatan mengenai perubahan terapi. Apoteker di unit bedah menghubungi
dokter namun yang bersangkutan sedang tidak bertugas.
- Ketidakcocokan/perbedaan yang tidak disengaja
- Seorang pasien geriatri dirawat dirumah sakit dengan diagnose Community-acquired pneumonia. Terapi antibiotik dan terapi symptomatic diresepkan dan dimulai. Dua hari kemudian pasien mengalami infkark miokard dan ditemukan bahwa terapi beta-blocker diabaikan secara tidak sengaja ketika masuk rumah sakit.
- Seorang pasien dirawat di rumah sakit untuk operasi penggantian tempurung lutut. Setelah 4-5 hari dirawat pasien tidak termotivasi dan menolak untuk bangun dari tempat tidur. Keluarga mengatakan bahwa pasien sudah rutin minum obat anti depresan dan ketika dirawat tidak mendapatkan perintah untuk dilanjutkan. Selanjutnya anti depresan diresepkan dan menyebabkan meningkatnya angka Long of Stay (LOS).
Melihat pentingnya dari kegiatan rekonsiliasi obat, oleh
karena itu rekonsiliasi obat harus dilakukan di rumah sakit ketika terdapat
perpindahan pelayanan kesehatan. Hal tersebut dapat menjadi salah satu langkah
untuk meminimalkan medication error sehingga indikator patient safety
juga dapat ditingkatkan.
Contoh regulasi untuk dasar
pelaksanaan rekonsilasi pada rumah sakit
PERATURAN DIREKTUR RUMAH
SAKIT
NOMOR : ……/ …../………/……..
TENTANG
REKONSILIASI OBAT RUMAH
SAKIT
DIREKTUR RUMAH
SAKIT
MENIMBANG :
1. Bahwa pelayanan instalasi
farmasi rumah sakit
adalah meliputi pelayanan farmasi klinis.
2. Bahwa pelayanan farmasi klinis bertujuan
untuk mengelola terapi obat dan pengobatan yang diperoleh pasien selama dirawat di rumah sakit.
3. Bahwa dalam pengelolaan terapi obat dan pengobatan pasien
saat awal masuk rumah sakit diperlukan kolaburasi antara Dokter Penanggung
Jawab (DPJP), Apoteker Penanggung Jawab (APJP) dan perawat,
4. Bahwa terapi obat yang akan diberikan berlandaskan terapi
obat yang telah digunakan pasien sebelumnya yang disebut dengan rekonsiliasi
obat sehingga terapi obat yang diberikan dapat mencapai efek terapi yang
diinginkan dan menghindari permasalahan terkait obat atau Drug Related Problems
(DRP’s).
5. Bahwa dalam proses rekonsiliasi obat diperlukan kebijakan
rumah sakit yang mengatur tentang rekonsiliasi di rumah sakit
MENGINGAT :
1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-Undang
RI Nomor 7 tahun 1963 tentang Farmasi.
3. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
4. Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
KESATU :
Perlu adanya proses rekonsiliasi obat untuk pasien
baru di ruang keperawatan yang dilakukan oleh APJP dibantu oleh perawat.
KEDUA :
Terapi obat pada pasien terkait jenis obat ataupun
dosis sebelum masuk ruang dan harus diketahui oleh DPJP agar terapi berikutnya yang diberikan
di ruang berdasarkan pada terapi sebelumnya yang didapatkan sehingga tidak
terjadi medication error terkait salah dosis, duplikasi, salah pemberian obat,
dsb.
KETIGA :
APJP mengkomunikasikan dengan DPJP obat-obat yang
sebelumnya dikonsumsi pasien dan DPJP menentukan status obat tersebut apakah
lanjut, tunda atau henti
.
KEEMPAT
:
Kebijakan ini berlaku selama 3
tahun dan akan dilakukan evaluasi minimal 1 tahun sekali.
KELIMA
:
Apabila hasil evaluasi
mensyaratkan adanya perubahan, maka akan dilakukakan perubahan dan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di
: ………………….
Tanggal
: ………………………
RUMAH SAKIT ………………………
Direktur
|
TEMBUSAN Yth :
1. Wadir
Pelayanan Medis
2. Komite Medis
3. Seluruh
Dokter di Rumah Sakit
4. Kepala
Bagian Keperawatan
5. Seluruh
Kepala Ruang Keperawatan
6. Instalasi
Farmasi
7. Arsip
SURAT PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR
: ………./…………/………./…….
TANGGAL : …………………………….
REKONSILIASI OBAT
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien.
Rekonsiliasi dilakukan untuk
mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak
diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada
pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang
perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit kelayanan kesehatan
primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan
pasien.
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak
terdokumentasinya instruksi dokter.
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya
instruksi dokter.
Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data Mencatat data dan memverifikasi
Obat yang sedang dan akan digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis,
frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan
dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang pernah
terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping
Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi
alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan. Data riwayat
penggunaan Obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat
pasien, Obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat
yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua Obat
yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun Obat bebas termasuk herbal harus
dilakukan proses rekonsiliasi.
b. Komparasi, Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang
pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah
bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut.
Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang,berbeda,
ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam
medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh
dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana
dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan
ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidak sesuaian , maka dokter harus
dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker
adalah:
1. menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau
tidak disengaja.
2. mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan,
atau pengganti.
3. memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya
rekonsilliasi Obat.
d. Komunikasi, melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau
keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker
bertanggung jawab terhadap informasi Obat yang diberikan. (Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.
contoh
FORMULIR REKONSILIASI OBAT
DAN DAFTAR OBAT YANG DIBAWA DARI RUMAH
Nama Pasien :
No.
RM
:
Tanggal Lahir :
Tanggal
|
Daftar obat yang menimbulkan alergi
|
Seberapa berat alerginya
R: Ringan
S: Sedang
B: berat
|
Reaksi Alerginya
|
2.
|
|||
dst
|
Jenis obat,
obat resep, herbal, atau tcm yang dibawa
Tanggal
|
Nama obat
|
Dosis/Frekuensi
|
Berapa lama
|
Alasan makan obat
|
Berlanjut saat rawat inap
|
|
Ya
|
Tidak
|
|||||
1.
|
||||||
2.
|
||||||
3.
dst
|
||||||
Nama pasien / kluerga pasien
|
………..
|
Ttd pasien / keluarga pasien
|
………..
|
Tanggal :
|
…………
|
|
nama petugas
|
…………
|
Ttd petugas
|
…………
|
Dari berbagai sumber